JAKARTA, MENARA62.COM– Promo umrah murah ala First Travel kembali membuahkan persoalan panjang. Setidaknya ini muncul setelah dua hari lalu, sebanyak 270 calon jamaah umrah menggeruduk kantor Firts Travel di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Kedatangan ratusan jamaah tersebut bermula dari ketidakjelasan kapan mereka akan diberangkatkan, meski biaya umrah sudah lunas setahun tahun lalu.
Kasus penelantaran calon jamaah umrah yang dilakukan First Travel tidak hanya terjadi kali ini saja. Travel milik Andika Surachman tersebut tahun lalu juga menelantarkan ratusan jamaah asal Yogyakarta dan Bandung.
Pihak First Travel sendiri menyebut bahwa problem itu terjadi karena kerasnya persaingan bisnis umrah di Tanah Air. First Travel mengklaim telah diboikot oleh empat asosiasi penyelenggara haji dan umrah Indonesia sehingga kesulitan mengurus visa dan paspor umrah. Akibatnya keberangkatan jamaah umrah pun tesendat.
Tetapi Andika Surachman berjanji akan memberangkatkan jamaah umrah yang memang sudah melunasi pembayarannya.
Sementara itu Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Baluki Ahmad seperti dikutip dari Republika.co.id mengatakan sudah sejak awal menduga bisnis umrah yang dilakukan PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) akan memakan korban. Pasalnya, harga paket umrah murah yang ditawarkan First Travel, dinilai tidak masuk akal.
Menurutnya saat ini, harga paket umrah dengan fasilitas seminimalis mungkin yaitu berkisar antara Rp 18 hingga Rp 19 juta. Tiket penerbangan termurah 900 dolar AS (sekitar Rp 11 juta). Belum lagi biaya administrasi pengurusan visa Rp 1 juta.
“Kalau menjual paket umrah Rp 13 atau Rp 14 juta tidak ‘ketemu’. Belum akomodasi dan operasional,” kata Baluki.
Himpuh sendiri diakui pernah mengkaji model bisnis umrah murah ala First Travel dengan mengundang berbagai ahli. Hasilnya, bisnis tersebut dinilai tidak aman dan tidak masuk akal.
Baluki juga mengatakan solusi apapun yang diambil Kemenag terhadap First Travel tetap dinilai bagai buah simalakama, tetap mendatangkan risiko.
“Sekarang sudah jadi ‘gunung’, mau disetop gimana, tidak disetop gimana. Masyarakat yang menjadi korban,” katanya.