Jakarta, MENARA62.COM – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim, menyatakan, bahwa pemerintah secara resmi mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dengan dimulainya Panitia Antar Kementerian (PAK).
SesKemenKopUKM, Arif Rahman Hakim, saat membuka rapat PAK RUU Perkoperasian di Jakarta, Rabu (18/01/2023) kemarin, mengatakan PAK RUU Perkoperasian dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun 2023, yang beranggotakan wakil dari lintas kementerian/lembaga, seperti Kemenko Perekonomian, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kemendagri, Kementerian Investasi/BKPM, OJK, Kejaksaan Agung, dan lain-lain.
RUU Perkoperasian diharapkan dapat mulai dibahas Komisi VI DPR RI pada masa sidang Triwulan Kedua 2023. Sehingga, pada 2023 ini segera terbit UU Perkoperasian yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
“Ini menjadi momentum membangkitkan minat masyarakat untuk berkoperasi,” ucap Arif.
UU Nomor 25 Tahun 1992 diberlakukan kembali setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan dan dinyatakan tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi melalui judicial review. “UU 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan koperasi di era digital,” kata Arif.
Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM menginisiasi penyusunan RUU Perkoperasian yang melibatkan peran aktif gerakan koperasi dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Arif menambahkan, pemerintah bersama DPR-RI periode 2014-2019 telah membahas RUU Perkoperasian yang disusun sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, RUU tersebut tidak berlanjut ke sidang Paripurna, sehingga masuk dalam kategori Daftar Kumulatif Terbuka.
“Dengan status kumulatif terbuka, maka pembahasannya di Komisi VI DPR-RI dapat dilakukan di luar program legislasi nasional,” ucap SesKemenKopUKM.
Pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM, memiliki opsi untuk mendorong RUU ini dibahas pada masa sidang DPR tahun 2023 ini.
“Pada 2022, Kementerian Koperasi dan UKM kembali melakukan pembahasan penyusunan RUU Perkoperasian, yang sempat terhenti pada tahun 2019,” kata Arif.
Isu Strategis RUU Perkoperasian
Berbagai isu strategis pun telah dipetakan yang mencakup ketentuan permodalan, tata kelola koperasi, perluasan lapangan usaha, ketentuan kepailitan koperasi, dan sanksi pidana.
“Yang paling krusial adalah penguatan ekosistem perkoperasian, melalui pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS Koperasi), otoritas pengawasan simpan pinjam koperasi, serta komite penyehatan koperasi”, kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi pada kesempatan yang sama.
Menurut Zabadi, pihaknya telah melakukan serap aspirasi ke sejumlah daerah, yaitu Surakarta, Surabaya, Malang, Medan, Pontianak, Padang, Denpasar, Makassar, Yogyakarta, dan Jawa Barat, yang melibatkan gerakan koperasi, aparatur dinas koperasi, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Bahkan, ada serial diskusi melalui daring (zoom) agar menjangkau aspirasi secara lebih luas dan masif.
“Semuanya dilaksanakan dalam rangka pemenuhan meaningful participation (partisipasi yang bermakna), yang menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah disusun secara formil dengan peran aktif masyarakat,” ucap Zabadi.