JAKARTA, MENARA62.COM–Pembahasan mengenai pengembangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) dalam sidang komisi pada Kongres Ekonomi Umat 2017 di Jakarta malam tadi (23/4), menjadi pembahasan yang memanas, khususnya dalam memberikan rekomendasi para peserta kongres terhadap kebijakan pemerintah selama ini dalam keperpihakannya terhadap KUKM. Para peserta kongres meminta adanya arus baru ekonomi Indonesia, khususnya dalam pengembangan Koperasi dan UKM. Di antaranya adalah model ekonomi dan paradigma tentang pengembangan UMKM harus diubah.
Peryataan ini disampaikan oleh M. Nadrattuzaman Hosen dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada acara tersebut mengatakan, bahwa arus baru ekonomi yang harus disampaikan kepada pemerintah adalah bagaimana pemerintah membuat kebijakan yang jelas, yakni pengusaha besar bisa dipaksa berkerja sama dengan pelaku UMKM. Dengan demikian ada kemitraan yang jelas dan saling sinergi antara yang usaha besar dan yang kecil. Kebijakan ini harus serius dikembangkan oleh pemerintah agar tidak terjadi kesenjangan dan keadilan. “Kebijakan ini harus dibuat oleh pemerintah seperti halnya negara Jepang dan Korea dalam mengembangkan industri otomotif yang kini maju dan berkembang,” paparnya.
Problem ekonomi Indonesia dalam mengembangkan KUKM adalah tidak adanya kebijakan pemerintah dalam menghentikan kapitalisme yang rakus yang berjalan di tanah air selama ini. Hal inilah, kata Nadra, yang menyebabkan ekonomi berjalan penuh ketimpangan. Untuk itu, perlu arus baru ekonomi Indonesia yang mengacu pada ekonomi konstitusi bahwa antara pengusaha besar dan kecil bisa saling sinergi dalam membangun ekonomi. Dengan demikian ada tatanan baru bagi pengembangan ekonomi nasional.
Sementara, Muhajir dari praktisi hukum koperasi dan UKM dalam rekomendasi tersebut, menyoroti tentang kebijakan regulasi tentang Program Kemiteran dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini diwajibkan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta yang dirasakan sangat kurang relevan bagi pengembangan UMKM. Pasalnya, dalam realitas yang ada di lapangan, dana PKBL dan CSR yang berorientasi pada pemberdayaan UMKM tersebut hanya sekadar berpindah tangan saja yang dikelola oleh manajemen perusahaan itu sendiri. “Hal ini jelas program-program CSR dan PKBL tersebut hanya sekedar kamuflase saja pemberdayaan,” ucapnya.
Agar program PKBL dan CSR bisa berjalan sesuai dengan UU PKBL dilaksanakan dengan dasar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Muhajir meminta kepada pemerintah merevisi terkait peraturan pemerintah tentang PKBL dan CSR yang bisa disalurkan secara langsung dalam program pemberdayaan UMKM serta revisi jumlah dananya. Kemudian, terkait program-program pemberdayaan UMKM, peserta kongres minta agar pemerintah melibatkan Ormas Islam khususnya Komite Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam melakukan pendampinhan bukan sekadar lembaga swadaya masyarakat (LSM) saja. Dengan demikian ada kemitraan bersama dalam mengembangkan UMKM di Indonesia.