YOGYAKARTA, MENARA62.COM
Di Indonesia, kesehatan mental sering dianggap sebagai topik yang tabu untuk dibicarakan. Banyak stigma yang masih melekat kuat pada seseorang yang mengalami gangguan mental. Stigma merupakan suatu prasangka yang merendahkan atau menolak seseorang ataupun kelompok karena dianggap berbeda dari diri sendiri atau mayoritas orang (Ahmedani, 2011).
Mereka sering dianggap lemah atau bahkan dianggap tidak mampu mengatasi masalah hidup. Pandangan ini membuat banyak orang takut untuk meminta bantuan kepada orang lain karena sering dianggap tidak normal. Padahal, gangguan mental bisa dialami oleh siapa saja tanpa memandang gender, usia, bahkan kaya ataupun miskin. Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), “Secara global, diperkirakan satu dari tujuh (14%) anak usia 10-19 tahun mengalami gangguan kesehatan mental.”
Hal tersebut diperburuk oleh kurangnya edukasitentang kesehatan mental di lingkungan masyarakat. Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui apa itu gangguan mental, penyebabnya, cara mencegah, bahkan cara menanganinya.
Kurangnya pemahaman mengenai gangguan mental membuat pencegahan terhadap gangguan mental menjadi kurang optimal. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dariNurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog, yang mengatakan, “Stigma dapat membuat pasien terhalang untuk mendapatkan perawatan terbaik yang seharusnya dapat mereka terima.”
Kemudian, masalah kesehatan mental dapat berkembang tanpa terdeteksi ataupun ditangani dengan baik. Maka dari itu, Indonesia perlu bicara lebih banyak mengenai kesehatan mental sehingga masyarakat Indonesia dapat lebih memahami dan menjaga kesehatan mental sejak dini.
Kesehatan Mental sebagai Hak Asasi Manusia
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan,” sebagaimana diatur dalam UUD 1945, khususnya pada Pasal 28H ayat (1) yang menjamin hak setiap orang untuk memperoleh kehidupan yang layak, termasuk layanan kesehatan.
Hal tersebut menandakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang sehat, yang mencakup juga kesehatan mental. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), “Kesehatan mental merupakan suatu keadaan ketika seseorang dapat menyadari potensi yang ada didalam dirinya, menyelesaikan masalah dengan normal, dan berinteraksi dengan orang lain.”Sehubungan dengan hal ini, kesehatan mental tidak hanya berkaitan dengan gangguan psikologis, tetapi juga mencakup kesejahteraan secara menyeluruh.
Pemenuhan hak kesehatan mental sudah didukung oleh dasar hukum di Indonesia tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk pemenuhan hak ini. Beberapa tantangan tersebut yaitu fasilitas kesehatan mental di beberapa daerah seperti rumah sakit jiwa, minimnya jumlah tenaga profesional seperti psikiater, dan adanya stigma sosial bagi penderita gangguan mental.
Kesenjangan penanganan kesehatan mental di Indonesia mencapai lebih dari 90%, yang menunjukkan bahwa lebih dari 90% penderita gangguan jiwa tidak mendapatkan layanan terapi, dan hanya sekitar kurang dari 10% penderita gangguan jiwa yang mendapatkan layanan terapi dari tenaga kesehatan(Riskesdas, 2018). Hal tersebut membuat banyak masyarakat di Indonesia yang sedang membutuhkan layanan kesehatan mental enggan untuk mengaksesnya dan cenderung menutup diri.
Isu Stigma dan Tabu Kesehatan Mental
Faktor penghambat dalam pemenuhan hak kesehatan mental yaitu stigma di masyarakat mengenai seseorang yang mengalami gangguan mental. Banyak masyarakat di Indonesia yang menganggap gangguan mental sebagai aib yang dapat mempermalukan diri mereka.
Bahkan di media sosial, justru banyak orang yang mengintimidasiindividu yang sedang berbagi cerita tentang kesedihannya. Padahal, itu adalah hal yang wajar, dan akun tersebut sepenuhnya milik mereka, yang berhak untuk melakukan dan berekspresi sesuka hati, seperti berbagi cerita kesedihan. Stigma yang diterima oleh orang dalam gangguan jiwa adalah anggapan masyarakat yang memandang mereka berbeda dan menjauhi mereka (Setiawati, 2012). Dengan terjadinya hal tersebut membuat mereka mengisolasi diri sehingga dapat memperburuk kondisi mental mereka.
Stigma ini juga diperburuk oleh edukasi terhadap masyarakat mengenai kesehatan mental. Pendidikan di Indonesia belum memasukkan materi tentang betapa pentingnya kesehatan mental dan hak atas kesehatan secara menyeluruh. Padahal, jika materi tersebut dapat diterapkan dapat mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental karena telah memahami hal tersebut sejak dini. Selain itu, pemahaman yang lebih baik juga dapat mendukung orang lain yang sedang membutuhkan bantuan.
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah
- Melakukan Penyusunan dan Menegakkan Kebijakan Mental
Dalam mengembangkan kebijakan kesehatan mental, pemerintah perlu menyediakan dana yang cukup untuk program kesehatan mental. Selain itu, dalam pelayanan kesehatan, pemerintah diharapkan dapat mengintegrasikan layanan kesehatan mental.
- Mengurangi dan Mencegah Stigma melalui Kampanye Edukasi
Pemerintah harus rajin dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kesadaran tentang menjaga kesehatan mental. Hal ini diharapkan dapat mengubah pandangan masyarakat sehingga bisa mendukung seseorang yang sedang membutuhkan bantuan dalam perawatan kesehatan mental.
- Memastikan Adanya Layanan Kesehatan Mental secara Menyeluruh
Dalam hal ini, pemerintah juga perlu dalam memantau bahwa layanan kesehatan dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan tanpa terkecuali. Misalnya, dalam memastikan bahwa di setiap daerah terdapat rumah sakit, puskesmas, bahkan pusat layanan kesehatan mental.
- Melakukan Pelatihan dan Meningkatkan Tenaga Kesehatan Mental
Selain memastikan bahwa tersedianya fasilitas kesehatan mental, pemerintah juga harus meningkatkan kualitas dan kapasitas dari tenaga kesehatan mental di berbagai daerah Indonesia. Misalnya, dalam melakukan pelatihan lebih lanjut bagi tenaga medis kesehatan mental, seperti psikolog dan psikiater.
- Menyediakan Dukungan Psikososial dan Sosial
Pemerintah diharapkan dapat memperkuat jaringan dukungan sosial untuk seseorang yang sedang mengalami gangguan mental. Hal tersebut dapat dilakukan melalui program rehabilitas sosial, bantuan psikososial bagi keluarga penderita, bahkan dapat melalui kelompok dukungan komunitas.
Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat
- Mendukung Program Kesehatan Mental
Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk membuat program kesehatan mental dan tugas dari masyarakat sendiri yaitu mendukung secara penuh program-program tersebut. Masyarakat dapat menjadi relawan, membantu dalam penggalangan dana, bahkan dapat ikut serta dalam kampanye kesadaran untuk mendukung layanan kesehatan.
- Berpikiran Terbuka dalam Hal Kesehatan Mental
Dalam hal ini, masyarakat diharapkan dapat berpikiran terbuka dalam pemahaman mengenai kesehatan mental. Dengan begitu, seseorang yang sedang mengalami gangguan mental dapat merasa lebih didukung dan diterima dalam lingkungan sosial.
- Mengurangi Diskriminasi dan Stigma
Setelah masyarakat dapat berpikiran terbuka dalam hal kesehatan mental, diharapkan stigma terkait kesehatan mental dapat berkurang. Selain itu, masyarakat juga harus mendukung seseorang disekitar mereka yang sedang mengalami gangguan kesehatan mental.
- Mencari Bantuan secara Terbuka
Dengan adanya pikiran yang terbuka dan tidak adanya stigma tentang gangguan mental di masyarakat, diharapkan seseorang yang terkena gangguan mental dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan mental tanpa adanya rasa takut.
- Membangun Komunitas Kesehatan Mental
Masyarakat juga dapat membangun komunitas yang peduli terhadap kesejahteraan mental anggotanya. Misalnya saja, pada kelompok yang menyediakan ruang terbuka untuk berbicara mengenai kesehatan mental dan saling membantu.
Pemenuhan hak atas kesehatan mental tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja tetapi masyarakat juga. Kolaborasi antara keduanya sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat, di mana hak atas kesehatan mental dapat terpenuhi dengan baik. Pemerintah fokus terhadap kebijakan dan layanan yang memadai, sementara masyarakat dapat mendukung dengan mengurangi stigma dan memberikan dukungan sosial. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat lebih menjamin hak atas kesehatan mental secara adil.
Penulis: Nesya Nuwaini Pertiwi
Mahasiswa Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Yogyakarta.