YOGYAKARTA, MENARA63.COM — Pemikiran Prof Haedar Nashir menjadi mata hati peradaban Islam dalam Keindonesiaan. PDI Perjuangan mengucapkan selamat atas pemberian gelar akademik tertinggi yang diberikan kepada Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi.
Haedar resmi dikukuhkan menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Sosiologi, Kamis, (12/12/2019) di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
“Ibu Megawati Soekarnoputri dan keluarga besar PDI Perjuangan ikut berbangga atas pemberian gelar guru besar kepada Prof Dr Haedar Nashir MSi. Beliau sosok yang rendah hati, sempurna pandangan pemikirannya untuk kebesaran Muhammadiyah, kemaslahatan umat, dan tentu saja untuk kemajuan Indonesia Raya,” kata Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto, usai menyaksikan acara pengukuhan.
Menurut Hasto, apa yang disampaikan oleh Haedar Nashir yang mengedepankan moderasi sebagai suatu metode mengatasi masalah dengan cara mengatur, memandu, dan mengedepankan dialog, serta lebih memilih cara persuasif dan komunikasi interaktif merupakan pendekatan terobosan yang sesuai dengan tata budaya Indonesia. Meskipun demikian moderasi tetap berdiri kokoh di atas hukum.
“Pendapat Beliau bahwa radikalisme yang dilawan dengan cara radikal akan menciptakan radikalisme baru adalah suatu kritik. Dengan moderasi, maka penangganan berbagai bentuk ekstrimisme di ranah agama, politik, dan ekonomi akan dilakukan dalam persepktif yang lebih luas. Moderasi bertopang pada kemanusiaan dan keadilan,” ujar Hasto.
Ditambahkan Hasto, gagasan Prof Haedar Nashir bahwa Pancasila berdiri tengah dimaknakan sebagai komitmen kebangsaan agar Indonesia tidak terombang-ambing pada tarik menarik kepentingan ekstrim kiri dan kanan.
“Selamat untuk Prof Dr Haedar Nashir MSi. Gelar guru besar tersebut membuktikan kuatnya tradisi keagamaan dan sekaligus tradisi intelektual yang hidup di Muhammadiyah,” ujar Hasto Kristiyanto.
Haedar Nashir menyampaikan pidato pengukuhan guru besa dengan judul “Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi”. Pidato itu panjangnya 84 halaman.
Tokoh
Pengukuhan Haedar dihadiri sejumlah menteri, mantan menteri dan tokoh termasuk Wakil Presiden periode 2014-2019, Jusuf Kalla. Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju hadir, seperti: Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Agama, Fachrul Razi, Menteri Koperasi Teten Masduki, Mensesneg Pratikno, mantan menteri Susi Pudjiastuti, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Malik Fadjar, dan Buya Syafii Maarif.
Dalam satu bagian pidatonya Haedar menyampaikan moderasi Indonesia dan keindonesiaan sebagai pandangan dan orientasi tindakan untuk menempuh jalan tengah atau moderat merupakan keniscayaan bagi kepentingan masa depan Indonesia yang sejalan dengan landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita kemerdekaan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan spirit para pendiri bangsa.
“Indonesia harus dibebaskan dari segala bentuk radikalisme baik dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi maupun ortodoksi dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan yang menyebabkan Pancasila dan agama-agama kehilangan titik moderatnya yang autentik di negeri ini,” ujar Haedar.