JAKARTA, MENARA62.COM — Kolonel Laut (H) Alfian Rantung, Oditur militer di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta meminta waktu tambahan untuk menyusun replik atas pledoi yang disampaikan Agus Sasongko, penasehat hukum Kolonel Inf. (purn.) Eka Yogaswara dan Eka Yogaswara, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Eka Yogaswara merupakan salah satu ahli waris Bek Musa yang memiliki lahan di Jalan Tendean 41 berdasarkan surat girik sebagai bukti kepemilikan lahan. Di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai Sementara atas nama Departemen Penerangan.
Sebelumnya, Alfian Rantung, Oditur Militer pada sidang kriminalisasi Kolonel Inf. Eka Yogaswara di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta, memberikan keterangan bohong terkait pengiriman surat yang dikirimkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini terungkap pada sidang lanjutan Kriminalisasi terhadap Eka Yogaswara di Dilmilti II Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Kebohongan itu terkait dengan pernyataan Alfian Rantung, saat ditanya oleh majelis hakim, ia mengaku sudah mengirimkan surat ke BPN itu melalui Caraka (kurir internal) sebelum pelaksanaan Pemeriksaan Setempat (PS) tanggal 28 Agustus 2025. Saat PS dilakukan, Majelis Hakim memutuskan tetap melanjutkan PS tanpa kehadiran BPN yang pendapatnya sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan tentang status tanah dan batas-batas wilayah lahan di Jalan Tendean 41 yang menjadi obyek sengketa terkait kasus Kriminalisasi Eka Yogaswara, ahli waris Bek Musa, pemilik lahan tersebut.
Namun, pada sidang Kamis (11/9/2025) ini, terungkap dari bukti pengiriman surat tersebut baru dikirimkan tanggal 9 September 2025 melalui kurir TIKI dan ditujukan pada Kepala Kantor ATR/BPN di Jalan Sisingamangaraja no.2, Kebayoran Baru, Jakarta.
Sidang Kriminalisasi terhadap Eka Yogaswara di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta ini, dipimpin Kolonel Kum Siti Mulyaningsih SH MH sebagai Ketua Majelis Hakim.
Eka Yogaswara merupakan salah satu ahli waris Bek Musa yang memiliki lahan di Jalan Tendean 41 berdasarkan surat girik sebagai bukti kepemilikan lahan. Di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai Sementara atas nama Departemen Penerangan.
Pledoi
Agus Sasongko, penasehat Hukum Eka Yogaswara saat membacakan pledoi di sidang pekan sebelumnya mengingatkan lagi, berdasarkan keterangan Para Saksi, Para Ahli, surat-surat, keterangan terdakwa, barang bukti, surat Dakwaan dan Srat Tuntutan yang disajikan di depan persidangan, maka telah terungkap beberapa fakta yuridis, kasus ini Nebis in Idem.
Perkara A Quo Adalah Nebis In Idem (vide: Pasal 76 KUHPidana) Bahwa yang dimaksud Nebis In Idem, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 KUHPidana adalah “Kecuali dalam hal putusan hakim dapat diubah, orang tidak dapat dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim di Indonesia dengan putusan yang telah tetap”. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Tessa Elya Andriyana Wahyudi, yang pada pokoknya menerangkan bahwa benar saksi mewakili Perum PFN sebagai Legal Manager pada tanggal 11 Agustus 2023 telah melaporkan terdakwa ke Puspomad, sebagaimana Laporan Polisi No. LP-12/ A-12/ VIII/ 2023/Idik, atas dugaan tindak pidana “penyerobotan tanah dan memasuki pekarangan tanpa ijin” ;
Agus Sasongko menambahkan, di dalam surat Dakwaan Oditur Militer Tinggi, Terdakwa telah didakwa karena telah melakukan tindak pidana penyerobotan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 ke-4 KUHP dan memasuki pekarangan tanpa ijin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1) KUHP. Kedua pasal tersebut pada hakekatnya merupakan akibat dari adanya perselisihan/ sengketa keperdataan kepemilikan hak atas tanah Adat yang terletak di Jl. Kapten Tendean No. 41, Jakarta Selatan antara keluarga Terdakwa dan para ahli waris dengan Departemen Penerangan-Perum PFN.
Berdasarkan keterangan saksi Eddy Noor, SH., MPA., Dirut Perum PFN Periode 2001-2011, Agus Sasongko mengatakan, pada pokoknya menerangkan bahwa benar saksi pada tahun 2008 telah melaporkan Terdakwa ke Pomdam Jaya, atas dugaan tindak pidana pengrusakan papan pengumuman milik Perum PFN, sebagaimana Laporan Polisi Militer No. LP-64/ A-57/ XII/ 2008/ Jaya2, tanggal 8 Desember 2008. Berdasarkan keterangan Terdakwa, yang pada pokoknya menerangkan bahwa kasus tersebut disidangkan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dalam Perkara No. 35-K/ PMT-II/ AD/ X/ 2016, dengan amar putusan Tingkat Pertama berbunyi “Menyatakan Penuntutan Oditur Militer Tinggi atas perkara Terdakwa yaitu : 1). Eka Yogaswara, Pangkat Letnan Kolonel Inf. NRP 11960002910567 tidak dapat diterima. 2). Menyatakan kewenangan menuntut pidana terhadap perkara ini hapus karena daluwarsa” dan putusan tingkat Kasasi berbunyi: Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi/ Oditur Militer Tinggi pada Oditurat
Jendral Tinggi tersebut”.
“Putusan pidana tersebut membuktikan jika Terdakwa pernah diadili dalam perkara yang menyangkut sengketa kepemilikan tanah yang terletak di Jl. Kapten Tendean No. 41 Jakarta Selatan antara Terdakwa dengan Perum PFN, sehingga sepanjang menyangkut kepemilikan tanah antara Terdakwa dengan Perum PFN, Terdakwa secara yuridis tidak bisa dituntut dan diadili untuk kedua kalinya karena melanggar asas nebis in idem,” ujarnya.
