Banyak orang yang terheran-heran dengan keunikan bulan Ramadhan. Mereka merasakan betapa ringannya beribadah di bulan penuh berkah itu. Tidak seperti hari-hari lain, jangankan menunaikan amalan-amalan sunnah, ibadah-ibadah wajib saja terasa berat bila Ramadhan telah lewat.
Apalagi bila perasaan ini dibenturkan dengan kenyataan yang kerap menghinggapi para pekerja. Keinginan untuk memperbanyak kesempatan agar senantiasa bisa berdekatan dengan Sang Maha Pencipta, seringkali terpaksa dikalahkan dengan tugas serta kewajiban mencari nafkah. Jangankan mengutamakan waktu untuk urusan akhirat, membelah porsi agar aktivitas dunia-akhirat terbagi seimbang saja nyaris tak mungkin.
Akibatnya, pesan agar kun rabbaniyan walaa takun ramdhaniyyan (jadilah hamba Allah dan janganlah menjadi hamba Ramadhan), istilah yang akan sering kita dengarkan paska Ramadhan di negara-negara Timur Tengah.
Pesan ini seakan menjadi angin lalu. Kesulitan itu seolah menguatkan stigma bahwa insan yang rabbani memang hanya bisa kita wujudkan di bulan Ramadhan. Bulan-bulan lainnya, tidak.
Saya ingin menepis kesan itu. Bahkan saya hendak meyakinkan bahwa belajar dari keseharian selama Ramadhan, setiap orang sesungguhnya dipermudah untuk menjadi insan yang rabbani. Kuncinya terletak pada pengelolaan, manajemen. Manajemen ini baik untuk kita terapkan di luar Ramadhan.
Pertama, manajemen produksi. Saya menggunakan istilah produksi untuk mengkategorikan aktivitas yang kita tujukan untuk menjemput rejeki maupun untuk mengejar keridhoan Allah. Urusan dunia dan akhirat itu sama penting.
Do’a yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, tiap tiga bulan jelang memasuki Ramadhan sudah memberi pesan perihal pentingnya kita melakukan pengelolaan. Kita diajarkan untuk bersiap-siap, dan karena durasi yang terbatas (satu bulan) kita diarahkan untuk memaksimalkan waktu yang tersedia dengan merencanakan apa saja aktivitas yang akan kita lakukan, seberapa besar kuantitas dan kualitasnya, dan kapan aktivitas tersebut kita tunaikan.
Pada saat perencanaan, selayaknya kita sudah menempatkan mana tugas serta kewajiban sebagai pekerja, dan mana aktivitas yang kita lakukan untuk lebih berdekatan dengan Allah, semisal sholat malam, tilawah qur’an, dhuha, dzikir dan sebagainya.
Tentu saja, unsur komitmen dan disiplin menjadi bagian tak terpisahkan dalam perencanaan. Bila ada agenda dadakan yang muncul di luar dugaan, kita harus segera dicarikan jadwal pengganti agar aktivitas beserta target yang telah ditetapkan dapat terlaksana seoptimal mungkin.
Kedua, manajemen reproduksi. Kita harus re-charge fisik kita agar hal-hal produktif dapat kita kerjakan kembali di hari esok. Di sini pentingnya kita mengatur perkara tidur dan makan.
Ramadhan mengajarkan, saat terbaik untuk bangun adalah di sepertiga malam, sekitar satu jam sebelum adzan subuh. Kita diajarkan juga, bangun tidur setelah adzan subuh berkumandang itu sesungguhnya sudah amat terlambat. Karena itu, waktu tidur pun harus kita sesuaikan agar jauh sebelum subuh kita sudah terjaga, bersih, rapi serta siap memulai aktivitas.
Unsur reproduksi yang tak kalah penting adalah makan. Bahkan ini sangat penting. Entah apa rahasianya, saya merasa ada sesuatu yang berbeda antara makan menjelang subuh (sahur) dan sarapan pagi (setelah pukul 6). Jauh lebih enak makan sahur ketimbang sarapan pagi. Mungkin sahur memang waktu paling tepat untuk pertama kali kita memasukkan makanan ke perut kita.
Selain awal makan yang tepat, ramadhan juga mengajarkan kita untuk mengatur pola makan. Kekenyangan terbukti sangat kurang baik bagi kesehatan. Kendati ada hidangan menggiurkan, kita diajarkan agar tidak makan terlalu kenyang karena bisa menyebabkan kantuk dan malas saat menjalankan aktivitas yang harus kita tunaikan. Berhentilah sebelum merasa kenyang, makan setelah merasa lapar. Ini nasehat yang sering kita dengar, namun terkadang tidak mudah untuk menjalaninya.
Situasi dan kondisi inilah yang tanpa sadar berlangsung sepanjang Ramadhan. Selama sebulan penuh, kita mudah sekali menonjolkan aktivitas yang erat kaitannya dengan upaya mendekatkan diri pada Allah. Bagi saya, sebenarnya hal itu sangat dipengaruhi oleh agenda yang sudah menjadi bagian utama dari ibadah bulan Ramadhan seperti tarawih, sahur, buka puasa.
Dengan memetik unsur manajemen dan menerapkannya di bulan-bulan lain, semestinya kita dapat merasakan suasana yang sama kendati kita berada di luar bulan Ramadhan.
kun rabbaniyan walaa takun ramdhaniyyan
Wallahu’alam.
Penulis: Mochamad Husni