JAKARTA – Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan perencanaan pembanguan daerah harus diintegrasikan dengan kebudayaan lokal. Hal tersebut guna mencegah terjadinya ketimpangan pada masyarakat, sekaligus juga menjadikan kebudayaan sebagai kekuatan pembangunan nasional.
“Saat ini infrastruktur masih terus dibangun untuk menghubungkan tempat-tempat yang selama ini terputus, namun secara bersamaan menyambungkan orang tidak sesederhana memberikan fasilitas orang untuk pergi ke suatu tempat,” kata Hilmar saat berbicara pada Indonesia Development Forum 2018, seperti dikutip dari Antara, Selasa (11/7).
Menurutnya jika kebudayaan tidak diurus dengan baik maka akan terjadi ketimpangan dan masyarakat tidak bisa mengambil manfaat dari kebudayaan.
Belitung adalah salah satu contoh daerah di mana kebudayaan dapat mengubah cara pandang pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunannya. Dimana saat novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata menjadi populer pada 2005 dan film yang diadaptasi dari novel tersebut beredar pada 2008, masyarakat mulai menjadikan Belitung sebagai salah satu tempat tujuan untuk berlibur.
Pelancong yang ke sana ingin melihat “sekolah rubuh” dan menikmati pemandangan alam seperti yang ada di cerita dalam cerita “Laskar Pelangi”.
“Pendapatan Belitung meningkat empat kali lipat, sejak saat itu pemerintah daerah mulai meninggalkan mengeksploitasi alam, dan kemudian mengembangkan obyek pariwisata di Belitung. Ini adalah contoh bagaimana sebuah novel dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan perencanaan pembanguan,” kata Hilmar.
Menurut Hilmar kebudayaan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan perencanaan pembangunan, yang selama ini kerap diabaikan. Kebudayaan sering luput dalam pembangunan karena selama ini kebudayaan hanya sebatas seni dan cagar budaya.
Anggaran yang dikerahkan untuk kebudayaan masih sebatas untuk pemeliharaan serta pemanfaatan seni dan cagar budaya. Masih sangat sedikit sekali investasi untuk sumber daya manusia dan pengetahuan tradisional.
Hilmar mengatakan adanya UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dapat menggeser paradigma kebudayaan yang sebatas seni dan cagar budaya menjadi lebih luas.
“Salah satu amanat dalam UU Pemajuan Kebudayaan adalah cara menggeser paradigma kebudayaan pada satu sektor saja. Jika ini masih terjadi selamanya kta hanya melihat kebudayaan sebagai seni dan cagar budaya saja, padahal kebudayaan dapat menjadi tenaga kita untuk pembangunan,” kata dia.