JAKARTA, MENARA62.COM – Gerakan Ciliwung Bersih (GCB) inisiasi program pengolahan sampah sungai menjadi energi dalam bentuk briket/pellet. Program Tempat Olahan Sampah Sungai Gerakan Ciliwung Bersih (TOSS-GCB) yang diresmikan oleh Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, M.R. Karliansyah pada 27 Juni 2020 tersebut diharapkan menjadi wadah menggalang kepedulian masyarakat untuk turut menjaga kebersihan dan kelestarian aliran Sungai Ciliwung.
Ketua GCB, Peni Susanti menjelaskan air Sungai Ciliwung telah lama dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum bagi warga DKI Jakarta. Sayangnya, Sungai Ciliwung telah tercemar oleh sampah, baik plastik, domestik rumah tangga, maupun sampah biomassa.
“Program TOSS-GCB adalah upaya kami menggalang seluruh stakeholders di sepanjang aliran Sungai Ciliwung untuk mengembalikan fungsi Sungai Ciliwung sebagai sumber air bersih,” kata Peni.
Selama ini upaya yang dilakukan baru pembersihan sampah yang telah masuk ke sungai. Melalui program TOSS-GCB, upaya akan lebih ditingkatkan menjadi usaha pencegahan dan pendidikan yang dilakukan oleh setiap Komunitas Peduli Ciliwung (KPC), agar masyarakat tidak membuang sampah ke sungai, tapi ke unit-unit TOSS GCB. Dengan berkurangnya sampah yang masuk sungai, maka pemulihan air sungai sebagai bahan baku air bersih akan menjadi lebih cepat.
Program TOSS-GCB lanjut Peni juga berupaya mengolah sampah Sungai Ciliwung, terutama sampah dalam bentuk biomassa seperti kayu dan bambu. Menggunakan teknologi peuyeumisasi (Biodrying), hasil karya inovasi Sonny Djatnika Sundadjaja, sampah Sungai Ciliwung dijadikan energi dalam bentuk briket/pellet. Briket/ pelet tersebut bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar sehari-hari sebagai pengganti minyak tanah bahkan LPG, baik untuk keperluan warung hingga industri yang menggunakan boiler seperti pabrik tekstil, pupuk, dan pembangkit listrik.
“Secara khusus, program ini dirancang untuk mengolah sampah sungai menjadi listrik dan diperuntukkan bagi masyarakat di sepanjang aliran Sungai Ciliwung dengan produk akhirnya adalah syntetic gas (syngas) yang mampu menjadi substitusi bahan bakar untuk genset/diesel,” jelas Peni.
Listrik yang dihasilkan dari unit instalasi TOSS-GCB ini akan digunakan untuk mengoperasikan mesin pompa dan penjernihan air sungai sehingga laik untuk kebutuhan Mandi, Cuci, Kakus (MCK). Sasaran utama dari program ini adalah upaya meningkatkan kualitas air sungai dan mengembalikan fungsi sungai sebagai bahan baku air bersih.
Program kolaborasi
Program TOSS-GCB itu sendiri merupakan program kolaborasi antara GCB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah provinsi DKI Jakarta, PT Indonesia Power, PDAM DKI Jakarta, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan comestoarra.com. Kolaborasi ini diharapkan dapat memaksimalkan upaya menjaga dan melestarikan aliran Sungai Ciliwung serta memberikan manfaat lebih besar kepada warga di sepanjang daerah aliran sungai (DAS).
Head of Corporate Communications Division PT Indofood Sukses Makmur Tbk Stefanus Indrayana mengatakan peran aktif Indofood terhadap pelestarian lingkungan terangkum dalam program Corporate Social Responsibility, Protecting The Environment. Indofood mendukung berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan, khususnya upaya pengelolaan sampah. Terlebih jika upaya dilakukan dengan mengusung pendekatan ESR atau Extended Stakeholder Responsibility.
“Pendekatan ini memungkinkan semua pihak bergotong royong sesuai kapasitas dan kompetensinya masing-masing sehingga menghasilkan dampak yang lebih signifikan,” kata Stefanus Indrayana.
Menurutnya, TOSS-GCB ini adalah salah satu inisiatif untuk menjaga kebersihan dan kelestarian Sungai Ciliwung yang memiliki fungsi penting bagi Jakarta. Diharapkan dengan semakin banyaknya TOSS di sepanjang Sungai Ciliwung, masyarakat dapat lebih teredukasi untuk menjaga kebersihan sungai.
“Jika ada sampah yang terkumpul, dapat diolah menjadi hal-hal yang memberikan nilai tambah kepada masyarakat. Sekaligus akan mengurangi sampah-sampah tersebut mengalir ke laut,” tambahnya.
TOSS-GCB solusi tepat
Penanganan sampah khususnya di daerah ibukota umumnya memakai metode 3P (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan). Seiring berjalannya waktu, maka banyak teknologi untuk mengolah sampah tersebut, diantaranya metoda kompos, black soldier fly (Hermetiaillucens), digester, hingga daur ulang sampah plastik.
Tetapi untuk sampah sungai, terdapat kendala di sisi pengumpulan dan pengangkutan sampah terutama bila sampah tersebut berjenis biomassa dengan dimensi besar dan padat sehingga pengolahannya menjadi tantangan tersendiri.
Menurut Ahmad Jidon, pengawas Sungai Ciliwung di wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebagian besar sampah adalah sampah kiriman dengan jenis biomassa seperti kayu, bambu, dan belukar rerumputan.
“Dengan program TOSS-GCB yang membutuhkan bahan baku dari sampah biomasa, permasalahan tersebut bisa terjawab bahkan bisa memberikan nilai tambah berupa energi panas dan energi listrik, sehingga sampah tidak mengalir dan menumpuk di hilir sungai,” kata Ahmad Jidon.
Ia menjelaskan program TOSS-GCB setidaknya akan memberikan 3 manfaat utama. Pertama, adalah MCK sehingga mampu meminimalisir pendangkalan sumur akibat eksplorasi air tanah yang sangat besar. Kedua adalah memanfaatkannya untuk mencuci mesin, perkakas, kendaraan. Ketiga, menyiram tanaman dan mampu menjadi sumber air untuk pertanian sayur mayur ramah lingkungan pada instalasi vertikultur.
TOSS-GCB adalah konsep pengolahan sampah (rumah tangga dan biomassa) berbasis komunitas/masyarakat yang digagas oleh Supriadi Legino dengan menggunakan teknologi peuyeumisasi (Biodrying). Proses TOSS-GCB dimulai dengan memasukkan sampah kedalam box bambu berukuran 2×1,25 x1,25 m3 (setara dengan 1 ton sampah) tanpa perlu pemilahan yang merepotkan. Sampah dalam bambu tersebut kemudian disiram dengan biokativator yang akan membuat sampah menyusut hingga 50 persen dan mengering dengan tingkat moisture dibawah 20 persen dalam waktu 7 hari.
Selanjutnya sampah yang telah melalui proses peuyeumisasi tersebut siap untuk dijadikan bahan baku energi berupa briket/pelet dengan nilai kalori setara dengan batu bara.
Supriadi mengatakan bahwa briket/pelet adalah produk batu bara nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku campuran batu bara dalam industri, terutama kaitannya dengan pembangkit listrik. Saat ini PLN sudah menerbitkan peraturan direksi untuk penggunaan biomasa sebagai cofiring pada pembangkit listrik tenaga uap dengan persyaratan teknik dan lingkungan yang ditentukan.
“Sambil menunggu adanya aturan trading briket/pelet dari pemerintah, briket/pelet TOSS-GCB dapat digunakan untuk oleh masyarakat setempat melalui KPC dengan mengkonversi menjadi syngas melalui proses gasifikasi,” jelasnya.
Supriadi menekankan bahwa syngas mampu menjadi substitusi bensin pada genset atau solar pada mesin disel, dan listriknya bisa untuk menjernihkan air untuk keperluan MCK dan kebutuhan lain berbasis listrik.
Dalam pengembangannya, TOSS-GCB akan dilengkapi dengan instalasi hybrid renewable energy dengan cara mengkombinasikan diesel/genset gasfikasi berbahan bakar briket/pelet sampah dengan panel surya, turbin angin, dan mikro hyrdro.
TOSS-GCB yang merupakan karya anak bangsa ini juga memiliki nilai luhur bagi masyarakat, komunitas, Pemerintah, dan perusahaan dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan karena selain dapat mengurangi penggunaan energi fosil, TOSS juga bisa menjadi alternatif solusi permasalahan sampah yang kritis karena terbatasnya kapasitas TPA.
Hal ini merupakan kontribusi besar untuk mengurangi emisi Green House Gasses (GHG) atau gas rumah kaca (GRK) karena berkurangnya gas methan yang berasal dari tumpukan sampah di TPA. Dari sisi sosial, model TOSS-GCB yang sepenuhnya menggunakan teknologi dan peralatan dalam negeri tersebut dapat memberdayakan masyarakat sekitar dan membuka lapangan kerja baik sebagai operator unit unit TOSS-GCB maupun industri pendukungnya.