JAKARTA, MENARA62.COM — Penyederhanaan regulasi di bidang properti akan memudahkan perizinan kepemilikan properti di Indonesia, sehingga pada tahun 2021 properti di Indonesia bisa naik peringkat dari urutan ke 73 menjadi peringkat ke 40. Hal ini adalah tema utama dalam diskusi virtual Akselerasi Pemulihan Properti: Mencari Kebijakan Properti yang Extraordinary, Rabu (29/7/2020).
Selain penyederhanaan regulasi, tentunya kemudahan layanan juga harus tercapai untuk mengakselerasi pemulihan properti. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun telah menyediakan sebuah grand design peralihan hak atas tanah secara elektronik, kantor layanan one stop service untuk permohonan pemberian hak dan penerbitan sertifikat, serta pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah. Ditargetkan bahwa pada 2025, seluruh data dan layanan sudah digital.
“Jadi, tidak didiskriminasi. Dia (WNA) mau jaminkan ke bank dan lain sama. Dengan begitu, WNA juga dapat mendukung sektor pariwisata yang saat ini tengah gencar dipromosikan oleh Pemerintah seperti, Bali, Danau Toba, maupun Lombok. Pemerintah tidak perlu menyelidiki asal muasal dan sumber uang WMA saat membeli properti. Prinsip ini dianggap sama dengan deposito, sehingga WNA yang membeli properti di Indonesia merasa aman dan tenang,” ucap Muktar Widjaja, CEO dan Executive Director Sinarmas Land dalam webinar.
Selain CEO Sinarmas Land Muktar Widjaja, dalam diskusi tersebut hadir pula Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida. Muktar berargumen bahwa kemudahan WNA untuk membeli properti dengan kepemilikan Hak Guna Bangunan (HGB) akan membantu industri pariwisata seperti di Lombok dan Bali. Sementara itu, Paulus Totok Lusida mengungkapkan harapannya perihal kemudahan pembelian properti oleh orang asing.
“Tentunya harapannya warga negara asing dapat membeli properti di Indonesia. Bisa dipermudah perizinan dengan tidak harus memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas), cukup hanya visa multi entry untuk waktu 3-5 tahun. Tentunya para wisatawan mancanegara akan datang dan membeli properti disana,” tuturnya.
Selaras dengan visi pemulihan industri properti Indonesia, Pollux Chadstone melalui Direktur Utamanya Yanto Zefania pun menyatakan kesiapannya mengakomodasi kepemilikan properti untuk WNA. Yanto mengatakan bahwa Pollux siap berperan aktif dalam akselerasi properti dengan memfasilitasi perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Pastinya kami akan ikuti arahan dari pemerintah pusat. Bila memang sudah ditetapkan regulasi dan undang-undangnya, kami tentu siap. Mengingat lokasi Pollux Chadstone yang memang berada di Cikarang sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, tentunya Cikarang ini lokasi ideal dan melting pot untuk WNA dari berbagai belahan dunia. Ditambah lagi, ada 700.000 pekerja di 4.000 perusahaan lokal dan asing, termasuk di dalamnya 10.000 ekspatriat,” tambahnya. (*)