JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah hingga kini belum memiliki data akurat terkait musik tradisi Nusantara. Meskipun kegiatan pendataan sering dilakukan baik oleh pemerintah daerah, komunitas maupun pemerintah pusat.
Karena itu, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek, Restu Gunawan berharap pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik ini dapat menjadi jembatan untuk melakukan perbaikan pendataan musik di Indonesia.
“Semua persoalan sudah kita petakan, sekarang tinggal bagaimana kita melakukan aksi bersama. Dan problem kita tidak hanya musik tradisi tetapi juga music modern, data belum solid,” kata Restu pada kegiatan Pra Kongres Musik Tradisi Nusantara tema 7 yang membahas pemanfaatan (benefit dan profit), Sabtu (28/8/2021).
Menurutnya dalam pendataan musik tradisi Nusantara harus melibatkan masyarakat dan komunitas tradisional. Ini penting karena merekalah yang paham kondisi di lapangan.
“Mekanisme pendataan harus diperbaiki, jangan dari atas saja karena terkadang dinas kurang paham spesifikasi di lapangan. SDM juga harus ditingkatkan termasuk niat pendataannya untuk apa,” katanya.
Restu menekankan bahwa semua produk budaya termasuk musik yang diusulkan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dan kemudian memperoleh sertfikat, harus memberikan manfaat bagi pelaku budayanya atau pemiliknya.
Dalam kesempatan tersebut Pengacara Ahli HKI Panji Prasetyo mengatakan persoalan yang dihadapi music tradisi tak sekadar pendataan, tetapi juga menyangkut perlindungan yang hingga kini belum memadai. Pencipta music tradisi misalnya belum mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual atau HKI, meski aturan perundangannya sudah ada.
“Peraturannya sudah ada, sudah diperbaharuhi tiga kali namun operasionalisasinya yang belum ada,” katanya.
Pembentukan LMK ini sebenarnya menjadi angin segar bagi para pemilik atau pencipta music tradisi. Sayangnya banyak pelaku budaya yang belum tahu keberadaan LMK ini.
“Rekan-rekan dari seniman tidak tahu keberadaan LMK dan tidak tahu cara penghitungan royalty atas karyanya,” kata Bens Leo, pengamat musik.
Dari berbagai persoalan yang muncul selama pembahasan yang berlangsung sekitar 4 jam peserta pra kongres menyepakati 4 hal. Pertama, perlunya mendaftarkan karya musik tradisi yang akan dimanfaatkan melalui label rekaman/publisher dengan bantuan komunikasi karawitan Indonesia (KO KA IN)/ Perpustakaan Nasional untuk disimpan dalam bentuk karya cipta dan karya rekam)/LMK Musik Tradisi Nusantara yang akan dibentuk
Kedua, perlunya sosialisasi yang lebih intensif dan masif tentang ekosistem hak cipta bagi para pencipta, musisi dan pelaku musik tradisi. Karena hingga kini banyak pencipta music yang karyanya diupload di media sosial seperti Youtube atau digunakan oleh orang lain namun si pemilik karya tidak mendapatkan hak royaltinya.
Ketika, peserta sidang sepakat agar negara lebih aktif melakukan pendataan dan perlindungan terhadap karya-karya bidaya yang belum diketahui penciptanya (no name).
Dan keempat, perlunya regulasi dan edukasi terhadap media masa untuk memberi ruang mempublikasikan karya-karya musik tradisi Nusantara. Media massa terutama radio dan televisi harus memberikan ruang yang cukup untuk pengembangan musik tradisi.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru (PMMB) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Ahmad Mahendra sebelumnya mengemukakan kegiatan pra kongres merupakan tindak lanjut arahan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim untuk menyusun kebijakan tata kelola perlindungan kekayaan intelektual bagi musikus tradisi Nusantara.
“Pra kongres akan membahas permasalahan yang mendasar, dan mencari solusi cara mengatasinya, terutama pada musik tradisi Nusantara,” katanya.
Kegiatan Pra Kongres akan berlangsung hingga 30 Agustus 2021 dengan menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan.