JAKARTA, MENARA62.COM– Persoalan kependudukan di Indonesia hingga saat ini belum tertangani dengan baik. Tidak hanya laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran yang masih tinggi, dari segi kualitas, sebagian besar juga masih memprihatinkan.
“Penduduk usia produktif kita cukup banyak. Tetapi pendidikan mereka masih didominasi lulusan SD dan SMP,” papar Dr Desvian Bandarsyah MPd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di sela Kuliah Umum Kependudukan dan KB, kerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Fakta tersebut tentu bukan khabar menyenangkan bagi pembangunan kependudukan. Karena jumlah usia produktif yang cukup besar, jika tidak termanfaatkan secara optimal justeru bisa menjadi bumerang.
Desvian mengatakan untuk mengelola masalah kependudukan, pemerintah tentu tidak bisa berjalan sendiri mengingat keterbatasan anggaran. Perlu peran pihak lain termasuk perguruan tinggi untuk ambil bagian di dalamnya.
“Uhamka mencoba berpartisipasi melalui kegiatan edukasi kependudukan dan KB kepada mahasiswa calon guru, calon orangtua dimasa depan. Bahwa menikah, memiliki anak dan lainnya harus direncanakan secara matang agar bisa menghasilkan generasi emas masa yang menjadi harapan bangsa,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta Dien Ermawaty mengakui untuk mengatasi persoalan kependudukan memang tidak mudah. DKI Jakarta yang notabene adalah kota besar dengan segala jenis fasilitas yang lengkap, hingga saat ini masih menghadapi masalah kependudukan.
“Penduduk DKI Jakarta sangat besar. Tercatat kepadatan penduduk mencapai 15.230 jiwa/km2. Dan jika dikomparasikan dengan kota-kota besar di dunia, maka Kota Jakarta menduduki peringkat ketiga sebagai kota terpadat setelah Karachi dan Manila,” jelas Dien.
Jumlah penduduk DKI yang besar tersebut jika dilihat dari sudut pandang pengelolaan program kependudukan, ternyata dampak program KB masih perlu dioptimalkan. Berdasarkan survei RPJMN yang dipublikasikan Juni 2017, ternyata capaian contraseptif prevalation rate (CPR) hanya 55,9 persen, sedang capaian nasional pada level 59,7 persen.
Dari segi total fertility rate (TFR), diakui Dien juga masih cukup tinggi yakni 2,44 diatas angka nasional yang mencatat 2,40.
Sedang dari prosentase pasangan usia subur yang belum memakai alat kontrasepsi (unmet need) masih 21,6 persen, jauh diatas angka nasional yang mencatat 17,5 persen.
Kondisi kependudukan semacam itu, lanjut Dien sangat memprihatinkan. Oleh karena itu perlu pemahaman dan partisipasi yang maksimal dari para mahasiswa dalam upaya pengendalian penduduk.
“Para mahasiswa harus paham tentang program kependudukan dan perlu mengikuti program kependudukan dan KB melalui program generasi berencana atau GenRe serta ikut mengedukasi masyarakat tentang program KB,” tutup Dien.
Seminar yang diikuti sekitar 320 mahasiswa tersebut juga menampilkan pembicara Dr Sonny Harry B Harmadi, Ketua Koalisi Kependudukan sekaligus Dosen Demografi UI, dan DR H Sudibyo Alimoeso, seorang Pakar Program Kependudukan.