JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr. Ir Giwo Rubianto, M.Pd mengingatkan bahwa peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 memiliki keterikatan sejarah dengan lahirnya Kowani. Sebab dua bulan setelah peristiwa Sumpah Pemuda, para perempuan Indonesia menginisiasi pembentukan Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia yang kemudian disingkat PPPI.
“Peristiwa besar yang terjadi pada tanggal 22 Desember 1928 atau dua bulan setelah Sumpah Pemuda tersebut kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi kesatuan pergerakan wanita Indonesia,” kata Giwo Rubianto pada Webinar Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-92 dan Hari Ibu ke-92 tahun 2020, Rabu (28/10/2020).
Menurut Giwo, semangat yang terkandung dalam peristiwa Sumpah Pemuda yakni bertumpah darah satu yakni Indonesia, berbangsa satu yakni bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia juga menjadi semangat dari perjuangan para perempuan yang tergabung dalam PPPI. Organisasi PPPI inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Kowani pada 1946 dan ditetapkan sebagai Hari Ibu pada tahun 1959.
Bagi Giwo, cita-cita para pejuang perempuan tentang Ibu Bangsa yang dicetuskan sejak 1935 atau 10 tahun sebelum Indonesia merdeka tetap relevan sepanjang zaman. Konsep Ibu Bangsa yang menjadi cita-cita besar Kowani, memberikan tugas bagi perempuan Indonesia untuk melahirkan generasi milenial yang kreatif, inovatif dan berdaya saing. Dan ini bukanlah hal yang mudah, sehingga perlu upaya bersama untuk menjalankan mandat tersebut.
Sementara itu, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbud RI Restu Gunawan saat memberikan keynote speaker mewakili Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan apresiasinya terhadap Kowani yang secara konsisten memberikan inspirasi kepada perempuan, bagaimana peran ibu-ibu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kowani sudah bergerak bertahun-tahun, memiliki daya dan kekuatan untuk ikut membangun bangsa dan negara dalam situasi seperti apapun termasuk seperti sekarang ini,” kata Restu.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia bukanlah sekedar nama kebudayaan. Indonesia adalah sebuah cita-cita besar yang dibangun secara bersama-sama oleh seluruh rakyat Indonesia. Dan cita-cita tersebut harus terus dinyalakan apinya dengan menumbuhkan semangat nasionalisme terutama bagi generasi muda.
“Kita punya kekayaan budaya yang sangat banyak, dunia mengakuinya. Sebut saja Borobudur, berbagai tarian dan lainnya. Termasuk memory of the world, cerita-cerita dengan karakter Indonesia, ada dongeng Panji, ada wayang. Itu semua harus kembali dikenalkan kepada generasi muda kita dan saya berharap peran ibu-ibu untuk memulai gerakan tersebut,” tambah Restu.
Dengan mengenal kebudayaan Indonesia, Restu berharap kecintaan generasi muda terhadap tanah air Indonesia semakin kuat.
Dr Bondan Kanumoyoso, M.Hum, Dosen Sejarah Universitas Indonesia dalam materinya menyampaikan bahwa Sumpah Pemuda merupakan sebuah prakarsa hebat dari para pemuda zaman sebelum kemerdekaan. Semangat para pemuda tersebut tentu harus diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara terus menerus.
“Aktualisasi Sumpah Pemuda menjadi penting karena Indonesia memerlukan inisiatif yang besar dalam menghadapi globalisasi. Di mana persaingan ideology dan politik di masa pergerakan nasional kini telah berubah menjadi persaingan inovasi antar bangsa. Tetapi Sumpah Pemuda tetap relevan untuk dijadikan sebagai sumber inspirasi,” tutup Bondan.
Selain Bondan, tampil juga sebagai narasumber, Addie MS, seorang musisi.