JAKARTA, MENARA62.COM — Pada tahun 1980, untuk pertama kali Dewan Kesenian Jakarta menyelenggarakan “Temu Teater”, Wahyu Sihombing menulis bahwa, “manusia sebagai modal utama teater dengan memanfaatkan lingkungan, masalah sumbangan teater rakyat atau teater tradisionil kepada teater modern Indonesia, kondisi teater kita dewasa.”
Dalam Temu Teater yang terjadi 37 tahun lalu itu, sejumlah sutradara diundang untuk membagi pengalaman kerja dan konsep teater yang menjadi basis penciptaan mereka. Temu Teater yang menghasilkan gema cukup panjang itu, paling tidak telah memproduksi banyak hal: pengetahuan teater, kritisi teater, mapping teater yang memunculkan kota-kota baru dalam teater Indonesia.
Dalam rentang waktu yang panjang, Pekan Teater Nasional mulai diluncurkan ke publik teater tahun 2017. Forum ini digagas Direktorat Kesenian Kemendikbud, sebagai pasar gagasan teater, mapping pencapaian estetika teater, dan rekam jejak sejarah teater modern Indonesia. Edukasi, literasi, dan inovasi merupakan kata kunci dalam kerja kuratorial yang dilakukan.
Dalam Focus Grup Discussion (FGD) Temu Teater yang berlangsung di Yogyakarta, 21 – 25 Agustus 2017 menjadi ruang pertemuan dari 9 Kurator, 16 Grup teater dari berbagai kota di Indonesia, 7 Periset teater dari berbagai kota di Indonesia, Fasilitator FGD dan Seniman Lintas Media untuk sharing metode penciptaan. Temuan utama dari FGD ini memperlihatkan bahwa aktifisme teater di Indonesia berlangsung dalam 3 ragam dan ikut menjelaskan ciri khas teater modern di Indonesia: Teater Kota, Teater Komunitas dan Teater Kampus. Ketiga teater ini akan menampilkan pertunjukan terbaik di Pekan Teater Nasional 2018.
“Komponen- komponen publik kemudian menjadi kata kunci baru dalam ruang eksternal ini (pertunjukan, pameran, simposium) untuk bagaimana Pekan Teater Nasional membawa kekinian teater modern di Indonesia, baik sebagai pembentukan karakter, edukasi, maupun regenerasi teater ke masyarakat Indonesia umumnya” tutur Afrizal Malna, Ketua Komite Teater, Dewan Kesenian Jakarta.
Temu Teater Indonesia “Pekan Teater Nasional” 2018 . Sihir Teater Indonesia (Teater 15 Kota) diselenggarakan oleh Direktorat Kesenian, Kemendikbud bersama Komite Teater-Dewan Kesenian Jakarta akan berlangsung pada 6-14 Oktober 2018 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Dalam setiap harinya terdapat 2 pertunjukan teater yang diselenggarakan pukul 16.00 WIB dan 20.00 WIB.
Rangkaian acara yang akan berlangsung diantaranya: Pameran Arsip Sihir Teater Indonesia, Garis Waktu Setiap Masa Kini, Garis Waktu Pendidikan Teater di Indonesia, Teater 15 Kota, 16 teater peserta PTN, Sutradara 16 teater peserta PTN dan pameran Sihir ruang dalam kotak kertas: Yudhistira Wididarma.
Pada tanggal 6 Oktober 2018 akan berlangsung “Anugrah N.Riantiarno”. Tokoh teater yang menggeluti teater sepanjang 53 tahun. Dari tangannya lahir Teater Koma. Anugrah N. Riantiarno akan diisi Talkshow bersama N.Riantiarno, Ratna Riantiarno, Idris Pulungan, Benny Yohannes dan Rebecca Kezia 6 Oktober 2018, Pukul 16.00 WIB di Gedung Pertemuan Kemdikbud, Gedung A, Lt 3. Jl. Jenderal Sudirman-Jakarta “PTN 2018 adalah forum partisipatif untuk saling mempertajam ‘peta-makna’, khususnya bagi 16 grup hasil kurasi, tetapi juga untuk eksponen pegiat teater yang sedang tumbuh, dan menunggu momen aktualisasinya. Kompilasi pandangan dan pembacaan atas kreativitas dan progres dari tiap-tiap grup peserta perlu dirajut bersama, untuk menemukan pertautan gagasan gagasan agar bisa diusung sebagai wacana yang tumbuh” jelas Benny Yohanes, kurator Pekan Teater Nasional 2018. Begitupun dengan Seno Joko Suyono sebagai kurator PTN 2018 yang memaparkan pencapaian PTN 2018.
“Harapan kita adalah bagaimana pertemuan Teater Nasional yang digagas oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini bukan hanya sekedar inventarisasi atau pemetaan terhadap keberagaman teater di nusantara .Pertemuan ini dilatari keyakinan bahwa 15 sutradara yang diundang mempunyai potensi untuk melahirkan ide segar dan memiliki kemampuan menyebarkan virus kreatif di kota atau kabupatennya masing-masing. Virus agar para aktivis teater berani untuk terus menerus memperluas batas-batas dan bentuk artistik teater.” (dkj)