JAKARTA, MENARA62.COM – Sebagai negara dengan wilayah yang teramat luas, pasar geospasial di Indonesia sangat besar. Karena itu banyak tenaga kerja asing yang mengincar peluang tersebut.
“Tenaga informasi geospasial dari Vietnam dan Filipina misalnya saat ini sudah belajar bahasa Indonesia. Karena mereka tahu Indonesia akan membutuhkan banyak tenaga geospasial,” papar Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Prof Dr Ir Hasanuddin di sela Focus Group Discusion bertema Konsensus Dokumen Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Selasa (1/8).
Sayangnya jumlah tenaga kerja dibidang informasi geospasial masih sangat minim. Data menunjukkan saat ini Indonesia baru memiliki 8.500 orang yang bekerja dibidang informasi geospasial dan dari jumlah tersebut, 7.030 orang berada di Pulau Jawa. Sedang jumlah perusahaan atau industri yang bergerak dibidang informasi geospasial berjumlah 107 dan semua terpusat di Jawa.
Sebagai negara yang luas, ditambah kebijakan 5 juta sertifikat yang akan diterbitkan Badan Pertanahan Nasional sepanjang 2017 ini, maka Indonesia idealnya memiliki 31.500 tenaga kerja dibidang informasi geospasial.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dibidang informasi geospasial tersebut, BIG diakui Hasanuddin telah berkoordinasi dengan Kemenristekdikti. Intinya adalah memperbanyak program studi geospasial baik diploma maupun sarjana.
Hal lain yang sangat penting untuk dilakukan pemerintah saat ini adalah menyusun konsensus standar sertifikat bagi tenaga kerja geospasial. Sesuai dengan UU no 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, mengamanatkan bahwa pelaksanaan IG yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok atau badan usaha harus memenuhi kualifikasi tertentu melalui proses sertifikasi. Kualifikasi yang dimaksud dituangkan dalam suatu standar tertentu yang telah ditetapkan.
“Standar kompetensi profesional IG dituangkan dalam dokumen yang disebut SKKNI-IG (standar kompetensi kerj nasional Indonesia) dan KKNI-IG,” lanjutya.
Menurut Hasanuddin, konsensus KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) dibidang IG merupakan langkah penting dari sekian banyak langkah dalam rangka meningkatkan kualitas profesional dibidang IG. Sekali telah menjadi konsensus nasional, maka dokumen KKNI IG ini akan menjadi milik masyarakat IG nasional.
“Kualitas standar bagi kompetensi profesional IG baik berupa SKKNI IG maupun KKNI IG sangat menentukan dalam rangka peningkatan kualitas profesional IG,” jelas Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya.
Menurut Bambang, penerapan sertifikasi profesi IG saat ini sudah menjadi suatu keharusan baik untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan IG nasional maupun dalam rangka menghadapi persaingan global.
Saat ini lanjutnya, tenaga surveyor sudah dimulai pada tingkat regional ASEAN melalui kesepakatan para pemimpin negara ASEAN yang disebut MRA (Mutual Recognition Arrangement) on Surveying. Dalam MRA on Surveying hanya surveyor yang memiliki sertifikasi kompetensi yang dapat diterima dinegara-negara ASEAN.
Atas dasar itu diharapkan konsensus KKNI IG ini dapat menghasilkan standar kualifikasi profesional IG yang berkualitas tinggi. Penyusunan standar profesional IG ini tentu harus melibatkan pihak terkait seperti BSN, BNSP, BIG dan Kemenaker.
“Harus duduk bersama, menghilangkan ego sektoral. Karena standar profesi IG sangat mendesak dan penting segera diterapkan,” tutup Bambang.