32.5 C
Jakarta

Pemerintah Dinilai Kurang Sensitif Terhadap Arsitektur Keuangan Mikro

Baca Juga:

PEKALONGAN, MENARA62.COM–  Banyak lembaga keuangan khususnya perbankan yang mengeluarkan produk keuangan mikro. Kondisi tersebut menjadikan kompetisi mikro finance di lapangan menjadi tidak sehat.

Akibatnya sering terjadi kanibalisme antar keuangan mikro khususunya perang tarif rate.

“Tata kelola arsitektur keuangan mikro tidak ada. Pemerintah harus sensitif melihat ini,” Kata Achmad Suud Ketua Induk Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah – Baitut Tamwil Muhammadiyah (KSPPS – BTM) terkait evaluasi pengembangan keuangan mikro 2017 dan sekaligus out look keuangan mikro 2018, Selasa (07/11/2017).

Selain melihat perlunya tata kelola arsitektur keuangan mikro di Indonesia, hal lain lanjut Achmad Suud adalah perlunya harmonisasi regulasi pengelolaan keuangan mikro. Selama ini pemerintah terkesan ambiguitas, khususnya dalam perlindungan. Terbukti dengan adanya dua regulasi yang ada seperti UU No 25 Tahun 1992 tentang koperasi dan UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dimana dua regulasi tersebut belum mampu sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap keberadaan koperasi dan LKM.

Untuk membangun keharmonisan dalam mengembangkan keuangan mikro terintegrasi, Induk KSPPS BTM meminta adanya harmonisasi regulasi antara Kementerian Koperasi dan UKM dan Otoritas Jasa Keuangan. Dengan demikian ambiguitas terhadap pengembangan keuangan mikro di Indonesia jelas arahnya.

Achmad Suud juga menilai dalam tahun 2018,  perlu dilakukan upaya – upaya dalam pembenahan iklim usaha yang kondunsif khususnya disektor rill yang ada selama ini. Induk KSPPS BTM mengevaluasi dalam perjalanan 2017 belum ada usaha – usaha yang spektakuler yang dilakukan oleh pemerintah dalam mendorong iklim usaha di sektor riil.

Hal ini terbukti dengan minimnya penyerapan modal usaha mikro finance disektor riil,  karena lesunya peluang peluang yang ada selama ini. Untuk itu, sangat penting pemerintah melakukan deregulasi yang menghambat pengembangan sektor riil yang ada selama ini.

“Jika hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah dikhawatirkan gini rasio akan meningkat dan partisipasi masyarakat dalam sosial, ekonomi dan politik akan melemah dan ini berbahaya dalam kerangka negara demokrasi,”papar Suud.

Peran keuangan mikro seperti LKM dan koperasi sangat vital perannya khususnya membantu pemerintah dalam program – program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan. Selain itu juga membantu dalam penguatan permodalan di daerah agar tidak terjadi capital out flow (pelarian modal). Terkait dengan hal ini, Muhammadiyah siap untuk mendukung program pengembangan mikro finance. Apalagi selama ini Muhammadiyah telah memiliki BTM sebagai arsitektur keuangan Muhammadiyah dalam mikro finance. (Agus Y)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!