31.7 C
Jakarta

Orang Asing Itu?

Baca Juga:

Lobi Bandara Internasional Soekarno-Hatta siang ini cukup ramai. Penumpang yang datang, berseliweran memenuhi hampir setiap sudut lobi bandara. Udara di sini memang nyaman, senyaman dengan bandara Bandara Internasional Beijing Daxing, tempat dia bersama rombongan pertukaran pelajar lepas landas tujuh jam lebih 30 menit yang lalu.

Selama di pesawat tadi, Lily, gadis  berambut panjang yang di kepang dua, sudah membayangkan keramahan siswa peserta pertukaran pelajar dan orang-orang di Indonesia. Keramahan ini ia tahu dari cerita orang tuanya, juga teman di sekolah. Tapi ia lebih banyak mendapat informasi ketika berselancar di internet, selama epekan sebelum keberangkatannya ke Jakarta.

Ia penasaran dengan budaya dan Bahasa Indonesia, yang sepertinya lebih mudah dipelajari dibandingkan Bahasa Mandarin. Jumlah hurufnya jauh lebih sedikit (huruf latin yang berjumlah 26 huruf), dibandingkan huruf Hanzi yang berjumlah ribuan untuk tulisan Bahasa Mandarin. Tata bahasanya pun lebih simple dibandingkan Bahasa Mandarin. Perbedaan lain, pelafalannya sama dengan huruf yang dituliskan.

Sejak tiba di bandara Soekarno-Hatta, Lily sudah disambut teman-teman peserta pertukaran pelajar dari Indonesia. Ada kegembiraan tersendiri yang menyergap hatinya. Ada rasa bangga yang muncul,  karena ia bisa bertemu teman-teman dari Indonesia ternyata memang seramah seperti apa yang ia pikirkan selama ini.

Saat berjalan bersama rekan-rekannya, mereka disambut dengan ucapan “selamat datang di Jakarta….” Kalimat yang memang sudah dipelajarinya dalam sebulan terakhir, tapi baru kali ini mendengar langsung dan ditujukan padanya. Mungkin di dalam pesawat tadi, juga ada ucapan “selamat datang” yang disampaikan pramugari, tapi ia tak memperhatikan ucapan mereka.

Bunyi yang agak asing, namun sederhana buat telinganya ini, tak urung membuatnya tersenyum. Kalimat itu terasa hangat dan akrab.

***

Pagi ini, sinar mentari cukup panas di atas kepala. Lily dan rombongan pertukaran pelajar, sudah berencana mendatangi salah satu sekolah di Indonesia. Mereka diajak untuk melihat kondisi di dalam sekolah itu. Di sana, ada kelas khusus.

Kelas khusus untuk para warga negara asing yang ingin belajar memahami Bahasa dan Budaya Indonesia. Ketika sedang berdiri di depan pintu, ia  bertemu dengan Nia, salah satu siswi Indonesia. Ia ternyata juga tertarik pada bahasa dan budaya orang asing.

“Selamat pagi!”  sapanya ramah pada Lily.

Lily mencoba untuk menirunya, “se…la..ma..t pagi!”

Nia tersenyum,”Wow! Bagus sekali, kamu cepat ya belajar Bahasa Indonesia,” ujarnya yang menyenangkan hati Lily.

Awal pertemuan itulah, yang membuat Lily tertarik dengan Bahasa Indonesia.

Hari demi hari selanjutnya dilalui Lily dengan belajar Bahasa Indonesia. Lily bahkan kini mulai mendalami logat dan tata krama Indonesia. Ia sudah belajar banyak tentang Indonesia. Apalagi ia sudah bisa  berbicara dengan penambahan sebutan seperti; “tolong”, “maaf”, dan “terimakasih” dengan sopan. Meskipun hanya beberapa kata, tetapi itu sudah membuat Lily merasa bahagia. Ia juga tertarik dengan istilah “gotong royong” maupun “musyawarah sepakat”, dua kata itu yang Lily belum mengetahuinya saat di China.

***

Siang itu, Lily dan Nia sedang duduk di halaman sekolah. Lokasi ini dihiasi pepohonan dengan dahan yang ditumbuhi dedaunan cukup lebat. Sementara, bunga-bunga ditata rapi di depan kelas. Mereka duduk di bangku kayu bersebelahan, saling  bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing.

“Aku suka lagu-lagu yang viral, seperti lagu Wonderland,“ ucap Lily dengan menggunakan bahasa Mandarin.

Nia tersenyum dan mengatakan. “Itu lagu kebangsaan kami yaitu bangsa Indonesia,’ ucap Nia yang membalasnya dengan bahasa Mandarin.

“owhhhh… berarti orang Indonesia mempunyai lagu sendiri ya?” tanya Lily.

“Iya banyak sekali lagu-lagu yang ada di Indonesia,” jawab Nia.

Percakapan itu pun berlanjut hingga tak terasa waktu istirahat selesai.

***

Saat malam tiba, Lily termenung duduk di kamarnya sendiri. Di hadapannya, ada buku catatan kecil yang selalu dibawa. Meski diera digital, tapi ia masih tetap membiasakan diri menulis tangan. Ini bagus untuk melatih otak, nasehat ibunya satu ketika. Ia pun tak ragu mengikuti nasehat itu. Lembar buku kecil yang semula kosong itupun mulai diisi coretan tangannya.

“Hari ini aku tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga belajar mengenal lagu-lagu yang ada di Indonesia.”

Tulisan singkat, namun padat dengan makna. Lily tak melanjutkan lagi catatanya. Rasa lelah setelah beraktivitas seharian, telah menyerangnya. Tak lama kemudian, yang terdengar hanya hembusan nafas teratur.

***

Namun perjalanan belajar tak selalu mudah. Suatu hari, saat Lily sedang berada di kelas, Lily bermaksud mengatakan “Aku lapar sekali,” tetapi yang keluar dari mulutnya yakni “Aku lapar sekali sama kamu”.

Seluruh teman teman yang berada di kelas tertawa terbahak bahak. Nia sampai menunduk tak kuat menahan tawa, sementara Lily diam sambil memperlihatkan rasa bingung, tak lama kemudian wajahnya bersemu merah. “Ada yang Salah dengan ucapanku?” tanya Lily lirih pada Nia.

Setelah kelas berakhir, Nia menjelaskan arti kalimat yang Lily ucapkan tadi. Lily memukul dahinya sendiri dan seketika ia pun tertawa malu. Ada peradaan canggung dan tidak enak hati Lily. Akankah ia mau masuk kelas lagi atau tidak? Kalau duduk di kelas, jangan-jangan ia akan membuat Nia sakit hati! Itulah sekelebat pikirannya.

“Oh tidak! Eee…. Aku t…tidak bermak…sud begitu t…tadi!” ucap Lily dengan bahasa bahasa Indonesia yang masih patah-patah.

Nia pun tertawa, “tidak apa apa, Lily. Bahasa memang begitu, salah sedikit bisa bikin makna berubah sangat jauh,”ucap Nia.

Sejak peristiwa  itu, Lily pun semakin rajin belajar bahasa Indonesia. Salah satunya, dilakukan dengan menonton film yang berbahasa Indonesia tanpa subtitle. Lily mulai membaca artikel berita, dan mencatat kosa kata baru yang belum dipahami maknanya. Itu dilakukan setiap hari. Tidak heran, semakin hari lembaran buku kecilnya dipenuhi catatan kecil tentang kosa kata Bahasa Indonesia yang belum dipahaminya.

Perlahan, ia mulai bisa bercanda dengan penjual bakso di dekat apartementnya. Bahkan, ia menulis kata-kata pendek

Meskipun belajar Bahasa Indonesia itu terasa sulit, tapi itu tidak akan mengubah keinginan dirinya untuk tetap belajar Bahasa Indonesia.

Beberapa hari kemudian, sekolah itu mengadakan acara tahunan. Sekolah menggelar Festival bahasa dan budaya Nusantara. Lily diminta memberikan sambutan untuk mewakili peserta asing. Awalnya ia ragu, tetapi Nia berkata lembut. “Coba aja Lily, kamu bukan hanya belajar bahasa, tetapi kamu sudah menjadi bagian dari kami.”

Saat Festival sedang berlangsung, Lily berdiri di atas panggung. Ia menatap ratusan penoncton dan mulai berbicara bahasa Indonesia meskipun masih ada sedikit campuran bahasa China.

“Ketika pertama kali datang, saya hanya mengethui kalimat ‘terima kasih’, dan saya  di sini juga suka sekali dengan Nasi Goreng. Tetapi saya sekarang mengetahui lebih dari sekedar bahasa Indonesia. Saya memiliki perasaan ketika saya belajar Bahasa Indonesia, saya memiliki perasaan bahwa Bahasa Indonesia bukan hanya sekedar kata-kata tetapi dibalik itu terdapat sebuah rasa kehangatan dan kebersamaan.”

Semua orang bertepuk tangan ketika mendengar kalimat yang terlontar dari mulutnya Lily. Tidak sedikit hadirin yang hadir merasa terharu mendengar orang dari negara asing  berbicara dengan penuh ketulusan hingga meneteskan air mata. Di akhir sambutan, Lily berkata

“Saya percaya bahwa Bahasa Indonesia itu adalah suara bangsa yang indah, dan pantas didengar oleh seluruh dunia.”

Dua bulan kemudian, Lily berpulang menuju China, tetapi ia masih sangat mencintai Bahasa Indonesia yang melekat di hatinya. Sampai ia membuat kanal youtube yang berjudul “Daily Vlog” semasa ia berada di indonesia. Di China, Lily mengajarkan kalimat sederhana sembari memperkenalkan Budaya Indonesia kepada keluarganya.

Kanal youtube milik Lily yang sedang viral mengundang banyak orang dari luar negri  mulai tertarik belajar Bahasa Indonesia. Bahkan beberapa sekolah luar negeri, sekarang mulai memperkenalkan studi Bahasa Indonesia ke dalam pelajaran pilihan.

Sementara itu, di Indonesia, Nia menonton kanal youtube milik Lily dengan air mata haru yang menghujani pipinya, sampai hidungnya memerah. Ia tak menyangka, bahwa Lily yang berasal dari negara asing bisa mencintai Bahasa Indonesia dengan sangat mendalam.

Lily, gadis asal Tiongkok, yang pernah menjadi teman sekelas Nia saat pertukaran pelajar, kini terkenal karena kanal youtube yang memperkenalkan budaya maupun Bahasa Indonesia. Dalam setiap vidionya, Lily selalu menggunakan Bahasa Indonesia yang lembut, meskipun logat asingnya masih sangat melekat. Namun justru di sanalah keindahan yang penuh rasa hormat.

Nia teringat hari-hari saat mereka duduk berdampingan di kelas. Dulu Lily sering salah berbicara kalimat Bahasa Indonesia sehingga membuat semua orang ketawa. Tetapi siapa sangka, sekarang Lily menjadi orang terkenal yang menjadikan suara untuk memperkenalkan Bahasa bangsa Indonesia ke seluruh dunia.

Beberapa bulan kemudian, Nia menulis pesan kepada Lily.

“Terimakasih sudah membawa Bahasa indonesia ke dunia. Kamu sudah membuat kami bangga.” Tak lama kemudian, Lily oun membalas pesan itu.

Aku justru berterima kasih. Karena darimu dan Indonesia, aku bisa menjadi orang yang terkenal dan menjadi orang yang bermanfaat di seluruh dunia.

Air mata Nia langsung menetes dengan perlahan. Ia menyadari, bahwa perjuangan Lily yang sangat mencintai Bahasa Indonesia, justru terlihat jelas di mata orang asing. Di tengah arus globalisasi, ketika banyak anak di zaman sekarang yang lebih bangga berbahasa asing seperti Bahasa Inggris maupun Bahasa Arab, justru seseorng dari negeri yang jauh telah menyalakan kembali cinta terhadap Bahasa Indonesia.

Tamat………….

Penulis : Durroh Hikmiyah Asyfa (Pelajar di SMA PPI AMF)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!