Masjid ini adalah salah satu diantara enam masjid di Kota Wollongong, New South Wales, Australia. Terletak di kawasan Gwynneville, tepatnya di jalan Foley No. 9. Posisinya strategis, jalan poros menuju pusat kota, tak jauh dari jalan tol atau highway ke Sydney. Dari kampus UoW berjarak sekitar 1,5 km. Bisa ditempuh naik bus gratis atau jalan kaki sekitar 15 menit. Demikian pula dari pusat kota, jaraknya pun tidak jauh, sekitar 5 km saja.
Ini adalah yang ketiga kalinya saya salat Jumat di sini. Selain karena dekat dari rumah, masjid lain belum saya tahu lokasinya. Lagi pula jika ke masjid lain, harus mengeluarkan biaya bus yang cukup besar. Di sini, selain dari dan ke kampus UoW, semua bus harus membayar. Jika pergi pulang bisa mencapai 100 ribuan. Jika rutenya harus berpindah bus, maka ongkosnya tentu lebih mahal lagi.
Jamaah Masjid Omar ini, sebagian besar didominasi keturunan Timur Tengah. Sebagian sudah menjadi warga negara atau permanent resident, para pekerja musiman, atau ada juga dengan status sebagai pelajar universitas yang mengambil program master dan doktor. Ada juga dari kawasan Afrika dan India. Sebagian lagi adalah warga Indonesia, Malaysia dan Bangladesh. Mereka tinggal dengan menyewa rumah tidak jauh dari masjid ini.
Dilihat dari bentuknya, masjid ini tidak mirip dengan masjid di Indonesia. Tak ada menara atau qubah besar yang mencolok. Dari luar kelihatan hanya ada tulisan masjid dan qubah kecil di atas pintu. Bisa dibaca hanya dari jarak dekat. Itulah yang menunjukkan bahwa bangunan ini adalah masjid.
Gedung masjid, berukuran sekitar 25×8 meter memanjang ke belakang. Semua jamaah masuk dari pintu belakang samping kanan. Bentuknya mirip ruang kelas sekolah. Tidak ada arsitek khusus seperti membangun masjid. Menurut informasi yang saya peroleh, ini adalah bekas rumah ibadah penganut agama lain.
Mereka menjualnya kepada umat Islam, dan oleh umat Islam dijadikan sebagai masjid. Di sini, umat lebih senang membeli bekas rumah ibadah untuk dijadikan masjid daripada membangun di lahan sendiri, karena izin membangun masjid atau rumah ibadah tidak mudah.
Di sebelah masjid ini, ada juga bangunan rumah lama. Rumah itu juga sudah dibeli oleh umat Islam, menjadi satu kompleks dengan Masjid Omar. Jadi sekarang lingkungan masjid tampak lebih luas pekarangannya. Mungkin total luas lahannya sudah mencapai 50 x 50 meter.
Bangunan yang baru dibeli itu, sementara dipakai oleh kaum wanita sebagai ruang salat. Menurut keterangan yang saya peroleh, pengurus sedang merancang pembangunan sebuah masjid permanen baru yang lebih besar.
Salat di masjid ini terasa sekali nuansa kehangatan sesama umat Islam. Walaupun jamaahnya terdiri dari berbagai latar belakang negara, budaya dan warna kulit, tetap terasa semangat kebersamaan dan persaudaraan. Setiap masuk masjid dianjurkan untuk mengucapkan salam. Demikian pula jika ingin meninggalkan jamaah setelah shalat, maka tetap dianjurkan untuk mengucapkan salam. Tata cara salat di sini hampir sama dengan kita Indonesia. Dua kali azan. Ucapan basmallah dikecilkan atau tidak terdengar. Semua jamaah berzikir dan berdoa sendiri-sendiri. Beberapa gerakan lainnya ada perbedaan, walaupun tidak terlalu mencolok.
Untuk salat sehari-hari, mengikuti jadwal yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk salat Jumat, waktunya diundur sampai satu jam. Biasanya dilakukan pada jam 12.50 siang waktu di sini. Pengunduran ini, dilakukan antara lain menyesuaikan dengan jadwal istirahat kantor dan menunggu jamaah yang rumah atau kantornya cukup jauh.
Hampir Satu Jam
Khatib sekaligus imam menyampaikan khutbah dalam bahasa Arab yang bercampur dengan bahasa Inggris. Durasi khutbah cukup lama. Mencapai 40-50 menit atau bahkan hampir satu jam. Jamaah sampai meluber keluar. Panitia masjid sengaja menyiapkan tikar atau terpal di jalan samping dan halaman parkir belakang untuk jamaah yang tak muat dalam masjid.
Sebagaimana tempat umum lainnya, di masjid ini tersedia air minum gratis, baik yang panas maupun yang dingin. Bisa bawa minuman kemasan lalu tuang dengan air panas. Di ruang belakang dekat pintu masuk, juga tersedia makanan ringan seperti kurma dan roti Pakistan, walaupun dalam jumlah terbatas. Boleh dimakan secara gratis. Mau coba?
Penulis:Â Haidir Fitra Siagian, Gwynneville, Jumat (14/6/2019)