27.1 C
Jakarta

Proses Pembelajaran di Wilayah Terdampak Bencana Diatur Fleksibel Sesuai Kondisi Lokal

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) memastikan bahwa layanan pendidikan dan pembelajaran di daerah terdampak bencana tetap berjalan dengan mengutamakan keselamatan, kesejahteraan psikologis, dan keberlanjutan proses belajar murid. Kebijakan pembelajaran disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah serta tingkat kerusakan sekolah.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti mengatakan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan pengaturan pembelajaran sesuai situasi lokal. “Kondisi sekolah di setiap daerah terdampak tidak sama. Karena itu, pembelajaran kami serahkan pada kebijakan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Yang terpenting adalah hak belajar murid tetap terpenuhi dan keselamatan mereka terjamin,” ujarnya di Jakarta (10/12).

Menteri Mu’ti menuturkan jika di daerah terdampak, berbagai pola pembelajaran telah diterapkan, mulai dari pembelajaran dengan sistem bergilir (shift) pagi atau siang, pembelajaran daring, penggabungan atau peminjaman sekolah lain, hingga pembelajaran di tenda darurat yang telah disediakan. Selain itu, penentuan mekanisme tes semester juga dapat dilakukan secara fleksibel.

“Pemerintah daerah dan satuan pendidikan juga diberikan kebebasan memilih moda pembelajaran dan bentuk asesmen yang paling memungkinkan, baik dengan tetap melaksanakan tes seperti biasa, menggantinya dengan penilaian harian tanpa tes semester, maupun menggunakan aktivitas bakti sosial sebagai dasar penilaian,” ucap Menteri Mu’ti.

Lebih lanjut, Kepala BSKAP, Toni Toharudin juga menyampaikan bahwa untuk memastikan keberlanjutan layanan pendidikan pascabencana, BSKAP juga menyiapkan kerangka kebijakan berjenjang yang berlaku mulai dari masa tanggap darurat hingga beberapa tahun setelah bencana.

“Pada tiga bulan pertama, fokus diarahkan pada penyederhanaan kurikulum menjadi kompetensi minimum esensial, ketersediaan bahan belajar darurat, pembelajaran adaptif di ruang terbatas, dukungan psikososial, serta asesmen sederhana yang menekankan keamanan dan keterlibatan murid. Setelah itu, pada periode tiga hingga dua belas bulan, kebijakan diarahkan pada pemulihan kemampuan dasar murid melalui kurikulum adaptif berbasis krisis, program remedial intensif, pembelajaran fleksibel, serta asesmen transisi berbasis portofolio dan perkembangan sosial-emosional,” tutur Toni.

“Dalam rentang satu hingga tiga tahun, fokus kebijakan bergeser pada penguatan kembali kualitas pembelajaran, integrasi permanen pendidikan kebencanaan, penguatan pembelajaran inklusif, serta monitoring dan evaluasi jangka panjang terhadap literasi, numerasi, kehadiran, dan kesejahteraan psikososial murid,” tambahnya.

Tak hanya itu, Toni juga mengatakan bahwa Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, BSKAP telah menyusun Panduan Implementasi Pendidikan Kebencanaan sebagai rujukan bagi satuan pendidikan untuk meningkatkan kewaspadaan mulai dari pra-bencana, saat terjadi bencana dan setelah bencana terjadi.

“Panduan implementasi pendidikan kebencanaan ini juga dilengkapi dengan peta kompetensi terkait kebencanaan untuk peserta didik sesuai jenjangnya. Kompetensi tersebut dapat diintegrasikan ke mata pelajaran yang relevan,” kata Toni.

Toni menegaskan bahwa seluruh fase pemulihan akan berjalan paralel dengan proses pembangunan kembali fasilitas pendidikan oleh pemerintah daerah dan kementerian terkait. “Kami sudah memiliki peta jalan kebijakan pascabencana. Ini memastikan bahwa pemulihan pendidikan berlangsung berkelanjutan, tidak hanya jangka pendek tetapi juga memperkuat ketahanan sekolah di masa depan,” tutupnya

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!