Permasalahan HIV AIDS di masyarakat masih menjadi isu yang sensitif. Stigma negatif dan diskriminasi sosial masyarakat kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHIV/ODHA) sampai saat ini masih ada. Hal ini membuat mereka secara psikis merasa tertekan. Hal ini dapat memicu perilaku negatif, misalnya dengan berkeinginan bunuh diri. Sebetulnya, mereka butuh dukungan mental untuk terwujudnya wellbeing atau sehat paripurna, di samping kesehatan fisiknya.
“Sehat paripurna secara mental harus dimulai dari mencintai diri sendiri. Maksudnya di sini yaitu self love, suatu konsep mencintai diri sendiri secara sehat, yang dapat mendukung perkembangan fisik, psikologis, dan spiritual. Jadi, self love yang mengutamakan kenyamanan, kesehatan, dan kebahagiaan, bukan yang bersifat egois atau selfish, yang mementingkan diri sendiri atau egosentris,” terang dr. Rayinda Raumanen Mamahit, Sp.KJ, dari RSUI yang akrab disapa Rayi, dalam paparannya pada acara Seminar Awam Bicara Sehat.
Lantas bagaimana cara mencintai diri sendiri ini? Rayi menjelaskan caranya dengan mengenali diri sendiri, mengetahui apa yang menjadi kesukaan dan ketidaksukaannya, apa yang membuat dirinya nyaman dan kurang nyaman, serta berespon terhadap situasinya.
Menurut Rayi, seringkali penderita ODHIV dan ODHA tidaklah mudah menerima statusnya tersebut. Mungkin masih ada bayang-bayang dan penyesalan di masa lalu. Mereka akan mengalami fase tidak menerima (denial), fase depresi, dan bahkan fase bergaining atau menawar kondisi dan akan berputar pada fase-fase tersebut saja. Hal ini menyebabkan sulitnya berpikir rasional.
Rayi pun mendorong mereka untuk keluar dari zona tersebut dan dapat menerima kondisinya dan berpikir rasional serta sadar untuk bisa menghasilkan ide/gagasan berdasarkan data, fakta, dan logika. Tidak membayangkan atau berasumsi berbagai hal yang belum tentu sesuai kenyataan ke depannya. Cara berpikir rasional dengan mencari tahu kembali hal-hal yang membuatnya nyaman dan tahu akan tujuan hidupnya, dapat membantu meningkatkan kemampuan analisis, menghasilkan opini yang baik, dan mengendalikan emosi.
Tentunya, bila mereka masih kesulitan keluar dari zona tersebut maka sangat dibutuhkan bantuan profesional dalam mengatasi keadaannya. Ciri kesulitannya itu bisa diketahui dari 3 aspek, yaitu performance,ditandai dengan terbengkalainya tugas-tugas yang dijalani, tidak bisa fokus. Aspek kedua yaitu relasi, ditandai dengan keadaan menarik diri, tidak mau bertemu orang lain, dan bahkan tidak ingin berinteraksi dengan orang yang disayanginya. Aspek ketiga, hilangnya keinginan melakukan kegiatan dasar harian, seperti tidak mau mandi, makan, dan lain-lain. Selain itu, tanda lainnya termasuk keluhan fisik yang dialami.