PABELAN, MENARA62.COM–Setelah sekian lama menjalani kegiatan pembelajaran secara daring akibat pandemi Covid-19, wacana untuk membuka kembali pembelajaran tatap muka di sekolah atau kampus mulai digulirkan. Salah satunya lontaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang sudah membolehkan pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021.
Namun sejumlah kalangan ada yang sepakat dan ada juga yang masih belum yakin pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan dalam waktu dekat ini mengingat masih tingginya kasus positif Covid-19 di tanah air.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Anam Sutopo, M.Hum menilai pembelajaran tatap muka memang sangat dirindukan dan dibutuhkan anak didik khususnya di tingkat dasar dan menengah setelah berbulan-bulan dijejali pembelajaran online atau jarah jauh.
Hanya saja, jika sekolah atau lembaga pendidikan akan menerapkan kebijakan pembelajaran tatap muka maka harus diperhitungkan secara matang mengenai keamanan menyangkut protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Sekolah yang akan mencoba melaksanakan pembelajaran tatap muka harus menyiapkan panduan dan konsep pengawasan protokol kesehatan yang sangat ketat. Jika perlu diwujudkan dalam bentuk SOP yang akan dimonitor dan dievaluasi secara intensif.
Menurut Anam, Mendikbud tidak menyerahkan begitu saja kebijakan itu pada Pemerintah Daerah. Karena hal tersebut, sama artinya Pemerintah Pusat ingin lepas tangan.
“Kita tahu, dampak dan kesiapan menghadapi pandemi Covid-19, yang dilakukan pemerintah daerah di setiap wilayah di Tanah Air, tidaklah sama. Termasuk dalam sektor pendidikan. Karena itu, semestinya tetap ada pengawasan ketat dari pusat, sehingga terjalin koordinasi dan komunikasi yang baik dalam mempersiapkan infrastruktur dengan protokol Kesehatan, serta standar operasional (SOP) adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah-sekolah,” katanya.
Ini penting karena sampai saat ini belum ada yang berani memastikan kapan Covid 19 akan berakhir. Bisa saja, dua atau lima tahun mendatang pandemi ini masih ada di tengah kita.
Ditambahkannya, sinergi yang baik itu juga merupakan cerminan dari tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat dalam melindungi anak di masa pandemi. Selain itu, membuka kembali ruang-ruang kelas di masa seperti sekarang ini tentu tidak cukup dengan mengandalkan protokol 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun).
“Diperlukan persiapan infrastruktur sesuai protokol yang memadai hingga biaya untuk tes swab. Jika pemerintah abai, sekolah-sekolah malah berpotensi kuat menjadi klaster baru bagi penyebaran Covid-19. Ini yang harus diantisipasi sejak dini sebelum kebijakan sekolah tatap muka diberlakukan. Masih ada waktu berbenah,” tambahnya.
Anam berharap, sekolah yang akan menerapkan pembelajaran tatap muka benar-benar menjaga penerapan protokol kesehatan secara ketat. Harus dilakukan pengawasan dan evaluasi dengan intens sehingga bisa dipantau tingkat keberhasilan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi.
Selain itu, lanjut dia, sebaiknya politik anggaran ke depan juga lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam mendukung kebijakan ini. Memberikan kesempatan bagi seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan melakukan tes swab dengan biaya dari APBD dan APBN sebelum mereka memulai pembelajaran tatap muka di sekolah.
Selain itu, Pemda dan pemerintah pusat harus fokus dalam mempersiapkan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP, yang bersinergi dengan Dinas pendidikan, Dinas Kesehatan, serta gugus tugas Covid-19 di daerah.
“Jika semua pihak memiliki komitmen yang sama, Insya Allah semua akan berjalan dengan baik. Terlebih kebijakan ini berdasarkan keputusan bersama empat menteri, yakni Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri,” ujarnya.
Pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, tidak diwajibkan dan keputusan itu ada di Pemda, Kepsek dan orang tua, yaitu komite sekolah. “Ada tiga pihak yang menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka atau tidak. Yang pertama adalah Pemdanya sendiri, Pemda atau dalam situasi yang lain Kanwil atau Kantor Kemenag.”
Janji pemerintah memberikan izin pembelajaran tatap muka bisa dilakukan serentak maupun bertahap, tergantung kesiapan masing-masing daerah dan berdasarkan diskresi maupun evaluasi kepala daerah cukup baik.
“Kita menyadari, pembelajaran jarak jauh, lewat daring sudah banyak dikeluhkan, selain juga telah menunjukkan dampak negatif terhadap siswa maupun orang tua. Dampak itu termasuk psikososial. Meski demikian pembelajaran daring, harus diakui masih dianggap lebih aman bagi peserta didik dari penyebaran Covid 19,” paparnya.(*)