JAKARTA, MENARA62.COM – Pendaftaran Warisan Budaya Takbenda (WPTB) ke dalam daftar Intangible Culture Heritage (ICH) UNESCO ternyata memiliki dampak positif baik ekonomi maupun social. Karena itu Indonesia akan terus berupaya untuk mengusulkan warisan budaya takbenda untuk masuk dalam daftar ICH UNESCO.
“Sampai saat ini sudah ada 9 WPTB Indonesia yang diakui oleh UNESCO. Dan kita akan terus mengusulkannya,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kabalitbang Kemendikbud) Totok Suprayitno di sela kegiatan Forum Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan: Keris Indonesia dan Tiga Genre Tradisi Bali, Rabu (4/9/2019).
Sebagai contoh adalah keris. Usai ditetapkan sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO pada tahun 2008, keris Indonesia telah mendukung aktivitas perekonomian rakyat. Dukungan tersebut terlihat pada peningkatan produsen keris Indonesia di masyarakat.
Totok menjelaskan bahwa pemaparan mengenai hasil penelitian tentang dampak ekonomi dan budaya pasca pendaftaran keris sebagai ICH UNESCO pada Forum Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan sebagai bentuk komitmen untuk mengimplementasi rencana aksi pelestarian warisan budaya yang diinskripsi.
“Pemerintah Indonesia berkewajiban menyampaikan laporan secara berkala terkait pelaksanaan rencana aksi tersebut. Laporan tersebut harus didukung oleh informasi yang bersumber dari hasil penelitian yang dilakukan secara khusus,” ujar Totok.
Selanjutnya, ujar Totok, Balitbang Kemendikbud melalui Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjak Dikbud) berkontribusi terhadap dukungan data penelitian untuk penyusunan laporan kepada UNESCO.
“Penelitian tentang keris Indonesia dan Tiga Genre Tari Bali adalah di antara topik penelitian yang melihat dampak inskripsi ini terhadap kehidupan sosial ekonomi komunitas budaya,” jelasnya.
Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Kebijakan Kemendikbud, sebanyak sembilan Warisan Budaya Takbenda telah masuk ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage UNESCO. Keris Indonesia telah didaftarkan pada tahun 2005, selanjutnya berubah menjadi daftar representatif pada tahun 2008.
Rencana tindak menjadi bagian pada saat proses pendaftaran Warisan Budaya Takbenda (ICH) UNESCO, dan menjadi acuan bagi negara pendaftar sebagai upaya pelindungan paska pendaftaran. Adapun implementasi rencana tindak menjadi alat ukur keberhasilan negara pengusul guna melakukan upaya pelindungan.
Pendaftaran warisan budaya takbenda merupakan wujud dari pemajuan kebudayaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Selain itu, pendaftaran ini pun sebagai bentuk kontribusi Indonesia di skala internasional yaitu sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi UNESCO 2003: Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage pada tanggal 5 Juli 2007 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007.
Pada sektor ekonomi, pendaftaran keris Indonesia telah memodifikasi jalur transaksi jual-beli keris dari jalur tradisional, yaitu dari penjualan di toko-toko dan pameran-pameran, menjadi penjualan melalui jalur media sosial.
Dengan demikian, jangkauan promosi keris pun telah meluas dengan adanya dukungan perkembangan teknologi informasi tersebut. Saat ini, jangkauan pasar keris meluas mulai dari lingkup dalam negeri, menjadi lingkup internasional, seperti wilayah Asia Tenggara (Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam), Asia Timur, dan Eropa.
Pada sisi penjual, ketersediaan keris Indonesia pun mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pengrajin keris. di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur terdapat peningkatan pengrajin keris dari sebanyak 123 pengrajin di tahun 2011 menjadi sebanyak 652 pengprajin di tahun 2018.
Pada sisi lain, pembaruan interpretasi terhadap warisan budaya yang sesuai dengan konteks kekinian menjadi alternatif untuk pelestarian budaya. Interpretasi yang baru itu dapat menghidupkan budaya dari generasi ke generasi, mengikuti perjalanan kebangsaaan Indonesia.
“Pemahaman yang baru diperlukan, agar mudah dicerna dan diterima oleh generasi muda kita,” ujar Totok. Dia mencontohkan pemahaman terhadap keris di Jawa yang selama ini terbatas sebagai barang pajangan dan souvenir. Disinilah, menurut Totok, para generasi muda perlu memahami filosofi dan maknanya sebagai representasi simbolik budaya Jawa yang mencirikan keindonesiaan. Melalui keris ini, generasi muda akan tahu nilai-nilai luhur budaya Jawa.