30 C
Jakarta

Pilkada DKI Putaran Kedua Sebaiknya Pakai E-voting

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Hindari kecurangan Pilkada yang berujung pada gugat menggugat hasil pemilu,  Dr Ir Hammam Riza MSc, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyarankan agar Pilkada di DKI Jakarta putaran kedua menggunakan sistem e-voting. Dengan sistem ini, Pilkada DKI Jakarta yang akan berlangsung April ini tidak hanya lebih akurat hasilnya, lebih cepat prosesnya tetapi juga lebih akuntabel dan hemat biaya.
“Pemilu DKI putaran kedua ini dua calon ketemu head to head, berhadapan langsung satu lawan satu,” kata Hammam, Rabu (22/03/2017).
Situasi tersebut sangat potensial menimbulkan kecurangan dan keributan pilkada. Terutama nanti jika sudah dilakukan proses penghitungan suara dan diketahui calon pemenangnya.
Diakui Hammam, istem pemilu di Indonesia yang masih berbasis kertas membutuhkan biaya yang sangat mahal. Terutama untuk pengadaan alat pemilu beserta atribut pendukungnya.
“Kertas suara, kotak suara, kertas untuk rekap hasil suara. Dengan jumlah penduduk ratusan juta, tentu butuh biaya yang sangat besar untuk pengadaan alat pemilu,” katanya.
Menurut Hammam, sebenarnya pada era serba digital seperti sekarang ini, kegiatan pemilu bisa memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yakni dengan sistem e-voting. Model pemilu ini jauh lebih murah, praktis, mudah dan hemat anggaran.
“E-voting merupakan hasil rekayasa teknologi yang dihasilkan BPPT,” tambahnya.
Meski sudah ditemukan sejak 2015, tetapi teknologi e-voting ini diakui Hammam belum diaplikasikan dalam pilkada serentak ditingkat kabupaten/kota maupun propinsi. Alasannya belum memiliki payung hukumnya.
“Kita baru terapkan ditingkat desa. Sudah ada 526 desa melakukan pemilihan kepala desanya menggunakan e-voting,” papar Hammam.
Aplikasi teknologi e-voting ini menurut Hammam memiliki banyak kelebihan. Misalnya memudahkan warga memberikan suara karena cukup menyentuh tanda gambar panel sentuh yang menggambarkan surat suara, pengisian hasil pemilihan langsung ke pusat data menggunakan infrastruktur komunikasi.
E-voting juga memungkinkan tabulasi suara dapat dilakukan secara otomotis disetiap TPS. Bahkan penayangan hasil pemilihan berbasis web yang menjamin transparansi dan akuntabilitas.
“Metode ini menghasilkan jejak audit baik secara digital atau elektronik dan dapat diaudit secara langsung dengan membandingkan cara kertas,” jelasnya.
Menurut Hammam, pemilu dengan e-voting sangat tepat digunakan guna mengantisipasi mal praktik atau manipulasi termasuk surat suara dan KTP palsu. Tentunya e-voting bisa dilaksanakan jika semua penduduk sudah memiliki e-KTP.
Hammam mengakui e-voting yang sudah diaplikasikan di tingkat desa, bisa mengurangi jumlah TPS yang ada sehingga menghemat biaya.
Sebagai gambaran, satu TPS e-voting bisa melayani 10 ribu warga, sedang TPS manual hanya bisa melayani 500 warga. Dengan e-voting, penggunaan media kertas jelas bisa diminimalisir dan itu berarti penghematan juga.
Dari segi akurasi data, e-voting bisa menutup celah gugat menggugat atau kecurangan bakal calon. Sehingga pemilu benar-benar berlangsung secara jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia.
Diakui Hammam memang belum semua daerah  siap menyelenggarakan e-voting ini. Tetapi untuk DKI Jakarta dan Jabar sudah memiliki infrastruktur pendukung yang memadai.
- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!