30.3 C
Jakarta

Pleno BSNP Hadirkan Bahrul Hayat

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Rapat pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada Kamis (15/8/2019) dibuka oleh KH Z Arifin Junaidi, Sekretaris BSNP. Rapat ini dihadiri Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. Ketua BSNP, dan anggota BSNP. Anggota BSNP yang hadir yaitu Prof. Bambang Setiaji; Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes; Prof Suyanto; Hamid Muhammad, Ph.D.; Prof. Dr. Imam Tholkhah, M.A.; Prof. Dr. Ali Saukah, M.A; Bambang Suryadi, Ph.D.; Doni Koesoemo A., M.Ed; Drs. E. Baskoro Poedjinoegroho, SJ, M.Ed.; dan Ki Dr. Saur Panjaitan XIII, M.M.

Rapat pleno ini menghadirkan Prof Bahrul Hayat PhD, dosen UIN Syarif Hidyatullah Jakarta. Ia mengatakan, hal mendasar bagi BSNP adalah mengambil kebijakan dasar terkait Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Ia menceritakan tentang proses pengembangan SKL di masa-masa sebelumnya.

Mantan Sekretaris Jenderal Kemenag ini mengatakan, SKL yang ada masih perlu disempurnakan. Menurutnya, ada aspek filosofis dan teknis yang harus bisa dipahami bersama oleh para pemangku kepentingan. Ia juga mengungkapkan, SKL merupakan perwujudan seluruh arsitektur pendidikan nasional.

Ia juga menyinggung soal Kurikulum 2013. Menurutnya, dokumen SKL, masih membutuhkan penyamaan persepsi bagi semua pemangku kepentingan. Salah satu yang paling mendasar adalah, tentang definisi kompetensi. Dengan definisi yang lebih jelas, dan dijadikan rumusan yang konsisten dengan apa yang dipikirkan bersama, akan membuat semua pemangku kepentingan tergerak ke arah yang sama.

Abdul Mu’ti mengatakan, SKL mengacu pada UU Sisdiknas. Frame dalam menyusun SKL, tidak bisa keluar dari yang sudah ada. SKL itu sudah given. Sudah ada, jadi tidak pilihan lain. Namun, ia mengatakan, SKL masih memerlukan penjelasan definisi.

“Jika sudah berkaitan dengan kebijakan, sudah harus ikut pada konstruksi yang ada. Namun, tetap ada ruang untuk mengelaborasi. Nilai substansi yang harus terpelihara. Tetapi harus dibekali, untuk rumusan future,” ujarnya.

Menurutnya, rumusan ini harus bisa melampaui, dan disadari sebagai tugas yang tidak mudah. Membayangkan kompetensi apa yang dibutuhkan untuk 2045, menurutnya memang tidak mudah.

“Akan seperti apa di masa depan itu, namun tetap ada nilai yang tidak bisa bergeser. Ada value melekat pada knowledge. Penting, karena seakan-akan orang jadi serba tahu, tetapi nilai tidak mengiringi,” ujarnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!