26.2 C
Jakarta

Perang Modern Non Militer Menjadi Ancaman Serius Bangsa Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Perang modern dalam bentuk non militer memiliki dampak yang tak kalah bahaya dengan perang militer. Bahkan sebuah negara bisa runtuh tanpa disadari oleh penduduk dan pemerintahannya.

“Sayangnya pemerintah belum memberikan perhatian serius terhadap bahaya perang modern non militer, terbukti paket undang-undang pertahanan yang berlaku sekarang sudah out of dated, sebab bersal dari tahun 2002 dan 2004,” papar Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) Pontjo Sutowo dalam diskusi Panel Serial pertama yang digelar Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI/POLRI (FKPPI), Aliansi Kebangsaan dan YSNB, kemarin.

Berbagai perang modern seperti information and ideological welfare, financial welfare, dan cyber welfare, juga belum mendapat perhatian bersama, sekalipun kini mulai tumbuh kesadaran bahayanya kondisi tersebut.

Information and ideological welfare adalah perang yang menyebabkan ditinggalkannya ideologi dan dasar negara dan didudukinya wilayah suatu negara secara de facto oleh kekuasaan negara asing dengan berbagai alasan. Financial welfare adalah perang yang menyebabkan kacaubalaunya berbagai data yang digunakan negara yang bersangkutan, dikuasainya sebagian besar sumber daya alam melalui manipulasi perizinan oleh berbagai korporasi asing. Dipengaruhinya proses legislasi, kebijakan eksekutif atau putusan pengadilan oleh para pelobi yang bekerja untuk kepentingan asing.

Menurut Pontjo, kondisi krusial tersebut seharusnya menjadi momen untuk menghimpun seluruh pemikiran kita sebagai bangsa untuk mengambil langkah yang dianggap perlu agar Ketahanan Nasional semakin kokoh. Selain itu segala kerentanan dapat ditanggulangi agar kelangsungan hidup bangsa dapat terjamin.

“Kita sebenarnya memiliki seluruh perangkat lunak yang mampu menahan perang modern, seperti Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dijabarkan dalam Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional,” lanjut Pontjo.

Perangkat lunak tersebut, penggunaannya sepenuhnya dipundak pemerintah. Pemerintah seharusnya aktif memaksimalkannya. Namun mengingat UUD 1945 menyatakan jika pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, maka diperlukan keterpaduan keduanya.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu menyatakan jika kekuatan bersenjata hanya dapat menyumbangkan 1 persen di dalam masalah perang modern. Sedang 99 persen lainnya adalah dengan kekuatan soft power yaitu dengan memenangkan hati nurani rakyat. Kekuatan hati nurani rakyat tersebut adalah membangun kekuatan idealisme rakyat.

“Strategi pertahanan khas Indonesia dalam menghadapi perang modern adalah membangun kekuatan Idealis Hati Nurani, yang merupakan penggabungan antara kekuatan soft power keluar (Melalui Diplomasi Pertahanan Kawasan) dan penyiapan kekuatan hard power ke dalam dengan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta,” jelasnya.

Konsep-konsep tersebut, yang harus lebih mengedepankan penguatan jiwa dan idealis bangsa sebagai kekuatan utama. Ini dapat dilaksanakan melalui penanaman nilai-nilai dan Semangat Kesadaran Bela Negara. Kesadaran Bela Negara ini merupakan metode yang telah terbukti ampuh dan handal guna menangkal seluruh bentuk ancaman terhadap keutuhan dan integritas bangsa dan negara Indonesia.

Lebih lanjut Ryamizard Ryacudu berharap agar membangun idealisme rakyat tersebut tidak menjadi retorika, namun harus mampu diwujudkan dan diimplementasikan secara nyata dalam produk kebijakan yang ada, serta di seluruh aktifitas komponen anak bangsa.

Perang modern yang bersifat non militer tersebut hingga saat ini belum diatur oleh Konvensi Jenewa. Sebagai akibatnya, negara-negara yang runtuh akibat serangan yang dilancarkan oleh negara-negara lain, tidak bisa mengadu kepada lembaga internasional manapun atas nasib malang yang dialaminya. Padahal banyak contoh negara runtuh akibat serangan tersebut.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!