31.7 C
Jakarta

PP Penatausahaan Modal Negara Dinilai Melanggar Undang-undang

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Sejumlah anggota DPR menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas melanggar sejumlah undang-undang. PP Nomor 72/2016 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 44/2005 itu juga dianggap mengurangi hak pengawasan DPR.

Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, menyatakan PP Nomor 72/2016 melonggarkan tata cara penyertaan modal negara dan pengalihan kekayaan negara pada BUMN tanpa melalui persetujuan DPR. “PP ini membolehkan pemerintah memindahkan dan mengubah kekayaan negara tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR,” kata Heri dalam rilis yang dikeluarkan Kamis (19/1/2017).

Pasal 2A ayat (1) PP 72/2016 menyebutkan: “Penyertaan Modal Negara berasal dari kekayaan Negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”

Menurut Heri, semua hal yang terkait dengan keuangan dan kekayaan negara merupakan obyek APBN, yang pembahasannya sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945, yakni diajukan Presiden untuk dibahas bersama DPR dan memperhatikan pertimbangan DPD. “Sebagai obyek APBN, setiap bentuk pengambilalihan atau perubahan status kepemilikan saham yang termasuk kekayaan negara harus mendapatkan persetujuan DPR,” ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar, menilai kekhawatiran terhadap PP 72/2016 beralasan, karena Kementerian BUMN menganggap anak perusahaan BUMN bukan merupakan BUMN sehingga lepas dari pengawasan DPR. “Penjelmaan BUMN menjadi anak perusahaan membuat lemah pengawasan DPR.”

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, menilai PP Nomor 72/2016 berbahaya karena mempermudah penjualan aset BUMN kepada swasta. Menurut dia, peraturan yang melonggarkan tata cara penyertaan modal negara dan pengalihan kekayaan negara tanpa melalui persetujuan DPR jelas bermasalah.

Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie, menyarankan DPR memperkuat pengawasan hingga peraturan pelaksanaan undang-undang. “Jarang DPR membahas PP sehingga peraturan pelaksanaan jarang ada yang mengawasi,” kata dia.

Jimly mengungkapkan banyak undang-undang yang PP-nya tak keluar-keluar, dan banyak juga PP yang tak sesuai dengan undang-undang. Karena itu, ia menyarankan DPR melakukan pengawasan dalam tiga hal, yakni executive act, executive action, serta executive programming & budgeting.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!