26.4 C
Jakarta

Penamaan ‘Muhammad’ Melejit untuk Bayi di AS, Apa Alasannya?

Baca Juga:

WASHINGTON, MENARA62.COM – Populasi Muslim di Amerika Serikat (AS), sebagai pemeluk agama terbesar ketiga setelah Kristen dan Yahudi, terus meningkat. Seiring dengan itu, jumlah bayi yang baru lahir dengan nama tradisi Arab dan Muslim — “Muhammad” untuk laki-laki dan “Aaliyah” untuk perempuan — pun menjadi sangat populer.

“Untuk pertama kalinya di Amerika, dua nama tradisional Arab dan Muslim itu sekarang (2019) berada di peringkat 10 teratas nama bayi,” ungkap hasil riset terbaru situs web BabyCenter.com.

BabyCenter mengambil data dari hampir 600.000 orang tua yang berbagi nama bayi mereka pada 2019. Situs ini mencatat bahwa untuk “menangkap popularitas sejati”, daftarnya menggabungkan nama-nama yang terdengar mirip tetapi memiliki ejaan alternatif, seperti “Muhammad” dan “Mohammed” atau singkatan “Md”, “Mohd”, dan “Muhd”.

Melejitnya popularitas nama “Muhammad” dan “Aaliyah”, tidak saja berdasarkan data 2019, melainkan sudah tercermin sejak beberapa tahun terakhir. Pada 2018, nama “Muhammad” mendapat peringkat ke-14 sebagai nama paling populer untuk anak laki-laki Amerika yang baru lahir, dan “Aaliyah” menempati peringkat ke-17.

“Nama ‘Muhammad’ (popularitasnya) terus naik dalam daftar nama bayi BabyCenter di seluruh dunia. Jadi, kami tahu itu akan segera masuk ke-10 besar AS,” kata Linda Murray, pemimpin redaksi global BabyCenter.

Dia menambahkan, keluarga Muslim sering memilih Muhammad untuk putranya, terutama yang sulung, demi menghormati Nabi Muhammad SAW. Nama itu pun diharapkan membawa berkah bagi sang putra.

Catatan Lembaga Jaminan Sosial

Popularitas nama “Muhammad” yang meningkat juga terdokumentasikan oleh Lembaga Jaminan Sosial (SSA), yang menghimpun data berdasarkan aplikasi kartu Jaminan Sosial untuk kelahiran di AS. Nama “Muhammad” menduduki peringkat No 620 pada tahun 2000, lalu naik ke urutan No. 345 pada 2018.

Namun, berbeda degan BabyCenter, SSA tidak menggabungkan data berdasarkan ejaan alternatif. Sehingga, bisa jadi data sebenarnya dapat mendongkrak nama “Muhammad” pada posisi lebih tinggi.

Sosok Teladan

Nama “Muhammad” diterjemahkan menjadi “yang paling dipuji”, semakna dengan “Aaliyah”. “Muslim tidak menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai dewa, tetapi sebagai teladan tentang bagaimana menjalani kehidupan yang benar,” kata Sylvia Chan-Malik, seorang profesor di Universitas Rutgers yang mempelajari sejarah Islam di AS.

Meniru perilaku baik Nabi Muhammad SAW, lanjut dia, adalah bagian mendasar dari praktik keagamaan sehari-hari umat Islam. “Dengan menyebut seorang anak “Muhammad”, orang tua mengekspresikan keinginan agar anak mereka melakukan hal yang sama,” katanya sepeti dikutip Huffpost.com.

Jumlah warga Muslim, menurut Pusat Penelitian Pew, mencapai sekitar 1,1 persen atau sekitar 3,5 juta jiwa dari populasi Amerika. Para peneliti memperkirakan bahwa pada 2050, populasi Muslim AS bisa mencapai hampir dua kali lipat.

Nama “Muhammad” sendiri telah menjadi bagian dari sejarah AS sejak lama. Seorang pria bernama Bampett Muhamed bertempur bersama para penjajah selama Perang Revolusi. Selama Perang Sipil, seorang imigran Persia bernama Mohammed Kahn, juga mendaftar di Union Army.

Sejumlah orang terkenal dalam sejarah AS modern juga menyandang nama nabi terakhir Islam tersebut. Yaitu, dari legenda tinju Muhammad Ali hingga pemain anggar Olimpiade Ibtihaj Muhammad.

“Pada generasi sebelumnya, adalah hal biasa bagi para imigran bernama Muhammad untuk mengubah nama mereka menjadi “Mo” atau mengubahnya menjadi nama lain sama sekali, seperti Matt,” kata Chan-Malik.

Dia berpikir, meningkatnya popularitas nama adalah tanda bahwa — terlepas dari munculnya Islamofobia di era pasca 11 September dan sentimen anti-Muslim yang berasal dari Gedung Putih dewasa ini — orang tua muda Muslim AS dengan bangga dan tanpa ragu menggunakan identitas agama mereka.

“Dalam menghadapi semua serangan terhadap Islam dan Muslim ini, saya pikir Anda melihat generasi baru Muslim muda yang tidak lagi menerima cara di mana Islam telah difitnah atau dibenci dalam politik dan budaya,” kata Chan-Malik.

Mereka, lanjut Chan-Malik, juga mengatakan: “Aku akan menamai anakku Muhammad karena ini bermakna bagiku, untuk identitas religius dan keyakinanku, dan aku tidak akan lagi menghindar dari itu”.

Lebih dari itu, menamai seorang anak dengan “Muhammad” memiliki artikulasi lain. “Orang tua berharap bahwa dengan memberi anak mereka nama ‘Muhammad’, mereka akan meniru kualitas-kualitas baik dari Nabi Muhammad SAW,” tandas Chan-Malik.

 

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!