JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum NU CIRCLE Gatot Prio Utomo yang lebih sering dipanggil Gus PU mengingatkan para pendiri bangsa dan para masyayih telah memberikan mandat besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyempurnakan ahlak mulia. Karena itu, pada momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 NU CIRCLE kembali menguatkan misi besarnya dalam pendidikan yakni melaksanakan Trimatra Pendidikan Dasar: Etika, Logika dan Kebangsaan.
“Sebagai masyarakat profesional santri, semoga NU CIRCLE dapat mewujudkan Trimatra sebagai slogan baru kebangkitan kaum santri dan para profesional sebagai kebangkitan keummatan: nahdlatul ummah almusyarakiyah,” kata Gus PU dalam siaran persnya, Ahad (2/5/2021).
Dalam kesempatan yang sama Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan NU CIRCLE Bambang Pharmasetiawan mengatakan bahwa NU CIRCLE akan mengawal terus kebijakan-kebijakan pendidikan agar sesuai dengan nalar publik yang baik dan benar, karena pada dasarnya kebijakan publik harus sesuai dengan nalar publik. Untuk itulah dia mengingatkan pekerjaan rumah Kemendikbud (saat ini menjadi Kemendikbudristek) masih sangat banyak.
“Sebagai contoh PP 57 tahun 2021 yang baru keluar dan menimbulkan kegaduhan soal hilangnya Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dari pendidikan tinggi itu,” kata Bambang.
Menurutnya, kegaduhan yang mencuat ke permukaan terkait PP 57/2021 merupakan puncak dari gunung es permasalahan yang ada. Buktinya ketika NU CIRCLE bekerja sama dengan Vox Point Indonesia dalam acara membedah permasalahan PP 57/2021 baru-baru ini dengan mengundang politisi anggota komisi X DPR RI, pengurus PB PGRI, seorang Guru Besar UPI Bandung, dan lainnya maka makin terkuak banyak sekali permasalahan lain yang ada di PP ini.
Selain itu, lanjut Bambang, permasalahan dalam Peta Jalan Pendidikan pun belum kunjung usai dan selesai. Dia berharap bahwa dalam penyusunan peta jalan ini semua pihak dilibatkan dan didengarkan pendapatnya karena ini bukan saja berurusan dengan guru dan murid, tapi menentukan masa depan bangsa Indonesia nanti. Landasan pendidikan sebagai alat perjuangan seperti diterapkan sejak Ki Hadjar Dewantara sudah selayaknya terus dipertahankan.
“Modernisasi sudah seharusnya, tapi jangan mengesampingkan keterlibatan rakyat kecil sebagai komunitas pendukung di seputar sekolah, untuk aplikasi Market Place BOS misalnya,” tukasnya.
Juga harus diingat bahwa wawasan pendidikan bukan masa depan semata tapi juga berwawasan sejarah dan kebudayaan.
Mengenai banyaknya keinginan adanya Omnibuslaw bidang Pendidikan, sebenarnya NU CIRCLE sudah mendukung sejak lama dan bahkan ikut bergabung dan terlibat ketika Pontjo Sutowo dari FKPPI-Aliansi Kebangsaan-Suluh Nuswantara Bakti bersama kolega, NU CIRCLE diantaranya, menyerahkan naskah akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional ke komisi X DPR RI tanggal 6 Juli 2020 tahun lalu. Ini tinggal disempurnakan saja.
Sementara Ahmad Rizali Waketum III/Koordinator Bidang Pendidikan dan SDM NU CIRCLE melanjutkan pernyataan Gus PU bahwa etika membuat kehidupan kemanusiaan semakin adil dan beradab. Membangun etika dimulai dari mengenalkan Islam yang rahmatan lil alamin.
Lalu logika adalah fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Gusti Allah SWT yang paripurna. Akal pikiran inilah salah satu pembeda utama manusia dengan al hayawan dan makhluk Allah lainnya.
“Pendidikan logika dimulai dengan pembelajaran literasi numerasi secara bernalar, kontekstual, sederhana dan mendasar melalui Gernas Tastaka,” jelasnya.
Sedang kebangsaan adalah cinta tanah air bangsa dan negara. NU CIRCLE mengusung kebangsaan sebagai nilai-nilai kenusantaraan yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945.
Menutup siaran pers NU CIRCLE, Kepala Bidang Pendidikan NU CIRCLE Sururi Aziz mengatakan bahwa pendidikan sejatinya untuk pembentukan dan pengembangan watak, bukan otak. Mereka yang berpendidikan harus menjadikan kehidupan ini lebih baik. Orang berpendidikan akan berperilaku baik, apa yang dibicarakan adalah untuk kebaikan karena sistem berpikirnya terdidik baik.
“Maka dalam proses pendidikan, peserta didik harus dapat mengeksplorasi perilaku baiknya dan guru hanya mengarahkan pada kebaikan yang hakiki,” tandas Sururi.