JAKARTA, MENARA62.COM – Lenyapnya pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam draft RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menuai kecaman dari guru-guru di seluruh Indonesia. Melalui rapat konsolidasi yang digelar PGRI pada Minggu (28/2/2022), Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi menyebut lenyapnya pasal TPG sebagai tindakan mengingkari logika publik, menafikkan profesi guru dan tidak menghargai profesi guru dan dosen.
“Kami para guru tidak anti perubahan, tetapi jangan berbuat curang dengan menghilangkan pasal TPG,” kata Unifah.
Unifah mengaku sejak awal sudah merasa kuatir dengan RUU Sisdiknas ini. Kekuatiran tersebut terbukti karena pada injury time, ternyata pasal TPG dihilangkan dan hanya dicantumkan pada peraturan peralihan yang tidak memiliki kekuatan hukum.
“Betul kekhawatiran kami terbukti, TPG ini tidak ada. Kami langsung rapatkan barisan,” lanjut Unifah.
Selain mengingkari logika publik, penghapusan pasal TPG menjadi bukti bahwa pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek benar-benar tidak lagi menghargai profesi guru dan dosen. Hilangnya pasal TPG sekaligus menjadi alarm matinya profesi guru dan dosen.
Unifah menyebut TPG adalah hal yang wajar diterima oleh guru sebagai bentuk penghargaan dan keadilan. Para guru ingin memiliki hidup yang sejahtera, sehingga bisa menyekolahkan anaknya sampai pendidikan tinggi. Apalagi TPG yang diterima guru besarannya tidak seberapa jika dibandingkan dengan tunjangan kinerja yang diterima para birokrat yang besarnya bukan main. Mereka pergi kemana-mana disediakan dana dari APBN. Sedang anggaran TPG senilai Rp73 triliun untuk jutaan guru yang mengabdikan diri mendidik anak negeri dengan kondisi lapangan yang sulit, mengapa dipersoalkan.
Selama ini lanjut Unifah para guru telah bersedia mendidik anak-anak dengan kesejahteraan yang sangat rendah. Mereka bertahan karena prinsip mengabdi dan mencintai tanah air. Bahkan ketika guru disalahkan atas mutu pendidikan yang rendah, guru tidak melawan. Termasuk ketika pemerintah hanya menjadikan guru sebagai ASN melalui mekanisme PPPK.
Bagi Unifah, mempersulit sertifikasi guru dan kenaikan pangkat guru, apalagii menghapuskannya adalah perbuatan yang paling melukai rasa keadilan para guru. Karena itu, PGRI sepakat untuk menolak penghapusan pasal TPG dalam RUU Sisdiknas ini. “Kami minta petinggi Kemendikbudristek gunakan hati nurani. Teman-teman di parlemen juga harus membantu menyalurkan aspirasi guru seluruh Indonesia. Kami minta pasal TPG dikembalikan,” tegas Unifah.
Dalam rapat konsolidasi yang diikuti oleh guru dari berbagai daerah di Indonesia tersebut mencuat ajakan para guru dari berbagai daerah untuk turun ke jalan, mogok mengajar jika pasal TPG tetap dihapuskan. Muncul pula tagar copot Nadiem.
“Kami sudah menerima ajakan guru-guru untuk mogok mengajar dan turun ke jalan. Tetapi kami meminta agar guru tidak mengambil tindakan tersebut. Guru harus tetap mengajar apapun kondisinya,” tambah Unifah.
PGRI berkomitmen memperjuangkan kembalinya pasal TPG tersebut dengan melalui jalan formal dan konstitusional. Namun jika pemerintah tetap menghapus pasal TPG dan guru akhirnya turun ke jalan, PGRI tidak bisa mencegahnya lagi.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah dalam tahap penyusunan rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang menggabungkan tiga UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam siaran persnya, Kemendikbudristek menyatakan bahwa RUU Sisdiknas ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2022.
Sangat disayangkan, dalam draf RUU Sisdiknas ini substansi penting mengenai penghargaan atas profesi guru dan dosen sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen, justru menghilang. Dalam RUU Sisdiknas draf versi April 2022 yang beredar luas, di pasal 127, ayat-3 tertera jelas tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Namun dalam draf versi Agustus 2022 yang beredar luas di masyarakat pendidikan, pemberian tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, dan tunjangan kehormatan dosen sebagaimana tertulis dalam ayat 3-10 pasal 127 hilang. Hanya dicantumkan ayat 1 dari pasal 127 draf versi April dalam pasal 105 draf versi Agustus 2022. Jika benar itu dihilangkan, maka sangat disayangkan pemerintah dalam hal ini Kemendibudristek telah melakukan pengingkaran terhadap profesi guru dan dosen.