JAKARTA, MENARA62.COM– Deteksi dini menjadi kunci penting menekan kasus kanker serviks di Indonesia. Sebab jika ditemukan pada stadium awal, kanker serviks bisa diobati dan disembuhkan.
Masalahnya banyak perempuan di Indonesia yang mengabaikan deteksi dini baik papsmear maupun IVA test. Bagi kebanyakan perempuan Indonesia, kanker serviks dihubung-hubungkan dengan perilaku seks yang berganti-ganti pasangan atau seks bebas.
“Seks bebas, seks dengan banyak pasangan bukan faktor pemicu utama timbulnya kanker serviks,” jelas dr Kartiwa Hadi Nuryanto SpOG (K) di sela edukasi bahaya kanker serviks bagi PNS perempuan di lingkungan Kementerian Pertahanan yang digelar BPJS Kesehatan Cabang Utama Jakarta Pusat, Jumat (21/04/2017). Kegiatan yang dihadiri Ketua Darma Wanita Persatuan Kemenham Yustin Widodo tersebut dibuka Kepala Bagian Rimah Tangga Biro Umum Kol Yusuf Jauhari.
Pandangan yang demikian membuat perempuan yang memiliki perilaku seks sehat, memiliki pasangan seks yang setia, tidak memandang penting deteksi dini. Menganggap sepanjang seks dilakukan dengan normal, maka tidak mungkin terkena kanker serviks.
Di negara-negara Eropa seperti Belanda dimana perilaku seks bebas yang sangat tinggi dikatakan dr Kartiwa ternyata kasus kanker serviks sangat rendah. Sebab di negara tersebut kesadaran setiap perempuan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks sangat tinggi.
Dr Kartiwa menjelaskan bahwa kanker serviks bisa dicegah. Dengan melakukan papsmear atau test IVA setahun sekali bagi perempuan yang sudah pernah melakukan hubungan seks.
Sayangnya angka kecakupan papsmear dan test IVA di Indonesia masih sangat rendah sekitar 5 persen. Artinya sebagian besar perempuan belum melakukan papsmear atau test IVA secara rutin dengan berbagai sebab dan alasan.
Upaya menyadarkan perempuan akan bahaya kanker serviks, BPJS Kesehatan menyediakan program deteksi dini kanker berupa test IVA dan papsmear di seluruh Puskesmas, klinik dokter dan rumah sakit yang menjadi provider BPJS kesehatan. Peserta JKN-KIS dipersilakan datang ke fasilitas kesehatan yang ada untuk mengakses layanan pencegahan kanker serviks tersebut.
“Sekarang BPJS Kesehatan menanggung biaya papsmear atau tes IVA bagi peserta JKN-KIS,” jelas Kepala BPJS Kesehatan cabang utama Jakpus Bona Evita di sela papsmear bagi 200 PNS perempuan di lingkungan Kemenhan dalam rangkaian peringatan Hari Kartini 2017.
IVA test maupun papsmear adalah metode sederhana mendeteksi dini kanker serviks. Dengan dua metode pemeriksaan tersebut kemunculan virus human papiloma (HPV) yang merupakan penyebab utama kanker serviks bisa ditemukan sehingga penanganan lebih mudah.
Bona Evita mengingatkan bahwa lebih dari 80 persen perempuan berisiko terhadap virus HPV mulai dari yang ringan, sedang hingga berat. Dari jumlah tersebut separuhnya bisa berubah jadi kanker serviks jika tidak medapatkan penanganan lebih lanjut.
Meski pengobatan kanker serviks saat ini ditanggung BPJS Kesehatan tetapi antrean untuk operasi kanker serviks di lima rumah sakit rujukan nasional sangat panjang. Belum lagi keterbatasan dokter spesialis obyn yang memiliki kapasitas dan kapabilitas melakukan operasi kanker serviks.
Itu sebabnya Bona Evita menyarankan lebih baik melakukan papsmears dan test IVA untuk pencegahan dibanding membiarkan risiko terkena kanker serviks terus berkembang dan pada akhirnya terkena kanker serviks. Pengobatannya tergolong sulit, lama dan menyakitkan dengan berbagai risiko ikutan yang sama bahayanya bagi organ tubuh lainnya.