31.7 C
Jakarta

Polri Harus Jaga Stabilitas Keamanan dalam Rangka Rekonsiliasi Nasional

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Peran Polri untuk menjaga stabilitas keamanan dalam rangka rekonsiliasi nasional sangat dibutuhkan. Sebab hingga saat ini Polri masih menemukan ketidakpuasan terhadap rekonsiliasi terutama di akar rumput (masyarakat bawah).

“Hingga hari ini situasi seluruh Indonesia secara nasional dari Aceh sampai Papua dapat dikatakan kondusif dan relatif aman. Tetapi memang masih ditemukan ketidakpuasan terhadap rekonsiliasi tersebut dikalangan akar rumput,” papar Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Pol. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, Msi, MM usai mengikuti diskusi Forum Politik dan Kebijakan Publik dengan tema  “Tantangan Polri dalam Mewujudkan Rekonsiliasi Bangsa Pasca Pemilu 2019” di auditorium Centre for Strategic and International Studies (CSIS) jl. Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2019).

Ketidakpuasan rekonsiliasi tersebut sambungnya dapat diklafikasikan ke dalam dua sisi yakni di sisi dunia maya dan dunia nyata (lapangan). Ketidakpuasan didunia maya justru lebih banyak jika dibandingkan dengan ketidakpuasan didunia nyata.

“Didunia maya yakni media sosial masih banyak akun-akun yang ditemukan mulai dari twitter, facebook, hingga foto-foto maupun video yang memprovokasi,” jelasnya.

Ia mengingatkan para pemilik akun yang terbukti melakukan provokasi pasti akan terkena jeratan pasal-pasal seperti diatur dalam UU ITE.

“Akun-akun tersebut masih banyak kita temukan terutama dikelompok-kelompok radikal ekstrim (garis keras), inilah yang perlu kita waspadai jangan sampai disusupi oleh faham ISIS atau radikal lainnya,” ujar Brigjen Pol. Dedi Prasetyo.

Narasi-narasi yang mengandung unsur provokatif, intoleransi, memecah belah dan polarisasi itu biasanya dipakai oleh kelompok-kelompok yang memiliki faham radikal ekstrim. Secara kualitatif jumlah akun dengan narasi provokatif belum terdata.

Sedang ketidakpuasan di dunia nyata (lapangan), tingkat ketidakpuasan terhadap rekonsiliasi kecil. Tetapi yang justru masiv diviralkan di media sosial dan terus dibangun adalah narasi provokatif,kebencian dan hoax.

Dedi menambahkan narasi kebencian dan prvokatif dimedia sosial itulah yang nantinya akan ditertibkan secara maksimal baik melalui upaya digital maupun penegakan hukum.

Upaya sosialisasi digital yang akan dilakukan, diantaranya dengan.membubuhkan stempel “hoax” pada konten, atau  penanganannya dilakukan oleh Kominfo mengingat sudah ada kerjasama dengan kominfo. Jika pembuat konten hoax masih nekad melakukan pelanggaran maka akan dibawa keranah peradilan hukum.

Menyikapi peran Polri dalam mewujudkan rekonsiliasi politik pasca pemilu 2019, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V, Kantor Staf Presiden, Ifdal Kasim juga mengatakan  rekonsiliasi ini adalah suatu kegiatan politik yang para pelakunya adalah aktor-aktor politik. Termasuk dalam konteks ini adalah pemerintah.

Tetapi dalam konteks mendukung upaya pemerintah, didalam mendukung rekonsiliasi polisi juga harus mempertimbangkan hal tersebut dalam upaya penegakkan hukum. Karena bagaimanapun polisi dalam menegakkan hukum dan menjaga ketertiban umum, mereka juga melakukan penilaian terhadap norma yang tengah berlaku dimasyarakat.

“Kalau Pasca pilpres ini pemerintah atau masyarakat politik mendorong upaya rekonsiliasi politik tentu polisi juga menjaga kondusifitasnya. Tapi bukan dia (Polri) yang menjadi indikator, dia menjalankan berdasar kebijakan yang berlaku,” jelas Ifdal.

Karena itu dalam hal ini polisi, misalnya pada upaya pertemuan politik kemarin (Jokowi dan Prabowo) antara dua kubu itu, justru membantu kepolisian karena meredakan perselisihan kedua kubu.

Sedangkan dalam pengawasan media sosial (medsos), menurut Ifdal untuk ruang publik tidak perlu dibatasi tapi untuk informasi yang mengandung hasutan dan penuh ujaran kebencian terhadap suatu kelompok atau menghambat informasi yang dibutuhkan untuk dikonsumsi masyarakat dengan tujuan kehidupan yang lebih sehat tentu boleh dilarang.

“Polri pantas melakukan pembatasan atau blog terhadap akun tersebut,” tutup Ifdal.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!