29.3 C
Jakarta

Nusa-Gritecture UMS Usung Vertical Farming Futuristik di Jepang

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM – Kolaborasi multidisiplin mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan eksistensinya di kancah internasional. Kali ini, tim Nusa-Gritecture, gabungan mahasiswa Arsitektur dan Geografi UMS, berhasil menjadi perwakilan dalam ajang Japan Design, Idea & Exhibition (JDIE) 2025 dengan mengusung konsep bangunan pertanian berkelanjutan berbasis vertical farming.

Ketua Tim, Ariz Fantrio Larosa, menjelaskan bahwa awal terbentuknya tim ini sudah dimulai sejak Desember 2024. “Proyek ini awalnya untuk acara konferensi di New Zealand. Namun, kami kembangkan lebih lanjut dan kami ikutsertakan dalam JDIE 2025,” ungkap Ariz, Kamis (17/7).

Tim ini beranggotakan empat mahasiswa, terdiri dari tiga mahasiswa program studi Arsitektur dan satu mahasiswa dari Geografi. Dalam pembagian peran, mahasiswa Arsitektur bertanggung jawab dalam mendesain bangunan, pembuatan video render, serta pemodelan visual. Sementara mahasiswa Geografi berfokus pada studi pertanian dan pemilihan tanah yang sesuai untuk sistem tanam dalam bangunan.

Nama Nusa-Gritecture sendiri tidak memiliki makna filosofis khusus. “Nama ini hanya gabungan antara ‘agriculture’ dan ’architecture’. Kami ingin menonjolkan bagaimana arsitektur bisa mendukung pertanian dan juga menjadi ciri khas dari Indonesia,” tambah Ariz.

Konsep utama dari proyek ini adalah menciptakan bangunan multifungsi yang mencakup seluruh siklus pertanian, mulai dari pembenihan, penanaman padi, hingga pengolahan menjadi beras. Seluruh proses dilakukan dalam satu bangunan, sekaligus menjawab isu panen yang kerap terganggu akibat perubahan iklim.

“Salah satu keunikan desain kami dibandingkan peserta lain adalah pendekatan gagasan jangka panjang, bukan sekadar inovasi produk kecil,” jelas Ariz. “Kami mencoba menjawab permasalahan seperti kegagalan panen akibat cuaca dan menurunnya minat generasi muda menjadi petani,” tambahnya.

Proses seleksi menuju JDIE 2025 dilakukan melalui pengiriman proposal dan prototipe desain ke tim Innopa UMS. Setelah melalui seleksi internal dan mendapatkan surat rekomendasi, tim ini juga melakukan presentasi di hadapan Biro Kemahasiswaan UMS untuk memperoleh dana serta dukungan keberangkatan.

Selama kurang lebih 8 bulan pengembangan, tim menghadapi berbagai tantangan, terutama pada bagaimana menyesuaikan pertumbuhan tanaman padi di dalam bangunan. Selain itu, penentuan estimasi biaya pembangunan juga menjadi bagian yang menantang dalam proses perancangan.

Melihat ke depan, tim berencana mengembangkan proyek ini ke skala yang lebih mikro untuk melihat kemungkinan penerapan secara langsung dalam ruang terbatas. Mereka berharap inovasi ini bisa menjadi langkah awal pemanfaatan bangunan sebagai solusi pertanian modern di Indonesia.

Ariz juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam menciptakan solusi nyata. “Semua inovasi butuh dukungan banyak bidang. Kami belajar bahwa ide dari arsitektur harus dipadukan dengan teknologi pertanian, bahkan industri, agar dapat direalisasikan,” jelasnya.

Sebagai penutup, Ariz menyampaikan harapannya kepada mahasiswa lain agar tidak ragu untuk mulai berinovasi. “Sekecil apapun ide yang kalian punya, kembangkan saja. Bisa jadi itu membawa dampak besar ke masyarakat luas,” pungkasnya.

Dosen pembimbing tim, Fauzi Mizan Prabowo Aji, S.Ars., M.Ars., mengungkapkan bahwa keterlibatannya dimulai dari program penjaringan karya mahasiswa oleh Prodi Arsitektur UMS. “Saya bersama Bu Kaprodi (Nur Rahmawati Syamsiyah) memang aktif menjaring dan memfasilitasi karya mahasiswa agar bisa dilombakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Nusa-Gritecture menjadi salah satu karya yang kami anggap siap untuk dilombakan,” terang Fauzi.

Selama proses pengembangan, Fauzi turut memberikan arahan, evaluasi gagasan, serta mendorong kesiapan tim dari sisi teknis maupun administratif. “Pendekatan kami sederhana: komunikasi yang baik, kemampuan membaca kekurangan, dan strategi berdasarkan pengalaman lomba sebelumnya,” tambahnya.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi tim adalah keterbatasan dana. “Kami integrasikan proyek ini ke dalam program Pengabdian Masyarakat Internasional, sehingga bisa mendapatkan dukungan finansial dan tetap berlanjut,” jelasnya.

Kolaborasi lintas disiplin antara mahasiswa Arsitektur dan Geografi dinilai sangat menguntungkan. “Mahasiswa Geografi memperkaya perspektif dan memperkuat argumen ilmiah dalam proses desain,” kata Fauzi.

Dari segi penilaian, Fauzi menilai proyek ini unggul karena menyajikan solusi desain yang realistis dan kontekstual. “Solusi yang ditawarkan menjawab isu kegagalan panen akibat perubahan iklim dan minimnya minat generasi muda menjadi petani. Meski kompleks dan berskala besar, desain ini sangat aplikatif,” ujarnya.

Kemenangan tim ini disambut dengan rasa syukur dan kebanggaan. “Tentu sangat membanggakan. Ini menjadi bukti bahwa mahasiswa Arsitektur dan Geografi UMS mampu bersaing, bahkan unggul dibandingkan kampus-kampus ternama lain di Asia,” ujar Fauzi.

Ke depan, proyek Nusa-Gritecture direncanakan untuk disempurnakan dan dikembangkan ke skala mikro agar lebih aplikatif. “Ada banyak masukan yang bisa dijadikan bahan penyempurnaan. Kami optimistis proyek ini bisa kembali dibawa ke kompetisi bergengsi lainnya,” lanjutnya.

UMS juga terus berkomitmen mendukung inovasi dan kompetisi internasional mahasiswa. “Kuncinya adalah kepedulian dosen dan pembiayaan dari kampus. Harapannya ke depan dukungan bisa lebih kuat agar beban mahasiswa dan dosen lebih ringan,” pungkas Fauzi. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!