25.9 C
Jakarta

Pasca Permusyawaratan, “Menggerakkan” Muhammadiyah Sebuah Keniscayaan

Baca Juga:

 

Oleh : Ace Somantri

BANDUNG, MENARA62.COM – Sudah berjalan beberapa bulan pasca permusyawaratan Muhammadiyah tingkat pusat dan wilayah, dan bahkan ada beberapa daerah. Kita sebagai warga persyarikatan baiknya segera menata kembali rancangan teknis berbagai kegiatan yang telah disepakati dalam program kerja saat permusyawaratan digelar. Setumpuk tulisan tersusun rapih dan sistematis uraian program kerja dan kegiatan Muhammadiyah yang segera harus dijalankan karena hal tersebut adalah amanah persyarikatan dan warga Muhammadiyah. Berbagai Majelis dan lembaga saat ini cukup banyak, masing-masing pimpinan memiliki tanggung jawab mengarahkan dan merancang operasional kegiatan, mulai mempersiapkan personil majelis dan lembaga juga kebijakan teknis lainnya agar program kegiatan berjalan sesuai rencana. Akselerasi dan kolaborasi berbagai pihak harus sudah dijajaki sedari sekarang pasca permusyawaratan.

Menggerakkan sebuah kata yang memiliki makna “menjadi bergerak” begitu dalam kamus KBBI, dan sinonimnya dapat dipahami dengan kata memobilisasi atau mengaktifkan. Ada celotehan dari aktifis persyarikatan, jangan sampai setelah permusyawaratan, pembentukan struktur, dan penyusunan personalia persyarikatan Muhammadiyah di majelis dan lembaga lantas diam tidak bergerak, karena ada kebiasaan sebelumnya saat setelah terbentuk pengurus sangat minim gerakan dari unsur pembantu pimpinan, baik majelis maupun lembaga. Begitu kira-kira penjelasan pemaknaan dari ungkapan sederhana “tukcing ( sudah dibentuk cicing)” atau saat setelah pengurus terbentuk pada diam tidak bergerak. Sehingga pengalaman yang lalu, saat majelis dan lembaga pembantu pimpinan persyarikatan tidak berjalan berarti ada sesuatu yang menghambat, baik dari internal maupun eksternal, biasanya selain pendanaan melainkan komitmen dan kemampuan anggota pimpinan persyarikatan, dan pembantu majelis dan lembaga dalam “menggerakkan” masing-masing bidang yang dibawah koordinasi pimpinan persyarikatan masing-masing pada levelnya, baik pusat, wilayah dan juga daerah.

Menggerakkan Muhammadiyah sama halnya menggerakkan agama Islam, hal tersebut menjadi kewajiban bukan hanya umat muslim secara personal namun juga kewajiban institusional yang melabeli sebagai entitas kelompok sosial berbasis keagamaan. Muhammadiyah sudah satu abad lebih, saat ini berjalan di abad kedua pada masa era global, dengan rasa penuh bangga banyak amal usaha yang menjadi simbol hasil gerak nyata para founding fathers dalam membangun citra dan karya nyata. Bahwa Muhammadiyah hadir dan berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan publik global. Kehadirannya sejak saat sebelum merdeka bangsa Indonesia ini, Muhammadiyah memiliki komitmen yang teruji dan terbukti akan sebuah gerakan nyata. Gerakan tersebut mustahil terwujud apabila tidak ada yang menggerakkan, nyata dan pasti bahwa adanya karya-karya monumental adalah adanya keterlibatan sosok-sosok orang yang “menggerakkan” atau mengaktifkan rumah besar Muhammadiyah dari berbagai aspek dan bidang yang ada di lingkungan masyarakat itu sendiri. Seharusnya, dengan usia satu abad lebih sebaiknya budaya menggerakkan lebih masif dan akseleratif.

Selanjutnya berharap usai musyawarah ada langkah dan tahapan-tahapan strategis “menggerakkan” Muhammadiyah agar mencapai target capaian yang dibutuhkan, perlu penegasan sebaiknya perencanaan operasional mulai “dari mana hingga mencapai apa” dan juga sangat perlu strateginya yang disesuaikan berdasarkan identifikasi dan kajian rasional yang objektif.

Pertama, directing-commanding. Pimpinan koordinator bidang mengarahkan, mengendalikan, memberi intruksi dan saran-saran pada majelis dan lembaga terkait dalam menjalankan program kegiatan selama satu periode kepemimpinan sesuai visi dan misi persyarikatan pada masing-masing level pimpinan yang efektif dan dapat meningkatkan kualitas program serta dipastikan dalam pelaksanaaanya tetap harmonis.

Kedua, controlling-evaluating. Pimpinan koordinator bidang melakukan pengawasan kepada pimpinan majelis dan lembaga terkait dalam proses menjalankan program kegiatan berdasarkan alat ukur dan indikator ketercapaian program sesuai skala prioritas yang disepakati. Sehingga saat pengawasan kegiatan fokus dan terarah, serta membuat tim work lebih jelas, terarah dan juga fokus pada target capaiannya. Kemudian saat akhir program kegiatan, rekomendasi hasil pemantauan dan pengawasan dapat direkomendasikan untuk ditindaklanjuti, baik itu positif maupun hal yang negatif dan berlanjut pada evaluasi program kegiatan. Pada program lanjutan berdasarkan evaluasi dapat dilihat indikator ketercapaian yang dirumuskan dan ditentukan dalam rencana strateginya.

Menggerakkan majelis dan lembaga sebagai pembantu pimpinan persyarikatan, secara praktis dapat dilakukan untuk membangun iklim kerja di entitas nirlaba sosial Muhammadiyah. Kiranya dapat sharing hal ihwal bagaimana bentuk menggerakkannya? Paling tidak ada beberapa hal teknis yaitu 1). Koordinator bidang senantiasa memberikan dan menjelaskan program kerja yang seharusnya dikerjakan. 2). Koordinator bidang memberikan penjelasan petunjuk dan teknis pelaksanaan program kegiatan yang sesuai dengan visi dan misinya. 3). Memberikan kesempatan yang luas dan terbuka kepada pimpinan majelis dan lembaga beserta tim worknya untuk mengeksplorasi ide dan gagasannya dalam meningkatkan kompetensi dan skill serta efektifitas hasil. 4). Membuka ruang kebebasan berkreasi dan berinovasi dalam berkontribusi pemikiran untuk kemajuan majelis dan lembaga. 5). Memberikan kritik dan koreksi atau mengingatkan untuk perbaikan dan peningkatan mutu kualitas program kegiatan, baik proses maupun hasilnya. 6). Memberikan apresiasi dan penghargaan saat setiap proses pelaksanaan kegiatan telah selesai, baik dengan pendekatan materil maupun immateril, termasuk memberikan sanksi yang mengedukasi saat terjadi pelanggaran.

Menggerakkan Muhammadiyah, seperti yang mudah namun butuh energi cukup. Apalagi persyarikatan lembaga entitas nirlaba, tuntutannya lebih pada pendekatan volunteer yang memiliki jiwa filantrofis. Sekalipun dalam kegiatannya mengandung unsur-unsur material pragmatis, hal tersebut menjadi hal wajar, bahkan seharusnya ada “ujroh” karena hal tersebut bagian dari dampak konsekuensi pada masing-masing program kegiatan yang dikerjakan dan dijalankan secara profesional. Jikalau ada yang mempermasalahkan dapat dimaklumi, karena memungkin kemampuan berfikir dan beramalnya memungkinkan di bawah standar atau dalam menjalankan program hanya sekedar ada, bahkan sangat memungkinkan programnya tidak berjalan selama satu periode. Profesionalitas dalam menjalankan amanah adalah suatu kemestian, karena secara tidak langsung saat bersedia menjadi pimpinan dan pengurus sudah berikrar dan bersaksi menerima amanah dari warga dan persyarikatan Muhammadiyah.

Menggerakkan idealnya harus melahirkan gagasan kreatif dan inovatif, membangun spirit dan motivasi penggerak di lingkungan aktifis persyarikatan, baik anggota pimpinan berbagai level maupun ortom-ortomnya. Hasil menggerakkan yang genuine, akan menumbuhkan benih dan bibit unggul berbagai varietas sesuai kebutuhan dunia saat ini dan hari esok. Karena, sumber daya manusia dengan berbagai macam varietas unggul akan meregenerasi kader – kader unggul dan sebaliknya apabila terjadi layu dan mati sebelum berbuah artinya saat meregenerasinya tidak dengan cara baik dan penuh intrik dan manipulatif. Sehingga wajar, gagasan-gagasan brilian, faktanya banyak terendapkan dalam brangkas dokumen selama tidak ada keberpihakan yang adil dan terbuka. Wallahu’alam.

Bandung, April 2023

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!