25.9 C
Jakarta

Pemuda Muhammadiyah dan Ulama Kecam Aksi Penyerangan di Solo

Baca Juga:

Menara62.com Penyerangan di acara midodareni atau upacara malam sebelum ijab kabul di kediaman Alm. Assegaf bin Jufri, Kampung Mertodranan, Solo Sabtu (8/8) dikecam oleh berbagai pihak.

Kecaman tersebut datang dari berbagai kalangan seperti tokoh masyarakat, organisasi keagamaan serta ulama. Termasuk dari Pemuda Muhammadiyah Daerah Surakarta yang menyesalkan dan mengecam peristiwa penyerangan yang membawa-bawa atribut agama itu.

Hal ini disampaikan Rizky Novandi, Bidang Hikmah, Kebijakan Publik dan Hubungan Antarlembaga dalam siaran persnya, Senin (10/8).

“Kami mengutuk keras, serta mengecam segala tindak kekerasan dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan apapun. Harusnya lebih mengutamakan dialog dan diskusi dalam penyelesaian masalah,” tegasnya.

Dikatakannya, Pemuda Muhammadiyah Solo, juga mendukung langkah-langkah aparat kepolisian dalam menuntaskan masalah ini.

“Kami mendukung segala upaya upaya penegakan hukum terkait kasus ini. Kami juga mendukung aparat kepolisian agar segera menuntaskan kasus tersebut. Kami mempercayakan proses kasus ini kepada aparat kepolisian untuk mengusutnya.”

Dampak dari peristiwa ini ditakutkan memberi situasi kurang kondusif jelang Pilkada di Solo.

“Ini menciderai nama Kota Solo yang aman damai apalagi dalam situasi persiapan pilkada ini. Ruang ruang diskusi perlu untuk dihidupkan dibudayakan,” imbuh Rizky

Selain itu, Ulama sekaligus tokoh masyarakat Solo, Habib Novel Alaydrus, juga menyampaikan rasa prihatinnya, Habib Novel Alaydrus menjelaskan, sangat menyayangkan tindakan penyerangan, yang telah menodai citra kota Solo.

Solo harus aman, harus adem. Jadi segala bentuk sikap anarkis, alasannya apapun, tidak dibenarkan oleh negara, tidak dibenarkan juga oleh agama,” ujar Habib Novel, Senin (10/8).

Pengasuh Majelis Ar-Raudhah tersebut melanjutkan, selama ini Solo dikenal sebagai kota yang selalu mengedepankan toleransi kuat. Namun, toleransi di Solo jangan sampai dinodai, justru oleh sekelompok orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

“Jangan nodai kedamaian Solo. Segala bentuk kekerasan, main hakim sendiri tidak dibenarkan,” katanya.

Tak hanya itu, Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, juga turut  mengecam keras penyerangan ratusan orang yang mengakibatkan beberapa orang dilarikan ke rumah sakit.

Kata Alissa, Midodareni merupakan tradisi yang sudah umum dilakukan masyarakat Jawa untuk sebelum melangsungkan pernikahan, tuduhan kelompok penyerang, bahwa di rumah tersebut terjadi kegiatan ibadah Syiah, terbukti salah dan seharusnya segala bentuk kekerasan atas nama intoleransi dibuang jauh-jauh.

“Peristiwa tersebut menambah catatan buruk intoleransi di Indonesia, yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman. Pelaku harus dihukum setimpal dengan undang-undang yang berlaku,” kata Alissa.

Toleransi di Indonesia

Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), negara tegas menjamin kebebasan beragama setiap warga negara. Pasal 29 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Jaminan terhadap hak beragama, tidak hanya berupa perlindungan atas pilihan keyakinan seseorang, tetapi juga harus menjamin ekspresi keagamaan yang merupakan bagian dari peribadatan dan ritual keagamaan.

Bahkan ditegaskan melalui Pancasila, para Founding Fathers, para ulama dan pejuang kemerdekaan kita dari seluruh pelosok Nusantara, berjiwa besar untuk menerima segala perbedaan. Mereka di masa penjajahan hingga kemerdekaan, sepakat untuk bersatu membangun bangsa dalam bingkai perbedaan yang sangat beragam.

Belajar dari pengalaman buruk negara lain yang dihantui oleh radikalisme, konflik sosial, terorisme dan perang saudara sebab tidak adanya pengikat antara mereka. Maka berbekal Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, sejatinya Indonesia bisa terhindar dari masalah tersebut. Masyarakat bisa hidup rukun dan bergotong royong atas nama toleransi seperti yang didengungkan para ulama dan tokoh masyarakat.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!