JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Dr. H. Adian Husaini mengatakan pesantren sejak zaman penjajahan telah menjadi sentral dan perjuangan bangsa Indonesia. Peran tersebut sudah seharusnya berlanjut hingga kini dan masa yang akan datang.
“Karena itu peringatan Hari Santri harus jadi momentum kebangkitan pesantren terutama dalam perannya sebagai pusat pendidikan,” kata Adian dalam webinar bertajuk ‘Peta Jalan Kebangkitan Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Terbaik’, Jumat (22/10/2021).
Adian pun mengajak pesantren dan para santri untuk merespon tantangan cepatnya perubahan secara tepat agar peradaban Islam tidak tergilas zaman.
Menurut Adian banyak tokoh Islam yang berjuang melawan penjajahan Belanda dengan cara mendirikan pesantren, seperti yang dilakukan oleh Syaikh Yusuf Al-Makassari, Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani, dan lainnya. Mengutip pernyataan pahlawan nasional Mohammad Natsir, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang dikembangkan dalam rangka perjuangan bangsa Indonesia.
“Dengan demikian, pesantren bukan saja merupakan lembaga pendidikan tetapi merupakan peran yang penting dalam perjuangan nasional,” katanya.
Konsep pesantren, lanjutnya, juga dikembangkan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara yang dahulu mendirikan Taman Siswa karena menolak keras sistem pendidikan yang dibangun Belanda.
“Ki Hajar Dewantara menolak sistem pendidikan Belanda karena dibangun hanya untuk kepentingan mereka,” ujar Dr. Adian.
Dalam konsep yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara, lanjut Adian, pesantren atau pondok dan asrama merupakan rumah kiai guru, yang dipakai untuk pondokan santri-santri dan rumah pengajaran juga. Di sana setiap hari guru dan murid berkumpul jadi satu melakukan kegiatan belajar mengajar sendiri.
“Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak-anak kita supaya mereka kelak menjadi manusia berpibadi yang beradab dan bersusila,” jelasnya.
Ki Hajar Dewantara juga menjabarkan, pengajaran adab kepada siswa bermaksud memberikan agar jiwa anak terbangun seutuhnya bersamaan dengan pendidikan jasmaninya.
“Makanya menarik ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak zaman Anies Baswedan hingga Nadiem Makarim selalu menggaungkan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara,” ujarnya.
Namun demikian, ia juga mewanti-wanti kepada orang tua siswa agar tidak menjadikan pesantren sebagai tempat ‘pelarian’ pendidikan bagi anak-anaknya yang dianggap bermasalah.
Pesantren bukan wadah untuk menjadikan anak-anak yang bermasalah menjadi lebih baik secara instan. Pendidikan harus kerjasama pesantren dan orang tua.