27.3 C
Jakarta

Pentingnya: Maaf dan Terimakasih

Baca Juga:

Oleh: Ashari, SIP*

Ucapan terimakasih dan maaf, kelihatannya hanya dua kata yang ringan. Siapapun sesungguhnya dapat mengucapkannya, dari balita hingga orang tua. Dari karyawan hingga pimpinan. Namun dalam prakteknya tidak setiap kita diberikan kekuatan dan kemampuan untuk mengucapkannya. Sulit. Bagai menarik bambu dari ujung daun hingga akarnya. Apalagi kalau kita berada pada status sosial yang menurut kita lebih tinggi. Posisi lebih benar. Buat apa mengucapkan terimakasih dan minta maaf. Nggak usah ya. Begitu mungkin pikir kita.

Sesungguhnya tidak ada orang yang sukses sendirian, tanpa bantuan orang lain. Tidak ada sukses secara mandiri absolut. Kalau ada pimpinan yang sukses, karena ditopang kerja keras karyawannya di semua lini. Kita tidak boleh meremehkan jasa seorang tukang kebun, service boy atau siapapun yang berhubungan dengan kebersihan. Tanpa mereka bisa jadi kantor kita akan kelihatan jorok dan kotor. Akibatnya relasi enggan untuk datang memberikan order. Nah, sudahkah kita mengucapkan terimakasih kepada mereka? Sudahkah kita memperhatikan kesejahteraannya? Minimal kebahagiaan hatinya? Sehingga mereka merasa bisa betah dan nyaman bekerja. Kalau belum, hati-hatilah.

Orang tua mengucapkan terimakasih dan maaf kepada anaknya, pimpinan mengucapkan kepada karyawannya. Mengapa tidak? Orang tua atau pimpinan adalah manusia biasa. Satu saat dapat saja melakukan kesalahan, bahkan bisa sering. Tidak perlu merasa gengsi, turun harga dirinya dengan mengucapkan dua kata itu.Justru sebaliknya. Orang akan menaruh simpati dan respek. Tetapi mengapa kita masih berat hati untuk melakukannya.

Marilah kita biasakan mengucapkan kedua kata itu dalam rumah tangga kita. Mulai dari konstruksi bangunan yang terkecil. Diri sendiri kemudian keluarga kita. Ayah-ibu tidak selalu benar,  kadang-kadang anak-anak kita mempunyai pikiran yang lebih jernih, bening dan islami. Mengapa kita tidak ikut dengan pemikirannya. Dengan mengajaknya dialog, maka akan diketahui latarbelakang masing-masing jalan pikirannya. Dengan pembantu sekaligun bagus kita ucapkan kata itu. Terimakasih karena kita sudah dibantu dan maaf, karena memang kita merasa melakukan kesalahan. Dengan demikian maka pembantu akan merasa dihargai, mereka akan bekerja dengan giat, karena merasa bekerja di rumah sendiri.

Karena sesungguhnya, kita tidak pernah tahu siapa yang lebih dulu dipanggil Allah dan siapa yang lebih mulia disisi-Nya. Bisa saja pembantu kita atau karyawan kita, yang sebelumnya kita dholimi, kita beri pekerjaan di luar batas kemampuan dengan imbalan seadanya. Karena, “Dia tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat-Nya, sedang mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka perbuat (QS:21:23)

Ucapan terimakasih dan maaf, sesungguhnya dapat menumbuhkan semangat kasih-sayang diantara sesama umat manusia. Siapapun. Meskipun seringkali kita melakukan suatu pekerjaan atau ketika menolong orang lain dengan tulus ikhlas tidak mengharap apapun, tetapi secara manusiawi ucapan terimakasih dapat menjadi penawar. Memang ada ajaran yang menuntunkan kepada kita semua, segera lupakan kebaikan yang kita lakukan. Tidaklah mengharap puja puji, rindu diterimakasihi dan sebagainya yang berujung pada rasa ria dan ujub hati. Sebab kalau itu yang terjadi, justru akan merusak amal kebaikan kita sendiri.

Maka bagi yang sudah merasa berbuat baik, segera lupakan dan kita bersiap-siap untuk berbuat baik berikutnya. Tidak mudah sakit hati, meskipun mereka tidak mengucapkan kata terimakasih, atau bahkan seolah-olah mereka melupakan kita dulu. Karena kalau Allah akan membalas kebaikan yang kita lakukan, tidak musti langsung dari orang yang kita tolong, tetapi dari orang lain, yang bisa jadi kita pernah mengenalnya sebelumnya. Tak pernah kita sangka sebelumnya.

Seberat dzarah-pun Allah Swt akan menghisab apa yang kita lakukan. Baik atau buruk. Maka kalau posisi kita yang ditolong segeralah kita mengucapkan terimakasih itu, bukan sekedar etika dan adab saja , tetapi juga proses pembelajaran pada diri sendiri. Begitu juga ketika kita melakukan kesalahan, entah kecil, apalagi besar segera kita minta maaf, kepada orang yang telah kita dholimi. Seraya mengucapkan istighfar. Kalau ada hak yang harus dikembalikan segera kita kembalikan. Misalnya, terlanjur kita mengambil bolpen milik teman, maka di samping kita minta maaf, bolpen yang kita ambil segera kita kembalikan secara utuh. Kecuali kalau kemudian ia mengikhlaskannya untuk kita pakai. Itu rejeki kita. Kalau tidak, dosa kita masih tergantung, kata Nabi. Karena belum lunas.

Terimakasih dan maaf juga mengajarkan kepada kita rendah hati. Terhindar dari konflik yang berkepanjangan. Kalau di kantor atau di rumah, yang ada hanya konflik, pertengkaran, kapan kerjanya? Dalam batas wajar konflik, beda pendapat memang perlu, tetapi kalau sudah over dosis, jelas mengkhawatirkan. Membuat suasana menjadi gersang, panas dan tidak berkah.

Maka marilah bersama kita biasanya untuk mengucapkan terimakasih dan maaf dalam situasi yang tepat. Terlebih di era pandemi Covid-19. Di beberapa sisi, banyak diantara kita mengalami kesulitan hidup, maka saat kita minta tolong dan merepotkan orang lain. Jangan lupa : Maaf dan Terimakasih, ini.  Kebencian kita jangan sampai menghalangi diri untuk mengucapkan dua kata itu. Sebab, “Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal itu lebih baik bagi kalian,” (QS.2:216) – Sekian

* Mengajar di SMP Muhammdiyah Turi Sleman, opini pribadi.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!