27.8 C
Jakarta

Perintis Mocaf dari Banjarnegera

Riza, Lulusan Elektro UGM Yang Tak Ragu Bergulat Dengan Singkong

Baca Juga:

Bekerja di rumah? Belajar di rumah? Ibadah di rumah? Ya.. ya.. benar, pandemi memang belum berakhir. Protokol kesehatan tetap musti kita lakukan. Jangan bosan. Tetaplah semangat dan senyum menjalani kehidupan.

Cobalah buka jendela. Ahaaa.. sang fajar telah menyingsing! Mentari menerpa dedaunan. Daun-daun pun menari-nari diterpa angin sepoi-sepoi. Hijaunya dedaunan sungguh sedap dipandang mata. Beberapa pepohonan di sekitarnya pun tersenyum sumringah menyambut datangnya mentari pagi. Kicau burung menyempurnakan indahnya suasana pagi.

Di kejauhan, tampak daun singkong melambai ikut menyambut pagi. Sementara tetesan embun yang masih menempel di ujung daun, memantulkan sinar sang mentari pagi, bak berlian Cartier di etalase Reu de la Paix, Perancis.

Cobalah keluar. Nikmati kesejukan pagi, juga hangat sinarnya. Betapa Allah Maha Kuasa memasukkan malam kepada siang, memasukkan siang kepada malam, demikian seterusnya. Nyaris tak terdengar perubahannya. Wujud keindahan tiada tara, sekaligus kadang membuat kita terlena, bila tidak waspada. Seakan pergantiannya adalah hal biasa, padahal kita musti merenungkan dan mengagungkan rasa syukur atas kesempatan yang diberikanNya. Dia telah memberi kita anugerah pendengaran, penglihatan dan hati, namun sedikit sekali kita mensyukurinya.

Lambaian daun singkong pagi ini, mengingatkan pada presentasi Riza Azyumarridha Azra, seorang anak muda milenial yang memulai usaha Tepung Mocaf. Usaha itu baru dimulainya, pada saat longsor menimpa kotanya, Banjarnegara, Jawa Tengah, tahun 2014.

Selama enam bulan Riza berada di pengungsian, membersamai para pengungsi. Sebuah keterlibatan yang patut diapresiasi. Namun Riza tidak tinggal diam. Ia tidak hanya membersamai, ia terus berfikir untuk mensejahterakan masyarakat. Ia terganggu dengan problem sosial, mulai dari anak putus sekolah, dan indeks pembangunan yang cukup rendah di Jawa Tengah.

Tahap demi tahap, bersama istri yang dia temui di pengungsian, dan sejumlah rekan, Riza melakukan ikhtiarnya. Dimulai dengan membuat Sekolah Inspirasi Pedalaman Banjar Negera. Sampai suatu ketika, ada petani singkong yang menangis dan curhat kepada mereka, tentang hasil panen yang hanya diharga Rp 200 (dua ratus rupiah) per kilogramnya.

Bermula dari sekedar ingin membantu petani singkong inilah, kemudian berkembang menjadi pembuatan Tepung Mocaf. Kini, mereka ikut mengelola hasil panen singkong di hamparan lahan yang luasnya mencapai 95 hektar.

Kerja Keras

Pendirian Rumah Mocaf, yang menjadi langkah berikutnya itu, bukan hasil kerja semalam. Bukan pula pekerjaan yang hanya dilakukan lewat diskusi lalu bim salabim jadi. Bukan! Itu kerja yang dilakukannya secara sungguh-sungguh, melibatkan berbagai pihak terkait dan ahli di bidangnya.

Bersyukur belum lama ini, sejumlah pengurus Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM), berkesempatan mempertemukan Riza untuk presentasi di hadapan peserta Inkubasi Sociopreneur LPCR PPM, Jumat, 12 Maret 2021.

Riza amat sederhana. Cara bicaranya runtut, mudah dimengerti, dan berbicara apa adanya. Silakan lihat saat ia tampil di sebuah program televisi berikut ini.

 

Bahkan, akun Youtube chanel resmi  Kementrian Pertanian pun, membuatkan laporan khusus tentang Riza. Begitulah cerdasnya seorang Riza. Apa yang dilakukannya, menimbulkan rasa haru, bahagia dan bangga. Masih ada anak muda milenial yang memiliki kepedulian membangun masyarakat desa. Bahkan dia berani mempertaruhkan hidupnya. Hla gimana enggak.. wong dia seorang sarjana teknik elektro UGM kok ngurus singkong.

Dari paparannya, Riza tampak benar-benar gelisah. Kondisi masyarakatnya terpuruk. Petani singkong yang dengan susah payah menanam dan menunggu hasilnya berbulan-bulan, namun harganya amat rendah. Tidak seimbang dengan modal yang telah dikeluarkan.

Haduuuh. Segera kulantunkan doa pada Almarhum Bapak yang seringkali mengeluh hal sama saat kami kecil. Saat itu, singkong hanya laku di harga seratus hingga seratus lima puluh rupiah saja. Akhirnya singkong hanya kami makan sendiri, diolah apa pun, juga dibagikan kepada saudara-saudara. Kalau dijual nggak balik modal!

Terima kasih, ya Rabb. Engkau pertemukan aku dengan hamba-hambaMu yang masih senantiasa teguh di jalanMu. Kini, ya Rabb, ijinkan aku ikut terus menyuarakan pentingnya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hidup kita di dunia saat ini adalah nyata. Tidak sia-sia Allah menciptakan kita. Setiap makhluk ciptaanNya, telah Dia jamin rizkinya. Adalah ujian bagi kita, apakah kita akan adil memanfaatkannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia?

Mampukah Indonesia mewujudkan kedaulatan pangan bagi negerinya sendiri? Mampukah kita menjadi tuan di negeri kita sendiri, bergandeng tangan mewujudkan masyarakat Indonesia yang akan mampu tersenyum bangga pada setiap anak bangsa?

Saatnya kita bangkit. Asah terus kepedulian. Tingkatkan kualitas pendidikan setiap anak bangsa. Cerdaskan anak-anak Indonesia. Ajak serta membangun kejayaan peradaban Indonesia tercinta.

Penulis: Sri Lestari Linawati, Anggota LPCR PP Muhammadiyah, Dosen Unisa Yogyakarta. Pagi cerah di Yogyakarta, 18 Maret 2021

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!