JAKARTA, MENARA62.COM — Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menginginkan penanggulangan terorisme di Tanah Air jangan sampai tumpang tindih. Pasalnya, agar kerja pemerintah bisa efektif di lapangan, apalagi jika dengan memunculkan badan yang sepenuhnya baru.
“Jangan semuanya berwacana atau menampilkan badan-bandan baru yang tumpang tindih dengan badan lainnya dan di lapangan malah tidak terjadi efektivitas serta koordinasi,” kata Hidayat Nur Wahid dalam rilis, Sabtu (19/5/2018), seperti dilansir Antara.
Menurut Hidayat, pemerintah semestinya dapat menyelesaikan dahulu semua persoalan menyangkut pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) seperti terkait komando, kinerja, dan koordinasi dengan Kemenkopolhukam.
Politisi PKS mengingatkan, soal pelibatan tentara dan tim pemberantasan terorisme itu sudah dilakukan sejak dulu, karena memang regulasinya memungkinkan untuk itu. Ia mencontohkan kasus Poso, di mana tentara sudah terlibat membantu memberantas teroris.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang menginginkan berbagai lembaga eksisting atau yang telah ada pada saat ini dimaksimalkan untuk menangani aksi teror, dan jangan membentuk badan baru yang bisa berpotensi tumpang tindih.
“Jangan memperkeruh suasana dengan membentuk tim-tim lain di luar yang sudah ada,” kata Junimart Girsang di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Menurut Junimart, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88 Anti Teror Polri, dan Badan Intelijen Negara, mampu mengatasi kasus teror.
Untuk itu, ujar dia, sudah selayaknya berbagai badan itu dimaksimalkan dengan pemerintah memanggil mereka untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Politisi PDIP itu mencemaskan bila terbentuk tim baru akan membuat tumpang tindih dan rantai komando yang saling bersilang satu sama lain.
Sebelumnya, koalisi yang terdiri atas belasan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengingatkan bahwa hak asasi manusia adalah prasyarat mutlak dalam upaya penanggulangan terorisme di Tanah Air.
Siaran pers bersama LSM di Jakarta, Kamis (17/5/2018) menyatakan, semua pihak tentu mengecam serangan terorisme yang terjadi secara berturut-turut dalam dua pekan terakhir, dan saat ini perlu melawan segala bentuk kekerasan terorisme dan intoleransi dengan cara yang beradab, bermartabat dan menyeluruh.
Sejumlah LSM itu antara lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Elsam, Imparsial, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), LBH APIK, ICJR, Setara Institute, Amnesty International Indonesia, AJAR, Walhi, Perludem, KPA, dan Solidaritas Perempuan.
Mereka menyatakan, bila terorisme dan intoleransi dilawan dengan cara yang mendelegitimasi HAM serta menafikan perbedaan dan keragaman, dikhawatirkan justru akan semakin mereproduksi rantai kekerasan, melemahkan langkah-langkah kontra radikalisasi dan upaya-upaya deradikalisasi terhadap benih ekstremisme lainnya, serta semakin memperbesar polarisasi di tengah masyarakat.