25.9 C
Jakarta

Pontjo Sutowo: Agama Miliki Peran Sentral dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Agama telah menempati posisi sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Karena itu kehidupan beragama di Indonesia tidak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk peribadatan agama mendapatkan tempat di ruang publik.

Kondisi tersebut berbeda dengan kebijakan sekularisme di negara-negara barat yang memisahkan kehidupan beragama dari kehidupan berbangsa bernegara disana, maupun
dibandingkan dengan faham komunisme yang tidak percaya adanya Tuhan.

Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo pada forum Diskusi Terpumpun bertema “Peran Agama dalam Mencerdaskan Kehidupan bangsa Indonesia” yang digelar secara daring pada Jumat (17/3/2023).

Menurutnya, sebagai bangsa yang bhineka dalam ras, budaya, dan agama, bangsa Indonesia memiliki keyakinan bahwa hanya karena kehendak Tuhan, bangsa Indonesia bisa disatukan dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia.

“Kebhinekaan agama yang lahir dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia bukanlah satu kondisi hasil rekayasa manusia belaka. Kita yakini bahwa ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Kita syukuri anugerah Tuhan atas kebhinekaan bangsa kita ini,” kata Pontjo.

Jika mencermati proses lahirnya negara Repubik Indonesia, yang bermula dari kumpulan peradaban bangsa-bangsa di Nusantara, kemudian mulai tahun 1908 tumbuh kesadaran akan pentingnya menghimpun diri menjadi satu bangsa, dan selanjutnya menyatakan Sumpah Pemuda Indonesia pada tahun 1928 sebagai satu bangsa, hingga akhirnya pada 17 Agustus 1945 menyatakan diri sebagai satu negara bangsa Republik Indonesia, maka kata Pontjo, bangsa Indonesia yakin bahwa hanya karena kehendak dan ijin Tuhan YME, bangsa yang bhineka dalam ras, budaya, dan agama ini berkehendak dan mampu mempersatukan diri menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia.

Pontjo menekankan bahwa tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia telah meletakkan empat-paradigma-dasar untuk melaksanakan pembangunan memajukan peradaban bangsa, yakni : Bhineka Tunggal Ika – Pancasila – konsep Negara Kesatuan RI, dan UUD 1945 yang berisi Pembukaan beserta Batang Tubuhnya.

Pada sila kesatu Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, telah memancarkan dan menurunkan nilai-nilai turunannya (derivative value) ke dalam empat sila dibawahnya. Dari sini kemudian bisa dilihat bagaimana agama telah menjadi sumber dari rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, agama merupakan muara dari persamaan-kehendak bersatu dalam satu kesatuan bangsa, agama telah memancarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial-budaya bangsa, yang pada gilirannya telah menjadi pedoman berperilaku manusia Indonesia yang beragama.

Agama juga telah mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi khalifah (pemimpin) semua makhluk ciptaan-Nya di dunia. “Ajaran ini telah menjadi sumber berkembangnya Ilmu Pengetahuan umat manusia di dalam membangun peradabannya di tengah-tengah lingkungan alam semesta yang menjadi sumber kehidupannya. Agama telah menumbuhkan rasa “cinta” manusia kepada Tuhannya sang pencipta, rasa cinta kepada sesama manusia dan rasa cinta manusia kepada alam semesta sekelilingnya dimana ia hidup,” tukas Pontjo.

Dan dari cinta kemudian menumbuhkan rasa saling mengasihi dan hormat diantara sesama manusia, hingga tumbuhlah budaya musyawarah mufakat, dan tumbuh pula kebutuhan menjaga keadilan sosial dalam berbagi kesejahteraan diantara sesama warganegara.

“Agama bahkan telah menumbuhkan rasa estetika dalam diri umat manusia. Nilai estetika yang halus telah merangsang dan sekaligus menantang kemampuan logika manusia untuk mengkonstruksi bentuk fisik dari satu hasil karya yang indah disamping sifat fungsionalnya. Sekali lagi Agama telah menjadi sumber perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia,” tegas Pontjo.

Pontjo menyebut peran agama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia yang berperadaban merupakan satu kunci penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Terlebih dalam situasi maraknya politik identitas yang berkembang di tahun politik menjelang Pemilu serentak 2024 yang akan datang.

Diskusi terpumpun yang dimoderatori Iif Fikriani Ihsani S.Th.I.MA dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut menghadirkan narasumber Prof.Dr. Komaruddin Hidayat,  Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Pendeta Dr. Martin L Sinaga, dosen Sekolah Tinggi Filsafat Jakarta, dan Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!