Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama (88), meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (9/9/2020).
Situs Kompas.com melansir, Jakob wafat karena megalami gangguan multiorgan. Usia sepuh kemudian memperparah kondisi Jakob hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Dokter Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Felix Prabowo Salim mengatakan kondisi awal Jakob Oetama saat masuk rumah sakit sudah mengalami gangguan multiorgan. Dia pertama kali masuk ke rumah sakit pada 22 Agustus 2020. Kondisinya sempat membaik, namun kemudian memburuk lagi. Hingga pada Ahad (6/9/2020) sore, Jakob koma.
“Selama perawatan sempat naik turun, di mana selama perawatan hampir lebih dari dua minggu sempat perbaikan dan terjadi penurunan, hanya pada saat-saat terakhir karena faktor usia, dan kondisi semakin memburuk akhirnya beliau meninggal,” ujar Felix.
Pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading telah melakukan swab test kepada Jakob Oetama. Hasil swab test Jakob Oetama dinyatakan negatif. Jakob Oetama (88) meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 WIB.
Jakob Oetama, lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931. Dia mengawali kariernya sebagai guru. Namun, dia kemudian memilih jalan sebagai wartawan hingga kemudian mendirikan jaringan media Kompas Gramedia, bersama rekannya, PK Ojong.
Saat membesarkan Intisari dan Kompas, Jakob Oetama dan PK Ojong berbagi tugas. Jakob mengurusi editorial, sedangkan Ojong di bidang bisnis. Namun, kemudian situasinya menjadi tidak mudah bagi Jakob. Setelah 15 tahun kebersamaannya dengan Ojong membangun Kompas, Ojong meninggal mendadak dalam tidurnya tahun 1980.
Kepergian Ojong meninggalkan beban berat. Beban itu tiba-tiba terpikul di pundak Jakob. Ia pernah mengatakan, dirinya dan PK Ojong tidak terpisahkan.
Jika selama ini konsentrasinya menangani redaksional, ia kemudian “dipaksa” untuk mengurusi aspek bisnis. “Saya harus tahu bisnis. Dengan rendah hati, saya akui pengetahuan saya soal manajemen bisnis, nol! Tapi saya merasa ada modal, bisa ngemong! Kelebihan saya adalah saya tahu diri, tidak tahu bisnis.”
Tokoh Media
Indonesia kehilangan salah satu putra terbaik yang menggeluti dunia media. Keteguhan dan kegigihannya dalam membangun media tengahan, media yang berusaha mengakomodasi semua golongan yang ada di Indonesia, memang tidak mudah. Tantangan itu, bukan hanya dari luar tetapi juga dari internal.
Namun, semua gelombang dan badai, yang menerpa dunia media di Indonesia, dapat dilewati. Perahu kecil itu, sudah menjadi kapal besar, bahkan kapal pesiar yang semakin cantik dan menarik perhatian banyak pihak.
Kehidupan media, kehidupan Kompas Gramedia memang harus tetap berlanjut. Apalagi, “kapal pesiar” Kompas Gramedia mempunyai ribuan awak, yang mempunyai efek bagi ribuan penumpang, dan mungkin dengan ratusan kelasi, masih tetap berjalan di tengah samudera keindonesiaan yang dicita-citakan Pak Jakob Oetama.
Selamat jalan Pak JO, semoga dunia media di Indonesia tetap tercerahkan dan mencerahkan seluruh anak bangsa.