JAKARTA, MENARA62.COM – Walikota Medan, Tengku Dzulmi Eldin (TDE), sudah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh KPK. Status sama juga dikenakan kepada Kepala Dinas PUUR Isa Ansyari (IAN), Kepala Bagian Protokoler Syamsul Fitri Siregar (SFI).
Mereka terjaring bersama dua ajudan walikota, Aidiel Putra Pratama (APP) dan Sultan Solahudin (SSO), melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 15-16 Oktober 2019 di kawasan Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Sementara satu ajudan walikota lagi, AND (ajudan), melarikan diri dengan menggondol uang suap untuk TDE sebesar Rp50 juta.
IDM adalah Walikota Medan periode 2014-2015 dan 2016-2021. Bagi KPK, dia menjadi kepala daerah ke-49 yang terjaring OTT dalam perjalanan sejarah KPK dan merupakan tangkapan tangan yang ke-21 tahun ini.
Berikut adalah rilis KPK tentang kronologis OTT terhadap Walikota TDE melalui akun resmi Twitter @KPK_RI:
Tim mendapatkan informasi adanya permintaan uang dari Walikota Medan untuk menutupi ekses perjalanan Dinas Walikota bersama jajaran Pemkot Medan ke Jepang. Diketahui walikota membawa serta keluarganya pada perjalanan dinas tersebut.
Kasubag Protokoler Walikota Medan menyanggupi dan berusaha memenuhi permintaan tersebut dan menghubungi beberapa kepala dinas. Mereka diminta kutipan dana guna menutupi APBD yang digunakan dalam perjalanan dinas ke Jepang.
Pada 15 Oktober 2019, IAN sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan bersedia memberikan uang sebesar Rp 250 juta. Uang tersebut diberikan melalui transfer sebesar Rp200 juta dan Rp50 juta diberikan secara tunai.
Setelah memastikan adanya transaksi pemberian uang dari Kadis PU ke APP selaku ajudan TDE, pada hari yang sama tim langsung bergerak untuk mengamankan orang-orang terkait. Pukul 20.00 WIB tim mengejar AND, seorang ajudan, setelah mengambil uang tunai Rp50 juta di rumah IAN.
Namun, tim tidak berhasil mengamankan AND. Dia kabur setelah berusaha menabrak tim yang bertugas di lapangan.
Tim bergerak ke kantor walikota Medan dan mengamankan SSO beserta uang tunai sebesar Rp200 juta di laci kabinet ruang protokoler.
Konstruksi Perkara
Diduga, pada 6 Februari 2019, TDE sebagai atasan langsung mengangkat IAN sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Medan. Setelah pelantikan, TDE diduga menerima sejumlah pemberian uang dari IAN.
IAN memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, IAN juga memberikan Rp50 juta kepada TDE.
Pada Juli 2019, TDE melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, TDE mengajak serta istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Keluarga TDE bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga TDE didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, yaitu SFI.
Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Walikota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
Pihak tour & travel yang mengurus perjalanan mereka, kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE. TDE kemudian bertemu dengan SFI dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang dengan nilai sekitar Rp800 juta.
Pada 10 Oktober 2019, SFI menghubungi APP (judan) dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang. SFI kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana, termasuk di antaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang.
Di dalam daftar tersebut, IAN ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp250 juta. Salah satu ajudan walikota, AND, kemudian menanyakan kepada IAN tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta yang disepakati.
AND kemudian datang ke rumah IAN untuk mengambil uang Rp50 juta yang ditujukan untuk TDE. Di saat perjalanan dari rumah IAS, kendaraan AND diberhentikan oleh Tim KPK.
Tapi, AND kemudian kabur bersama uang Rp50 juta tersebut. Dia belum diketahui keberadaannya hingga saat ini.
Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh TDE.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu TDE, IAN, dan SFI.
Sementara unduk AND, KPK mengimbau segera menyerahkan diri membawa serta uang Rp50 juta yang masih dalam penguasaannya.
“KPK sangat menyesalkan terjadinya suap untuk memperkaya diri sendiri dan malah mencederai kepercayaan yang telah rakyat berikan.Menggunakan uang yg seharusnya utk rakyat, utk kepentingan pribadi dan sekelompok orang” demikian tweet KPK.