28 C
Jakarta

Otak Dipasang Chip, Ny. Meritha Akhirnya Terbebas dari Parkinson

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Wajah lembutnya menebar senyum. Duduk manis dengan tubuh bersandar tegak pada kursinya. Dua tangannya memainkan gelas air mineral yang masih utuh, belum kunjung diminum.

Dalam keterbatasan kemampuan gerak tubuhnya, Ny. Meritha Yumasari mencoba menyapa awak media yang hadir di ruang pertemuan Siloam Hospital Kebon Jeruk, Jakarta Barat pekan lalu. Berkali-kali hanya menebar senyum.

Gerak badannya seperti tidak bebas. Bahkan saat tangannya menusukkan sedotan plastik ke gelas air mineral, dilakukannya dengan pelan dan hati-hati.

Ya, Ny. Meritha Yumasari memang belum 100 persen sembuh dari penyakit Parkinson. Operasi pemasangan chip atau elektroda di kepala dan batu baterai di dada kanannya belum memberikan hasil optimal. Masih ada rasa gemetar di kedua tangannya saat melakukan ativitas.

Operasi DBS atau Deep Brain Stimulation baru dilakukan dua bulan lalu tepatnya 28 April 2019. Tim Parkinson’s & Movement Disorder Center Siloam Hospital Kebon Jeruk berhasil menanamkan chip pada area tertentu di otak bagian dalam. Sejak itu, Ny. Meritha seperti terlahir kembali, hidup untuk kedua kalinya.

Sebelum menjalani operasi DBS, Ny. Meritha tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa. Selama 6 bulan, dia lebih banyak menjalani hidup diatas tempat tidur. Jika ingin bepergian, ibu tiga anak tersebut menggunakan kursi roda.

Tak hanya itu, Ny. Meritha juga harus dibantu oleh anak dan suaminya untuk urusan makan dan minum. Dua tangannya seperti tak memiliki kekuatan apa-apa, bahkan hanya untuk menyendok air.

Parkinson telah membuat dunianya seperti terampas. Energinya seperti lenyap tak berbekas. Belum lagi emosi jiwanya, suasana bathinnnya. Ny. Meritha seperti tak mengenali dirinya sendiri.

Perempuan usia 48 tahun tersebut mengaku sempat terlintas untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana mau melakukannya. Sedang kedua tangannya tak bisa memegang apa-apa. Gemetar dan sulit untuk dikontrol.

Akibat penderitaannya tersebut, Ny. Meritha mengalami depresi hebat. Tubuhnya menyusut, tinggal kulit dan tulang. Cahaya kehidupan telah lenyap dari wajahnya.

Berbagai pemeriksaan medis dilakukan dari satu dokter ke dokter lainnya di Kota Pekan Baru. Awalnya Ny. Meritha didiagnosa menderita vertigo, lalu gangguan syaraf. Dokter pun memberikan berbagai resep.

Namun bukannya sembuh, sakit Ny. Meritha makin menjadi. Tubuhnya makin lemah dan kurus. Depresi yang dialami juga makin hebat.

Beruntung sang suami dan anak-anaknya tak lelah memberikan support. Atas rekomendasi seorang dokter syaraf di Pekan Baru, akhirnya Ny. Meritha dirujuk ke RS Siloan Kebon Jeruk. Di rumah sakit ini Ny. Meritha mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Dan dokter menyimpulkan bahwa Ny. Meritha menderita Parkinson. Sebuah penyakit yang umumnya diderita oleh orang lanjut usia di atas 60 tahun.

Trauma jatuh

Ny. Meritha bercerita, semua bermula dari trauma di kepala yang dialami saat jatuh di kamar mandi 5 tahun lalu. Benturan keras di kepala bagian kiri membuat Ny. Meritha secara perlahan mengalami gangguan Parkinson.

“Saya jatuh di kamar mandi sekitar jam 2 pagi, pingsan dan baru sadar pas adzan subuh, sekitar jam 5,” katanya.

Ironisnya sejak jatuh hingga siuman dari pingsan, tak satu pun anggota keluarga yang mengetahui. Dan usai pingsan, ia merasa baik-baik saja. Hanya sedikit pusing, muncul perasaan sedih, gemetar dan kaku. Dan semua gejala tersebut diabaikan.

“Saya nggak menganggap serius, karena saya sendiri masih bisa mengerjakan apa-apa. Bahkan saya masih bisa menyetir sendiri,” tambah Ny. Meritha.

Tiga tahun Ny. Meritha bisa bertahan dalam kondisi seperti itu. Memasuki tahun ke empat, gangguan kesehatan berupa rasa gemetar, rasa kaku di sekujur badan semakin nyata. Pun perasaan sedih dan depresi, makin sering muncul. Sejak itulah Ny. Meritha langganan ke dokter dan rumah sakit.

Tahun ke lima, tubuh Ny. Meritha sudah tidak bisa diajak kompromi. Lumpuh total, mulai dari tangan, hingga kaki. Tak lagi bisa melakukan aktivitas apa-apa kecuali berbaring di tempat tidur. Makan minum dan konsumsi obat semua dilakukan dengan bantuan suami dan anak-anaknya.

Hidup lagi setelah operasi DBS

Tim dokter Siloam Hospital Kebon Jeruk memutuskan untuk melakukan operasi DBS pada Ny. Merita tanggal 28 April 2019 lalu. Operasi dilakukan setelah melalui serangkaian pemeriksaan, bahwa obat Parkinson yang diberikan kepada Ny. Meritha sudah tidak memiliki efek yang optimal.

Operasi dilakukan selama 6 jam oleh tim dokter diantaranya dr Frandy Susatia, Sp.S, spesialis saraf dan Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas Sp.BS, spesialis bedah saraf. Tim dokter dari Parkinson’s & Movement Center Siloan Hospital Kebon Jeruk berhasil menanamkan chip di salah satu bagian otak Ny. Meritha.

Dua hari pasca operasi DBS, Meritha sudah bisa menggerakkan kedua tangannya. Lalu sepekan kemudian Ny. Meritha bisa berjalan tanpa bantuan tongkat.

“Seminggu setelah operasi, saya sudah tidak perlu pakai kursi roda. Bahkan saya sudah bisa ke mall lagi,” katanya.

Dan dua bulan kemudian, kesehatan Ny. Meritha termasuk gangguan emosi, rasa depresinya perlahan lenyap. “Progresnya sekitar 50 persen. Dari nggak bisa apa-apa, kemudian saya jadi bisa jalan, bisa makan, bisa minum, bisa tidur,” jelas Ny. Meritha.

Termasuk konsumsi obat, semula dalam sehari Ny. Meritha harus minum obat antara 4 hingga 5 kali, kini tinggal sekali saja dengan dosis yang sudah berkurang jauh dibawah 50 persen.

“Saya berharap jika ada keluarga kita terkena Parkinson, beri dia semangat, support. Tanpa keluarga, mungkin saya sudah tidak ada,” tandas Ny. Meritha.

Ny Meritha mengaku pasca sembuh dari Parkinson, ia seperti terlahir kembali. Seperti memiliki kehidupan untuk kedua kalinya.

“Saya kayak telepon seluler, hidup dengan chip dan baterai,” katanya setengah berkelakar.

Operasi DBS untuk Parkinson

Penyakit parkinson merupakan penyakit degeneratif saraf dengan gejala yang paling sering dijumpai seperti tremor pada saat beristirahat di satu sisi badan, kesulitan memulai pergerakan, dan kekakuan otot. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang ras, jenis kelamin, status sosial, maupun lokasi geografis.

Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penyakit parkinson’s menyerang sekitar 1 dari 250 orang yang berusia di atas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia di atas 65 tahun.

“Tremor merupakan gerakan gemetar yang terjadi berulang kali dan tidak terkontrol pada satu atau lebih anggota tubuh,” kata dr Frandy Susatia, Sp.S.

Jenis tremor sangat beragam, salah satunya adalah essential tremor (ET) yang terjadi ketika anggota tubuh sedang bergerak (misalnya saat makan, minum, atau menulis) dan berkurang jika tubuh beristirahat. ET adalah kebalikan dari tremor pada parkinson’s yang terjadi ketika anggota tubuh sedang beristirahat dan berkurang saat tubuh sedang bergerak.

Pengobatan tremor ditujukan untuk meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Langkah pertama dilakukan dengan pemberian obat oral. Setidaknya butuh dua atau tiga obat yang berbeda sebelum menemukan obat yang bekerja paling baik di tubuh pasien. Jika obat oral gagal, solusi lainnya adalah menyuntikkan botulinum toxin (botox) ke dalam otot.

“Suntikan botox biasanya efektif pada pasien dengan tremor kepala dan suara,” tambah dr. Frandy Susatia, Sp.S.

Namun, jika obat-obatan sudah tidak efektif, maka perlu dilakukan tindakan operasi stimulasi otak dalam atau Deep Brain Stimulation (DBS). Operasi DBS merupakan standar baku tindakan operasi yang telah diakui oleh Food Drug Administration Amerika Serikat untuk pengobatan essential tremor (ET), penyakit parkinson’s (PD), dystonia, dan obsessive compulsive disorder (sindrom Tourette).

”Setelah pemberian obat jangka panjang, maka obat dapat menjadi kurang efektif dan mempunyai efek samping. Operasi DBS memungkinkan sel dopamin dapat dirangsang untuk memproduksi dopamin dan bekerja optimal kembali sehingga gejala penyakit parkinson’s dapat diatasi dan dosis obat berkurang,” terang Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, dokter spesialis bedah saraf dari Parkinson’s & Movement Disorder Center Siloam Hospitals Kebon Jeruk.

DBS merupakan operasi untuk mengatasi tremor, kaku, dan gerak yang lambat. Teknik operasi ini dilakukan melalui penanaman elektroda atau chip pada area tertentu di otak bagian dalam. Elektroda atau chip tersebut dihubungkan dengan kabel ke baterai yang diletakkan di dalam dada sebagai sumber arus listrik. Prosedur operasi yang dilakukan dalam dua tahap ini tergolong aman dan memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi.

Pada tahap pertama, pasien akan menerima anestesi lokal dan dibiarkan dalam keadaan sadar. Kabel yang tipis dan kecil akan ditanamkan di area tertentu di dalam otak pada tahap ini. Tahap kedua adalah anestesi umum yang dilakukan dengan menghubungkan kabel yang ditanam pada tahap pertama ke baterai seperti pacemaker yang ditanam di daerah dada (neurostimulator).

Neurostimulator inilah yang nantinya akan diprogram oleh dokter spesialis saraf guna menghilangkan gejala-gejala serta mendapatkan respon gerak pasien yang paling optimal. Rata-rata pasien merasakan peningkatan perbaikan motorik sekitar 75%-87% setelah dioperasi pada keadaan tanpa obat.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!