29.9 C
Jakarta

PIK-2 Dicabut, Otorita Pantura: Sandiwara Konglomerat Bersama Militer?

Baca Juga:

Oleh: Budiawan

JAKARTA, MENARA62.COM – PIK-2 resmi dicabut. Publik bersorak, merasa menang melawan ambisi reklamasi tanpa akhir. Tapi jangan senang terlalu cepat. Sebab, di balik panggung yang sama, lahirlah Badan Otorita Pengelolaan Pantai Utara Jawa, dipimpin Laksamana Madya TNI (Pur) Didit Herdiawan Ashaf. Sementara proyek lama hilang, topeng baru muncul—memberi wewenang luas dan, bagi mata kritis, kesempatan bagi konglomerat lama untuk bermain lagi, kini bersama birokrat dan militer.

Fakta: pencabutan PIK-2 benar, Otorita Pantura dibentuk, kepala ditunjuk. Dugaan kritis mengaitkan ini dengan kepentingan Aguan dan Anthony Salim. Bukti resmi memang belum ada, tapi logika sederhana: jika proyek ini benar-benar untuk rakyat, mengapa perlu otorita dengan kekuasaan ekstra yang bisa mengatur lahan dan bisnis di belakang tanggul?

Tujuan resmi terdengar heroik: Giant Sea Wall menyelamatkan 20 juta jiwa dari rob dan penurunan muka tanah. Efisiensi dan koordinasi jelas. Tapi sejarah reklamasi mengajarkan satu hal: “perlindungan publik” kerap menjadi kode untuk monopoli kekayaan. PIK-2 adalah versi lama yang gagal karena terlalu transparan; Otorita Pantura adalah versi baru dengan kekuasaan lebih rapat, lebih susah diawasi, dan lebih berpotensi menjadi kendaraan konglomerat.

Jika otorita ini dipakai untuk menggusur nelayan, menekan masyarakat adat, atau membuka lahan strategis untuk properti elit, rakyat akan kembali menjadi korban sandiwara. Giant Sea Wall bisa jadi bukan sekadar tanggul, tapi tirai raksasa yang menutupi kepentingan segelintir orang, lengkap dengan topeng militer dan birokrat.

Mencabut PIK-2 adalah langkah pro-rakyat, tapi pembentukan Otorita Pantura adalah alarm keras: niat baik tanpa transparansi mudah disulap jadi pengkhianatan publik.

Rakyat, jangan dibodohi lagi. Tanyakan siapa diuntungkan, siapa dirugikan, dan pastikan proyek “untuk keselamatan publik” benar-benar melindungi kita, bukan kantong konglomerat. Jangan biarkan PIK-2 hanya berganti topeng—karena topeng baru bisa lebih berbahaya daripada yang lama. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!