BALIKPAPAN, MENARA62.COM — Saat transaksi keuangan melalui handphone warga masyarakat diwajibkan fokus, tidak dilakukan sambil mengerjakan kegiatan lain. Hal ini dimaksudkan agar apa yang diklik pada handphone atau Ponsel benar-benar sesuai dengan yang diinginkan.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (OJK DIY), Parjiman mengemukakan hal tersebut kepada wartawan pada Media Gathering di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Jumat (26/5/2023). Media Gathering juga mengunjungi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Lebih lanjut Parjiman mengatakan pengaduan masyarakat yang masuk ke OJK DIY disebabkan warga yang tidak fokus saat melakukan transaksi. “Ada yang mengatakan mereka bertransaksi sambil menerima tamu, sedang memasak mempersiapkan buka puasa, tergesa-gesa untuk beraktivitas lain, dan sebagainya,” kata Parjiman.
Selama Januari – April 2023, OJK DIY telah menerima 110 pengaduan konsumen yang disampaikan baik melalui surat maupun Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) serta 351 pengaduan konsumen secara walk in. Selain itu, di awal masa pandemi pada tahun 2021 hingga 16 April 2022, tercatat sebanyak 557 pengaduan yang dilayani melalui call center OJK DIY. Dari Januari hingga April 2023, OJK DIY telah melayani permintaan informasi debitur SLIK sebanyak 1.457 permintaan.
Total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal dari tahun 2018 hingga 2022 mencapai Rp 16,7 triliun. Maraknya permasalahan investasi ilegal di kalangan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya kemudahan membuat aplikasi, web, dan penawaran melalui media sosial, lokasi server di luar negeri, masyarakat mudah tergiur bunga tinggi dan belum memahami dengan baik konsep berinvestasi.
Parjiman dalam paparannya menyampaikan bahwa masyarakat perlu menerapkan prinsip 2L (Legal dan Logis) sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Legal untuk mengetahui status perizinan badan hukum maupun produk yang ditawarkan. Logis untuk mengetahui investasi yang ditawarkan memiliki imbal hasil wajar dan memiliki risiko.
Untuk mencegah dan menangani kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan, OJK bersama otoritas/kementerian/lembaga terkait membentuk Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari 12 kementerian/lembaga. Di daerah juga telah terbentuk 45 Tim Satgas Waspada Investasi Daerah. Parjiman juga menegaskan bahwa melalui UU P2SK kegiatan investasi ilegal dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur pada pasal 237 dan pasal 305 UU P2SK.
Lebih lanjut, Parjiman juga menyampaikan bahwa pada bulan Maret 2023, total akumulasi pendanaan yang disalurkan oleh industri fintech peer to peer lending secara nasional mencapai Rp 581,5 triliun dengan perolehan akumulasi rekening borrower sebanyak 108,89 juta serta total asset sebesar Rp 6,4 triliun.
Dalam meneyelesaikan pengaduan, kata Parjiman, OJK melakukan secara cepat dan adil. Selain itu, OJK melakukan penindakan dan pemberian sanksi kepada investasi ilegal. OJK juga membuka Posko pengaduan investasi ilegal di Kantor OJK Daerah.
“OJK bersama kementerian dan lembaga terkait yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi akan melakukan pencegahan kerugian masyarakat secara dini (preventif) yang akan dilanjutkan dengan pembukaan Posko pengaduan di setiap Kantor OJK di daerah salah satunya di DIY.” kata Parjiman.
Edukasi dan Pelindungan Konsumen
Menurut Parjiman, ruang lingkup pengaturan dan pengawasan OJK semakin diperluas dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. UU tersebut meliputi Perbankan; Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun; Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK lainnya (termasuk Bulion dan Koperasi Open Loop); Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon; ITSK (Inovasi Teknologi Sektor Keuangan) serta Asset Keuangan Digital dan Asset Kripto; Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan serta Pelaksanaan Edukasi dan Perlindungan Konsumen; dan sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan assessment dampak sistemik Konglomerasi Keuangan.
OJK, tambah Parjiman, juga terus mengakselerasi program literasi dan keuangan secara masif dalam rangka mendukung pencapaian target literasi dan inklusi keuangan. Hal tersebut dilakukan melalui revisi kebijakan/regulasi, implementasi SNLKI 2021-2025, kegiatan literasi keuangan secara offline maupun online, pengembangan infrastruktur edukasi keuangan serta pelaksanaan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan setiap 3 tahun.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 49,68% dan indeks inklusi keuangan sebesar 85,10%. Sedang, indeks literasi keuangan di DIY yaitu sebesar 54,55% dan indeks inklusinya sebesar 82,08%. Di sisi lain, indeks literasi keuangan syariah baru mencapai sebesar 9,14% dan indeks inklusinya sebesar 12,12%.
OJK, kata Parjiman, terus mengakselerasi perluasan akses keuangan regional melalui optimalisasi peran 493 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang tersebar di 34 provinsi dan 459 kabupaten/kota. Program tersebut dilaksanakan melalui program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), program Simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SIMUDA), Program Simpanan Pelajar (SimPel), Program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR), Program Laku Pandai dan Program Ekosistem Keuangan Inklusif di Wilayah Perdesaan. Saat ini, terdapat 6 TPAKD yang telah terbentuk di wilayah DIY yang meliputi 1 TPAKD tingkat provinsi dan 5 TPAKD tingkat kabupaten/kota.
Parjiman menghimbau agar masyarakat selalu berhati-hati dan waspada terhadap pinjaman online ilegal. “Masyarakat harus tahu perbedaan pinjaman online ilegal dan pinjaman online yang resmi dan berizin di OJK. Pinjaman online yang berizin di OJK hanya bisa mengakses 3 hal “CAMILAN” (Camera, Microphone dan Location). Apabila aplikasi pinjaman online dapat mengakses lebih dari 3 hal tadi maka perlu diwaspadai bahwa aplikasi tersebut merupakan pinjaman online ilegal.” kata Parjiman. (*)