Salah satu hal yang cukup mendebarkan hati orang tua siswa pada saat masih SMP atau SMA dulu, adalah jika menerima surat dari pihak sekolah. Sepanjang pengalaman saya ketika masih sekolah di SMA Negeri 3 Ujung Pandang awal tahun 1990an, jika kita menerima surat dari sekolah itu, biasanya adalah berisi dua hal. Panggilan atau peringatan untuk orang tua atas kelakuan siswa dan surat pemberhentian dari sekolah karena sang anak punya masalah di sekolah.
Saya sendiri agak berbeda. Pernah satu kali menerima surat dari sekolah, ketika masih kelas 1. Tepatnya adalah surat dari ketua BP3 yang diketahui oleh kepala sekolah. Surat itu berisi permintaan bantuan untuk pembangunan gedung. Tidak semua siswa mendapat surat ini. Karena orang tua saya ada di Sipirok, jadi surat itu tidak kusampaikan. Saya menyumbang saja ala kadarnya seolah-olah dari orang tuaku.
Lima hari lalu, kami menerima surat dari sekolah putriku. Warrawong High School, New South Wales, Australia. Isinya adalah undangan untuk mendiskusikan perkembangan kemajuan anak didik, pada Rabu, 03 Juli 2019 di ruang perpustakaan sekolah. Undangan tertulis ini dititip kepada putriku. Pada sampul luar, tertulis ditujukan atas namaku dan nama nyonyaku. Bukan hanya kami yang diundang, orang tua lainnya juga diundang.
Hari ini kami memenuhi undangan tersebut. Kurang dari dua puluh menit kami sudah tiba di perpustakaan. Kepada sekolah menyambut kami dengan mesra. Dia merasa kami terlalu cepat datang, karena acara jam satu siang baru dimulai. Kenapa kalian cepat datang? Apakah tidak ada urusan lain, tanyanya. Kami harus datang menyesuaikan dengan jadwal kedatangan bus dari kota. Kami tak punya mobil sendiri. Barulah dia paham.
Kemudian kami dipersilahkan mencicipi hidangan yang disajikan. Berupa makanan ringan. Seorang wanita keturunan Afrika menyodorkannya kepada kami. Betul-betul ringan. Biskuit dan kue kering saja. Lalu bikin kopi atu teh sendiri, bikin sesuka hati. Kopi dan teh serta gula pun air panas tersedia di atas meja. Satu per satu orang tua lainnya mulai berdatangan. Putriku dan teman-temannya pun masuk ke ruangan.
Jam satu persis kami dipanggil masuk. Diberikan tanda pengenal berupa stiker bertuliskan nama kami dan nama putriku, ditempelkan di dada. Awalnya saya pikir, ini kami semua orang tua akan dimasukkan dalam ruangan lalu diceramahi. Sebagaimana sering kita alami di Indonesia jika ada undangan seperti menerima buku rapor siswa. Bukan. Kami dipanggil berdasarkan nama putriku. Kebetulan pula kamilah yang pertama tiba di sekolah.
Secara bergantian kami menghadap tiga orang guru. Guru pertama adalah wali kelasnya, seorang perempuan setengah tua. Giliran berikutnya adalah guru matematika, perempuan juga, jauh lebih tua dari saya. Kemudian yang terakhir adalah guru sains, seorang lelaki, beberapa tahun usianya di atas saya. Durasi pertemuan kami dengan masing-masing guru kurang lebih sepuluh menit.
Dari ketiga guru ini, alhamdulillah, semuanya menjelaskan bahwa putri kami, cukup baik dan sangat menonjol. Lebih dari itu. Ketiganya menyatakan kegembiraannya terhadap siswanya ini. Dimana dia pernah juara satu menulis dan pernah pula mendapat rangking pertama matematika di kelasnya. Ketiganya pun memandang bahwa putriku memiliki kemampuan bahasa, pergaulan yang baik dan inisiatif, di atas teman-temannya. wallahu’alam.
Bahkan guru matematikanya tadi sempat mengatakan bahwa putri kami, akan diutus mengikuti kompetisi matematika tingkat Australia, yang diadakan oleh University of Canberra pada waktu yang akan datang. Semacam olimpiade matematika tingkat nasional. Alhamdulillah, tentu kami senang. Walaupun belum jadi berkompetisi, baru akan diutus, bahkan belum ada kepastian, kami sebagai orang tuanya sudah gembira. Jadi atau tidak jadi, itu hal lain. Menang atau tidak, bukanlah satu persoalan penting. Tapi dijanji akan diutus akan mengikuti kompetisi matematika tingkat Australia, bagi saya itu adalah satu kabar gembira yang harus disyukuri. Inilah pentingnya saya datang ikut tinggal di sini. Salah satunya adalah memastikan anak-anak bisa sekolah dan belajar dengan baik.
Selain ketiga guru tersebut, di sela-sela acara, dua orang guru lain datang menghampiri kami. Satu adalah guru senior, perempuan, setengah tua. Jabatannya di sekolah adalah semacam pengawas sekolah. Dia tidak kenal putriku, dia juga belum pernah ke Indonesia. Tapi dia senang bekerja sebagai guru sekolah. Dan satu lagi yang sempat berdiskusi dengan kami adalah guru lain, perempuan, lebih tua sedikit dari saya. Dia sengaja datang mencari kami. Kenapa bisa?
Sejak mendengar ada siswa asal Sulawesi Selatan, Indonesia, mendaftar di sekolah ini, sang guru tersebut sudah berusaha mencari kami, selaku orang tuanya. Nah dalam kesempatan ini, dia datang ke perpustakaan. Padahal sesungguhnya, dia tidak mengajar di kelas putriku.
Pertama kali kami bertemu, dia menanyakan apakah betul kami dari Makassar Sulawesi? Kami menjawab ya. Dia senyum dan merasa senang bisa bertemu. Lalu dia menceritakan bahwa bulan Nopember 2018 lalu, dia pernah dua minggu di Makassar. Selain pergi rekreasi ke Tana Toraja, saat itu dia mendapat tugas mengajar di Pesantren IMMIM, Tamalanrea, Makassar.
Saya katakan bahwa kantor saya, yakni Kantor Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, di Tamalanrea, tak jauh dari IMMIM, dia semakin senang. Banyak bahasa Indonesia yang dia ketahui. Walaupun tentu tidak lancar. Saya bertanya, mengapa dia banyak tahu Bahasa Indonesia padahal baru dua minggu di Makassar? Jawabannya sangat mencengangkan saya.
Dia bilang bahwa adik kandung lelakinya menikah dengan perempuan dari Indonesia. Adik iparnya adalah orang Medan, Sumatera Utara. Lama-lama dia bilang bahwa, iparnya juga berdarah Bugis. Dimana ayahnya orang Batak dan ibunya orang Bugis. Siapa namanya? Apa marganya? Saya tak ingat persis katanya. Saya bilang coba tanya, nanti kutelusuri. Tak tertutup kemungkinan kita ada hubungan keluarga. Sebab orang Batak itu, jika diurut hingga ke bawah berdasarkan marganya, bisa ditemukan tautan kekeluargaannya.
Tampak dia semakin senang. Nanti saya tanyakan. Jika sudah kutemukan, nanti saya beritahu putrimu, katanya. Bagi saya sendiri, jika nanti ada pertautan keluarga, akan menjadi modal sosial bagi saya. Paling tidak, ada orang lokal yang dikunjungi atau saling berkomunikasi. Sebab, sebenarnya saya sedang mencari orang lokal, yang bisa kujadikan tempat klarifikasi tentang berbagi informasi mengenai benua kanguru ini.
Poin yang paling penting dari artikel ini yang ingin sampaikan adalah bahwa hubungan antara orang tua dengan sekolah harus erat. Undangan kepada kami untuk diskusi tentang perkembangan studi siswa adalah salah satu bentuk tanggung jawab bersama terhadap siswa. Inilah salah satu menyebabkan mengapa pendidikan di sini cukup baik dan maju. Bukan karena sekolah favorit pun memersoalkan zonasi sekolah.
Penulis: Haidir Fitra Siagian, Omar Mosque, Wollongong, Rabu (3/7/2019) ba’da magrib.