JAKARTA, MENARA62.COM – Negara-negara didunia kini terus berupaya mengajarkan ketrampilan abad 21 kepada generasi muda. Negara besar seperti Amerika Serikat bahkan mengalokasikan anggaran cukup besar untuk mengajarkan sains komputer bagi siswa kelas 1 SD hingga kelas 12.
“Presiden Obama sebelum mengakhiri masa jabatannya, telah mengalokasikan anggaran senilai Rp 54 triliun guna merencanakan, penyusunan kurikulum sains komputer dan juga melatih guru-guru. Dan penggantinya Presiden Trump melanjutkannya,” kata Indra Charismiadji, Pemerhati Pendidikan dari Eduspec Indonesia, di sela diskusi kelompok terpumpun bertema Pembelajaran Coding dalam menumbuhkan kecakapan abad 21 dan Computational Thinking, Rabu (28/03/2018)
Lalu Singapura juga memiliki apa yang disebut STEM, yakni yakni sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dan sains komputer. Dan beberapa negara memiliki apa yang disebut pemrograman atau coding.
Tetapi apapun namanya, Indra menjelaskan bahwa pembelajaran abad 21 memang harus dilakukan oleh setiap negara guna menyiapkan generasi muda agar bisa belajar sesuai jamannya. Yakni generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Diakui, semua kompetensi tersebut belum bisa diakomodasi oleh pelajaran matematika dan IPA. Guru bahkan mengajarkan ilmu matematika dan IPA seolah dua ilmu tersebut tidak saling berhubungan. Akibatnya sulit menumbuhkan kompetensi 4K (kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif) pada diri siswa.
Dengan pembelajaran pemrograman, anak didorong untuk berpikir kreatif. Anak didorong untuk pemrograman komputer yang pembelajarannya juga berbeda karena anak didorong untuk menciptakan aplikasi.
“Di Kementerian Agama, pembelajaran pemrograman ini sudah dimulai meski belum masuk dalam kurikulum. Saya berharap Kemendikbud segera melakukan hal yang sama,” lanjut Indra.
Sementara itu Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Bakhrun mengatakan pemrograman merupakan proses belajar bagi siswa terutama SMK. Tetapi apakah hal tersebut harus dilakukan secara masif dilakukan di seluruh wilayah Indonesia?
“Negara kita amat luas, jumlah pulaunya banyak, jumlah sekolahnya juga luar biasa banyaknya. Tentu mengaturnya juga masalah gampang,” jelas Bakhrun.
Berbeda dengan Singapura yang wilayah negaranya kecil dengan jumlah penduduk yang sedikit. Tentu mengatur sekolah juga jauh lebih mudah.
“Karenanya membandingkan pendidikan SMK Indonesia dengan SMK di Singapura itu sama saja membandingkan hal yang berbeda sejak awal. Tidak bisa dibandingkan,” lanjutnya.
Menurutnya Indonesia bisa saja menjadikan Singapura sebagai referensi, bahwa pada suatu saat sekolah kejuruan harus mencapai apa yang dilakukan oleh Singapura.
Bagi Bakhrun, komputer bukanlah hal asing bagi siswa SMK. Apalagi coding atau pembelajaran pemrograman, mengingat anak-anak jaman sekarang tidak bisa lepas dari aplikasi komputer.
Bahkrun menjelaskan bahwa pihaknya berupaya untuk memasukkan pembelajaran pemrograman ke dalam kurikulum.
“Pada saat memasukkan pembelajaran pemrograman ini di dalam kurikulum, jenis kompetensi mana atau Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) mana yang menjadi patokan. Sekarang ini, kami mencoba memasukkan beberapa kompetensi secara utuh sambil menunggu dari Kominfo,” katanya.
Pemerintah, diakui, tidak akan mampu menyelesaikannya semuanya sendiri. Untuk itu, perlu keterlibatan pihak swasta, apalagi kesenjangan pendidikan di Tanah Air relatif tinggi.