SOLO, MENARA62.COM – Pengalaman personal menjadi pintu masuk lahirnya kepedulian akademik Prof. Dr. Minsih, S.Ag., M.Pd., Guru Besar baru Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dalam bidang Pendidikan Inklusif. Dalam jumpa pers pengukuhan Guru Besar UMS yang digelar di Dapur Solo UMS, Selasa (26/8), Minsih menegaskan pentingnya menghadirkan model pendidikan yang benar-benar ramah terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) dan disabilitas, bukan sekadar label formal semata.
“Sekitar 14 tahun lalu saya mengalami sendiri betapa sulitnya menemukan sekolah yang betul-betul ramah terhadap anak berkebutuhan khusus. Dari situlah saya menekuni pendidikan inklusif sejak S2 hingga S3, sampai akhirnya fokus penelitian dan kepakaran saya mengerucut ke bidang ini,” ungkap Minsih.
Minsih mengaku, riset-risetnya selama ini menunjukkan masih banyak sekolah yang mengaku inklusif, namun praktiknya belum mencerminkan nilai sejati inklusivitas. Stigma dari orang tua maupun masyarakat masih kuat, bahkan ada yang khawatir anak disabilitas dapat “menularkan” kondisi khususnya, padahal itu jelas sebuah kekeliruan.
Menghadapi kondisi tersebut, Minsih menawarkan pendekatan baru yang ia sebut sebagai “inklusi yang berkemajuan”. Model ini tidak hanya berfokus pada keberadaan ABK di ruang kelas, melainkan menuntut pembenahan kurikulum, sistem penyelenggaraan sekolah, hingga pola interaksi sosial yang lebih adil, penuh kasih sayang, dan menekankan prinsip tolong-menolong.
“Nilai-nilai Islam sebenarnya sudah mengandung semangat education for all. Ada ta’awun (tolong-menolong), rahmah (kasih sayang), al-‘adl (keadilan), dan musyawah (persamaan hak). Prinsip-prinsip inilah yang menjadi fondasi pendidikan inklusif berkemajuan,” jelasnya.
Lebih jauh, Minsih menegaskan inklusifitas sejati tidak hanya berlaku bagi anak disabilitas, tetapi juga menyangkut kelompok rentan lainnya—mulai dari perbedaan bahasa, warna kulit, hingga kondisi ekonomi. Menurutnya, pendidikan inklusif harus dipahami sebagai upaya menghadirkan keadilan sosial yang luas, bukan sekadar integrasi ABK di ruang belajar.
Dalam pidato pengukuhannya nanti, Minsih berencana menguraikan secara lebih mendalam konsep pendidikan inklusif berbasis Islam berkemajuan tersebut. Ia juga menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, yang pemikiran-pemikirannya banyak menginspirasi gagasan ini.
“Pendidikan inklusif tidak boleh berhenti pada slogan. Dengan nilai-nilai Islam berkemajuan, saya ingin menawarkan sebuah model progresif yang benar-benar menghadirkan sekolah ramah keberagaman,” tegasnya menutup sesi jumpa pers. (*)

