25.9 C
Jakarta

Pinjaman Online Marak, YLKI Minta Masyarakat Bijak Memanfaatkan

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan maraknya pinjaman online (pinjol) membuat masyarakat mudah mendapatkan pinjaman dalam waktu cepat tanpa persyaratan yang rumit. Meski demikian, masyarakat diminta bijak dalam memanfaatkan pinjol ini agar terhindar dari jebakan kredit macet.

“Banyak masyarakat yang mengirimkan pengaduan ke YLKI terkait pinjaman online ini,” kata Tulus pada FGD bertema Dewasa dalam Menyikapi Pinjaman Online yang digelar Indopos, dikutip dari Antara, Senin (27/1/2020).

Pengaduan tersebut misalnya teror penagihan, dimana perusahaan pinjol (lender) meneror nasabah yang tidak bisa membayar cicilan. Pengaduan lain soal pengalihan kontak, bunga yang tinggi, reschedule hutang sampai masalah administrasi.

Diakui Tulus kehadiran pinjol bagai mata pisau. Di sisi lain memberikan manfaat bagi masyarakat, tetapi sisi lainnya lagi sering menimbulkan masalah. Persoalan tersebut muncul salah satu pemicunya adalah rendahnya literasi digital masyarakat terkait fintech atau pinjol ini.

“Masyarakat cenderung abai, dan tidak membaca dengan seksama aturan mainnya. Maka ketika timbul masalah, masyarakat berada pada sisi lemah,” jelas Tulus.

Ironisnya, banyak kasus orang yang terjebak pada pinjol, merasa frustasi. Bahkan ada yang rumah tangganya bubar sampai nekad bunuh diri.

Karena itu, Tulus berharap pemerintah segera menerbitkan undang-undang yang mengatur terkait pinjol ini. Terutama penggunaan data pribadi nasabah agar masyarakat terlindungi dari praktik perusahaan pinjol yang nakal.

Tulus juga menyarankan selain membaca aturan mainnya dengan benar, masyarakat perlu mengecek izin dari perusahaan pinjol tersebut. “Lender yang legal terdaftar di OJK,” katanya.

Sedangkan Ketua Harian Asosiasi Fintech Lending Indonesia (AFLI), Kuseryansyah mengatakan pesatnya pertumbuhan fintech di Indonesia akibat tingginya kesenjangan kredit dari perbankan.

Dia menjelaskan dari Rp1.600 triliun kebutuhan kredit di masyarakat hanya Rp600 Triliun yang dapat terlayani, sedangkan sisanya Rp1.000 triliun belum bankable hal ini yang membuat fintech tumbuh pesat dalam tiga bulan terakhir.

Kesenjangan ini, akibat ketatnya syarat mendapatkan pinjaman bank sedangkan untuk Fintech dengan inovasi di bidang teknologi data maka mampu menyisir masyarakat yang memang belum tersentuh perbankan (unbankable).

“Kalau di tahun 2017 baru tujuh platform lending yang teregister, maka saat ini jumlahnya mencapai 164 platform, dari jumlah tersebut 24 yang sudah mendapatkan izin sedangkan sisanya masih dalam proses,” ujar dia.

Kuseryansyah juga menyampaikan tahun 2019 tercatat 170 juta permohonan pinjaman, namun yang belum terlayani mencapai 70 juta ini yang dilayani fintech, permasalahannya fintech yang ilegal juga masuk ke sana.

Sedangkan Ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto mengatakan kehadiran fintech saat ini tidak terbendung lagi dengan masuknya Indonesia ke dalam ekonomi digital

Apalagi, tambahnya, dengan teknologi kecerdasan buatan yang dimiliki perusahaan Fintech masyarakat dimudahkan untuk mendapatkan dana, sehingga di sini pentingnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat untuk pinjaman semacam ini.

Ryan melihat ke depannya justru akan terjadi kerja sama antara perusahaan Fintech dengan perbankan, apalagi saat ini sebanyak 75 persen perbankan sudah masuk ke dalam layanan digital.

“Apalagi dengan ponsel pintar saat ini aplikasi kredit dengan mudah diunggah dan dana dapat dengan cepat diperoleh. Perubahan sudah demikian cepat. Otoritas harus bisa mengantisipasi hal itu,” katanya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!