CIANJUR, MENARA62.COM – Berpedoman pada Pranata Mangsa untuk menentukan masa tanam tidak lagi cocok dilakukan oleh para petani di era sekarang. Sebab dengan iklim yang sering bersifat ekstrim bisa menimbulkan berbagai kondisi yang berpengaruh pada musim tanam.
Karena itu para petani harus mulai belajar mendapatkan informasi melalui aplikasi yang ada.
“Informasi iklim bisa di peroleh melalui genggaman tangan, petani bisa membuka melalui telepon genggamnya,” kata Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Guswanto M.Si di sela kegiatan sosialisasi Agroklimat bagi petani di Cianjur, seperti dikutip dari laman BMKG, Sabtu (20/1).
Dengan mengetahui perkembangan iklim yang tepat lanjut Guswanto, para petani dapat menentukan waktu yang tepat untuk mulai bercocok tanam. Informasi iklim ini dinilai jauh lebih akurat dibanding mengandalkan penghitungan masa tanam menggunakan ilmu Pranata Mangsa.
Diakui Guswanto, semenjak tahun 2011 Pemerintah memandang perlu menyikapi tantangan iklim ekstrim terkait dengan ketahana pangan nasional. Itu sebabnya diterbitkan Inpres No. 5/2011 mengenai “Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim”. Kegiatan pengamanan pangan melibatkan 36 Kementerian/Lembaga baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Terkait dengan hal tersebut, BMKG bertugas memberikan informasi peringatan dini iklim ekstrim serta mendiseminasikannya ke stakeholder, khususnya Kementerian Pertanian.
Sejak tahun 2011 BMKG diakui telah menyelenggarakan kegiatan SLI secara bertahap di provinsi sentra pangan Indonesia sebagai bentuk pendekatan literasi iklim guna mengurangi resiko iklim ekstrim. Literasi tersebut berupa pelatihan dalam bentuk konsep dan praktek yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keaksaraan petani tentang isi informasi iklim serta pemanfaatannya di bidang pertanian.
Neng Eem Marhamah Zulfa HIZ, anggota Komisi V DPR – RI menyampaikan keprihatinannya bahwa banya anak-anak muda yang tidak tertarik untuk meneruskan profesi sebagai petani. Fakta ini perlu mendapat perhatian banyak pihak mengingat petani berkaitan erat dengan ketahanan pangan nasional.
Saat ini pertanian, terutama pertanian tanaman pangan masih menjadi sektor dominan untuk wilayah di Kabupaten Cianjur. Hal ini terlihat dari pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) yang masih sangat besar bila dibandingkan sektor lainnya.
Menurut data yang dikeluarkan Dinas Pertanian tanaman pangan Kab. Cianjur, pada tahun 2018 produksi padi mengalami surplus, dari kebutuhan sebesar 255.000 ton, sedangkan hasil panen yang didapatkan mencapai 835.000 ton.