28.2 C
Jakarta

Pengamat Pendidikan Soroti Program Daur Ulang ala Menteri Nadiem, Apanya yang Baru?

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Dunia pendidikan Indonesia membutuhkan perubahan yang nyata, bukan sekadar mengganti baju kebijakan yang sudah ada. Hal tersebut disampaikan pengamat pendidikan Indra Charismiadji, Selasa (28/9/2021).

Kepada sejumlah awak media, Indra mengungkapkan bahwa belum ada kebijakan pendidikan yang sifatnya baru selama kepemimpinan Mendikbudristek Nadiem Makarim. “Saya sudah pernah sampaikan bahwa program yang sekarang ada, entah itu merdeka belajar, kampus merdeka atau apalah itu cuma program daur ulang, tidak ada hal yang sifatnya benar-benar baru,” kata Indra.

Ia mencontohkan kebijakan Kampus Merdeka yang sebenarnya merupakan nama lain dari otonomi kampus. “Muncul jargon-jargon yang sebenarnya isinya sama saja,” tambah Indra.

Contoh lain adalah soal mekanisme penyaluran dana BOS. Menurut Indra, penyaluran dana BOS langsung ke rekening sekolah sudah pernah dilakukan pada awal program BOS. Lalu mekanisme tersebut diubah oleh Menkeu. Dan kini mekanisme tersebut dikembalikan ke mekanisme awal. “Jadi seolah-olah ini terobosan yang baru, padahal memang sudah pernah dilakukan,” jelas Indra.

Indra mengibaratkan jika seseorang di tes antigen hasilnya positif Covid-19, lalu dilakukan tes menggunakan swab, ternyata hasilnya positif juga. Lucunya,  kemudian dilakukan test PCR terhadap pasien yang sama dan hasilnya tentu positif juga. Jadi, sebanyak apapun test dilakukan, hasilnya tetap positif. “Nah di sini pemerintah memilih ganti alat test dan bukan segera mengobati meski tahu itu orang jelas positif Covid-19. Itulah yang terjadi di dunia pendidikan kita sekarang,” kata Indra.

Pada kasus pembelajaran jarak jauh (PJJ) misalnya, Menteri Nadiem berulangkali mengungkapkan PJJ tidak efektif. Tetapi di sisi lain malah menggelar asesmen nasional. “Jadi persoalan yang sesungguhnya malah tidak tersentuh,” katanya.

Diakui Indra, banyak aktivis dan pemerhati pendidikan sedang prihatin dengan kondisi pembangunan pendidikan saat ini. Sayangnya bentuk keprihatinan yang diungkapkan dengan berbagai cara tersebut dianggap sebagai anti perubahan. Kemendikbudristek terkesan malah mencoba membangun tembok tinggi sehingga membatasi peran dari pihak lain seperti organisasi pendidikan, organisasi guru atau lainnya untuk memberikan masukan terkait pendidikan.

Lebih lanjut Indra juga menyoroti upaya Kemendikbudristek yang tengah mendorong pergantian kurikulum melalui kebijakan Merdeka Belajar yang sudah mencapai belasan episode. Indra menyebut ini semacam operasi sunyi senyap mengganti kurikulum. Padahal banyak pihak berupaya untuk menghilangkan stigma ganti menteri ganti kurikulum.

Indra berharap Kemendikbudristek di tengah situasi perekonomian nasional yang sulit seperti sekarang ini, lebih bijak menggunakan anggaran. Jangan meluncurkan program yang tidak jelas, tidak matang atau asal ada. Lengkapi setiap kebijakan yang diluncurkan dengan naskah akademik agar terarah dan jelas.

“Kami berpendapat Kemendikbudristek membentuk semacam pusat komando pembelajaran selama pandemi. Pusat komando ini melibatkan organisasi yang konsen terhadap pendidikan seperti Muhammadiyah dan NU, organisasi profesi pendidikan, praktisi pendidikan dan organisasi profesi. Tujuannya agar setiap langkah yang ditempuh sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan,” tegas Indra.

Melalui pusat komando ini pula, kebutuhan sekolah, kebutuhan siswa bisa diakomodir dengan baik. Sekolah yang memang membutuhkan buku, akan dikirim buku. Sekolah dengan jaringan internet yang baik dan membutuhkan bantuan kuota data, akan diberikan bantuan kuota data. “Jadi sifat bantuan atau intervensinya tidak dipukul rata, karena masing-masing daerah, masing-masing sekolah tentu berbeda kebutuhan,” tutup Indra.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!